SUKABUMIUPDATE.com - Sebanyak 500 guru dari 25 sekolah swasta di Kota Sukabumi terancam dirumahkan, buntut kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi soal penambahan rombongan belajar. Aturan ini tertuang dalam surat keputusan nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025 tentang petunjuk teknis pencegahan anak putus sekolah ke jenjang menengah.
Dalam surat keputusan itu, tepatnya pada bagian F nomor 4 poin C, dibahas soal rombongan belajar untuk SMA dan SMK negeri, di mana disebutkan calon siswa ditempatkan kepada satuan pendidikan sebanyak-banyaknya 50 murid disesuaikan dengan hasil analisis data luas ruang kelas yang akan digunakan, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Ketua Forum Komunikasi Kepala (FKK) SMK Swasta Kota Sukabumi Budi Supriadi mengatakan kebijakan gubernur itu bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 47 Tahun 2023 tentang Standar Pengelolaan pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.
“Mengenai kebijakan gubernur tentang per kelas dari 36 menjadi 50 orang, kami FKK SMK Swasta kota Sukabumi tidak setuju untuk diterapkan dari tingkat menengah atas, baik SMA maupun SMK negeri,” kata dia kepada sukabumiupdate.com pada Kamis (3/7/2025).
“Karena berdasarkan Permendikbudristek Nomor 47 Tahun 2023 Pasal 8 dan masih berlaku sampai sekarang, bisa menambah jumlah siswa bila dalam kondisi pengecualian, misal di daerah dengan keterbatasan sekolah atau guru, maksimum dinaikkan sekitar 39 persen, yaitu menjadi maksimal 50 siswa per rombel (rombongan belajar),” lanjut Budi.
Sementara kondisi di Jawa Barat, kata dia, khususnya Kota Sukabumi, masih dalam keadaan normal, sehingga tidak memerlukan perhatian khusus sebagaimana disebutkan. "Maka menurut kami, dipandang tidak perlu untuk menambah jumlah siswa, lebih baik di SMA dan SMK negeri tetap maksimum 36 siswa per rombel,” ujarnya.
Menurutnya, penambahan rombongan belajar juga akan berdampak pada penurunan mutu dan kualitas pembelajaran, penutupan sekolah swasta, hingga ratusan guru di Kota Sukabumi akan kehilangan pekerjaan. Mengingat sebanyak 25 sekolah swasta yang tercatat di Kota Sukabumi, terutama SMK, memiliki kurang lebih 500 guru di dalamnya.
“Dampaknya adalah lembaga sekolah swasta lambat laun akan berkurang siswanya yang pada akhirnya sekolah akan ditutup. Akan terjadi penurunan kualitas pembelajaran dan mutu lulusan di sekolah negeri, maka jargon Jabar Istimewa tidak akan tercapai. Lalu persaingan yang tidak sehat dan seimbang antara sekolah negeri dan swasta akan semakin tajam, hingga guru umum maupun guru sertifikasi, staf TU, akan kehilangan pekerjaan dan penghasilan,” kata dia.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi telah menjawab polemik aturan baru tentang kapasitas maksimal rombongan belajar untuk SMA dan SMK negeri. Ia menegaskan kebijakan 50 pelajar per rombongan belajar bersifat sementara, karena targetnya membangun 736 ruang kelas baru untuk SMAN dan SMK negeri di seluruh Jawa Barat.
Gubernur menargetkan paling lama kondisi itu (per kelas diisi 50 pelajar) berlaku sampai Januari 2026. Ia menegaskan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah menyiapkan anggaran baru sebesar Rp 100 miliar untuk penambahan kelas di sekolah-sekolah negeri yang menampung 50 anak per kelas.
Di sisi lain, sekolah swasta di Kota Sukabumi pun sudah menyampaikan protes karena kuota penerimaan di sekolah negeri sangat mendominasi. Data menunjukkan kuota di lima SMA negeri sebanyak 2.342 siswa, dan di empat SMK negeri 2.090 siswa. Dengan total daya tampung mencapai 4.432 siswa, dan lulusan SMP tahun ini sebanyak 4.589 orang, maka hanya tersisa 157 siswa yang kemungkinan besar tersebar ke SMA dan SMK swasta.