SUKABUMIUPDATE.com - Di balik riuhnya Pasar Gudang Kota Sukabumi, di antara hiruk-pikuk penjual dan pembeli, seorang bocah kecil dulu pernah lalu-lalang menjajakan kresek, menawarkan jasa ojek payung, jualan tahu gejrot, hingga membantu mengangkat belanjaan. Bukan untuk bermain-main, tapi karena hidup menuntutnya mencari rupiah.
Bocah itu adalah Muhammad Cecep Abdullah, yang kini, di usia 27 tahun, ia tumbuh menjadi sosok inspiratif yang dikenal sebagai Cleaner Masjid. Dari pekerjaan sunyi yang dijalankannya dengan penuh cinta dan ketulusan, Cecep merasakan manisnya perjuangan ketika Kerajaan Arab Saudi tiba-tiba mengundangnya untuk berhaji.
Pada Jumat (11/7/2025) sukabumiupdate.com berkesempatan untuk bertemu dan berbincang langsung dengan sosok Cecep yang menjadi teladan bagi banyak orang. “Saya (dulu) berjualan tahu gejrot dan juga sejak kecil sudah memilih jalan untuk mandiri, karena ibu bapak saya sehari-hari berjualan di Pasar Gudang Kota Sukabumi,” Kata Cecep mengenang.
Lahir di Gang Amarta 2, Jalan Tipar, Cecep adalah anak ketiga dari lima bersaudara, ia tumbuh dalam lingkungan sederhana, penuh tantangan, tapi justru di situlah nilai-nilai kerja keras dan keikhlasan ditanamkan.
“Dalam kehidupan keluarga, sekolah, dan masyarakat saya selalu diajarkan nilai-nilai agama yang mendorong agar selalu jujur, bijaksana, berperilaku baik. Saya selalu diajarkan untuk taat kepada orang tua, kepada ajaran agama, disiplin dan bertanggung jawab,” tambahnya.
Baca Juga: Sukabumi Heroes 2023: Saat Sampah dan Lalat Jadi Teman Hidup Solihin Bahri
Meninggalkan Pesantren demi Ibu dan Adik-adiknya
Cecep mengawali pendidikan di SD Kebon Kawung, di Jalan Pemuda, Kota Sukabumi. Setelah lulus, ia memilih melanjutkan pendidikan di Pesantren At-Tibyan, Kadudampit, Kabupaten Sukabumi.
Namun hidup tak pernah sesederhana niat. Saat usianya menginjak 9 tahun, hubungan kedua orang tuanya mulai retak. Dan di usia 12 tahun, Cecep mulai berpikir serius bagaimana membiayai ibunya yang kemudian harus berjuang seorang diri.
“Saya memikirkan bagaimana caranya membiayai ibu saya, karena ibu dan bapak sudah tidak lagi bersama,”
Dengan tekad kuat ia mengambil keputusan besar: berhenti dari pesantren di usia 14 tahun dan merantau ke Jakarta. “Saya tidak ada pengalaman, tapi saya punya tekad untuk bisa membiayai adik-adik dan ibu saya,” katanya. Ia tinggal di masjid selama dua minggu pertama di Jakarta.
“Di sana ada masjid yang selalu hadir untuk saya tempati dan saya tiduri selama saya ada di Jakarta,”
Tanpa disengaja, Cecep menemukan panggilan jiwanya. Membersihkan masjid menjadi pelipur lara, ia lalu bekerja di sebuah toko herbal sambil membersihkan masjid-masjid sekitar.
“Masjid-masjid di daerah itu memang sangat kotor, dan ketika pengelola mall itu melihat saya rajin membersihkan masjid, saat itu juga saya diminta untuk membersamai marbot yang ada di masjid itu,”
“Alhamdulillah sekarang saya masih berusaha untuk selalu berkembang dan menunjukkan bahwa saya cinta kepada masjid,” ujarnya sembari tersenyum kecil.
Baca Juga: Sukabumi Heroes 2023: Mengenal Dede Ruslan, CEO Saling.Id
Bahagia yang tak terlihat, ketika Masjid menjadi cermin jiwa
Cecep mengibaratkan masjid sebagai toko, jika toko bersih maka pembeli akan senang memasukinya dan bangga bisa membeli di toko tersebut.
“Kalau kita membeli sesuatu di warung pasti ada perasaan tersendiri, contohnya, kalau misalkan kita membeli barang di suatu toko yang tokonya itu bagus, dan barangnya mahal-mahal, pasti kita tuh ngerasa seneng dan Bahagia bisa membeli sesuatu di toko tersebut," kata dia mencontohkan.
"Nah kalau Cecep sendiri kebahagiaannya ada di situ, seperti itulah kebahagiaan ketika membersihkan masjid, melihat masjid dan tempat wudhu yang tadinya kotor menjadi bersih, dan merasa bahwa nanti setelah orang masuk ke masjid maka mereka akan merasakan kebahagiaan, nah sampai di situlah muncul rasa bahwa pahalanya itu akan sampai ke Cecep, seyakin itu dan muncullah kebahagiaan tersendiri,” tuturnya meyakinkan.
Di awal perjuangannya, Cecep hanya bermodalkan alat kebersihan seadanya sikat kawat dan serabut dari rumah. Ia membersihkan masjid tanpa dukungan alat memadai, bahkan izin dari pengurus masjid pun kadang menjadi kendala.
Untuk bisa tetap menjalankan niatnya, Cecep belajar cara berkomunikasi dengan para pengurus masjid. Ia sering menjelaskan bahwa kegiatan bersih-bersih ini tidak hanya bernilai ibadah, tapi juga punya efek motivasi bagi masyarakat.
“Saya bilang ke pengurus, kegiatan ini perlu didokumentasikan supaya masyarakat juga termotivasi. Ini swadaya, bukan untuk gaya-gayaan,” ujarnya suatu ketika.
Baca Juga: Sukabumi Heroes 2023: Lilis Rahmayati, Batik Eco Printer dan Menanam
Dari jijik menjadi ikhlas dan mimpi memiliki 10 pesantren
Cecep mengakui terkadang ada masa di mana rasa jijik menghampiri. Ia pernah tanpa sengaja memasukkan tangannya ke kloset masjid yang masih penuh kotoran, karena tidak menggunakan sarung tangan semua karena keterbatasan alat. Tapi dari situ ia belajar bahwa jijik hanyalah reaksi awal. Ketika pekerjaan dilakukan dengan niat bersih, maka perlahan semuanya menjadi biasa.
Bagi Cecep, membersihkan masjid bukan hanya urusan tampilan fisik. Kebersihan adalah cerminan jiwa. Ia percaya, ketika seseorang mulai menunda membersihkan sampah kecil, maka akan terbentuk kebiasaan untuk menunda hal lain dalam hidup. Dan ketika seseorang terbiasa hidup bersih lahir dan batin maka itu akan terlihat dalam cara bicara dan tindakannya.
Di balik kerja sunyinya, Cecep menyimpan mimpi besar. Ia ingin suatu hari bercita-cita memiliki 10 pesantren dengan ribuan santri. Ia ingin membentuk kampung-kampung yang atmosfernya seperti Ramadan sepanjang tahun. Ia juga bermimpi memiliki tim kebersihan masjid yang bekerja setiap hari gratis, penuh cinta, dan penuh keikhlasan, juga tidak lupa impiannya sejak dulu menjadi pengusaha sukses.
“Impian saya dari dulu ingin jadi pengusaha besar yang menebar manfaat. Tapi bahkan sebelum jadi pengusaha, saya harus bisa menebar manfaat dulu.” Harapnya penuh tekad dan keyakinan.
Mimpi itu perlahan mulai mengambil wujud. Kini, Cecep memiliki tim beranggotakan sekitar 20 orang, dengan 12 orang aktif di lapangan. Dana operasional mereka datang dari sponsor, donatur, dan para pemilik hati yang peduli. Alih-alih mengumpulkan uang untuk beli rumah pribadi, Cecep justru mengalokasikan bantuan itu untuk memperbesar tim dan memperluas jangkauan manfaat.
Baca Juga: 3 Pegiat Lingkungan Raih Penganugerahan Sukabumi Heroes Tahun 2023
Untuk Tipar dan Dunia
Lahir dan dibesarkan di Gang Amarta 2, Jalan Tipar, Cecep tak pernah melupakan akarnya. Tapi semangatnya tak berhenti di kampung halaman. Ia ingin mengubah dunia, satu masjid, satu kampung, dan satu hati dalam satu waktu.
Ia yakin, dengan menjadi bermanfaat, pertolongan Allah akan datang dari arah yang tak disangka. Ia pernah merenovasi masjid dengan biaya ratusan juta dan tiba-tiba datang bantuan besar dari endorse. Baginya, rezeki tak hanya soal uang, tapi juga kesempatan untuk terus berbuat baik.
Setiap hari, Cecep dan timnya bisa membersihkan 12 hingga 13 masjid. Ia tahu tak semua orang bisa melakukan itu, tapi ia percaya semua orang bisa mengambil bagian dalam kebaikan.
“Jadi dalam satu hari itu kita bisa membersihkan 12 sampai 13 masjid, masjid yang masih kotor itu tergantung kondisi kotornya seperti apa, ada yang biasa saja, ada yang kotor banget. Kalau kotor banget bisa memakan waktu seharian lah.”
Ia hadir untuk menyentil orang-orang yang merasa hidupnya mentok. Ia ingin menyampaikan bahwa harapan itu nyata, dan mimpi bisa diwujudkan asal berani melangkah. “Aku aja mimpi besar, tanpa modal, bisa sampai sini. Insya Allah, siapa pun bisa,” katanya mantap.
Cecep bukan hanya pembersih masjid. Ia adalah penyapu debu pesimisme, peniup api harapan, dan pengingat bahwa jalan menuju kebaikan bisa ditempuh dari tempat paling sederhana: dari niat, dari masjid, dari hati.