Efek Rumah Kaca : Ketika Musik Menjadi Alat Perlawanan dan Ketidakadilan

Sukabumiupdate.com
Senin 07 Jul 2025, 13:39 WIB
Efek Rumah Kaca : Ketika Musik Menjadi Alat Perlawanan dan Ketidakadilan

Efek Rumah Kaca menjadi salah satu band yang memiliki daya magis dalam setiap lagunya, lagu-lagu dari band ini bermuatan isu-isu sosial, lingkungan hingga politik. (Sumber: Superlive.id)

Ditulis: M. Farhan Al Rasyid, Pemerhati Pendidikan

Teruntuk anak 2000-an jika ditanya mengenai band favorit rata-rata akan menjawab Dewa 19, Sheila On 7, Slank dan Peterpan, band yang legendaris yang tak lekang oleh zaman. Tetapi ada satu band yang hingar-bingarnya tidak terlalu didengar oleh sebagian orang, Efek Rumah Kaca nama yang cukup terkenal bagi pemerhati lingkungan. Tetapi bagi sebagian orang Efek Rumah Kaca menjadi salah satu band yang memiliki daya magis dalam setiap lagunya, lagu-lagu dari band ini bermuatan isu-isu sosial, lingkungan hingga politik. Sekaligus mewakili suara-suara rakyat yang dibungkam dalam menyuarakan ketimpangan dan ketidakadilan di negeri ini.

Formasi awal band ini terdiri dari Cholil Mahmud (vokalis dan gitaris), Adrian Yunan (bass dan vokal latar) dan Akbar Bagus (Drummer). Setelah Adrian memutuskan untuk meninggalkan Efek Rumah Kaca (ERK) dengan isu kesehatan pada tahun 2011, posisinya digantikan oleh Poppie Airil sampai akhirnya ERK menjadi empat orang disusul Reza Ryan. Meskipun mengalami pergantian personel, band ini tetap mempunyai idealis dan eksistensi yang tetap terjaga hingga kini.

Tepatnya pada tahun 2007 album pertama yang berjudul Efek Rumah Kaca mengudara memecah industri musik tanah air. Kala itu, di tengah dominasi musik bergenre hip-hop sampai dengan RnB, ERK tumbuh dengan lirik-lirik yang cara penyajiannya begitu mendayu-dayu dan syarat akan makna. “Desember” lagu yang mengajak pendengarnya untuk berkontemplasi dan memiliki makna sosial, kala itu terjadi bencana di Jakarta dalam salah satu artikel menyebutkan bahwa Cholil Mahmud mengungkapkan lagu ini sebagai bentuk duka dan doa untuk para korban. “Di Udara” merupakan persembahan untuk aktivis HAM Munir Said Thalib yang diracun pada saat akan tiba di Amsterdam. Hingga kini lagu tersebut masih sering berkumandang sebagai bentuk perlawanan pada aksi kamisan.

Baca Juga: Isu Subsidi LPG Dipangkas, Disdagin: Belum Ada Informasi Resmi, HET di Sukabumi Stabil

“Aku sering diancam
Juga teror mencekam
Kerap ku disingkirkan
Sampai di mana ? Kapan?”
“Ku bisa tenggelam di lautan
Aku bisa diracun di udara
Aku bisa terbunuh di trotoar jalan”

Di tahun berikutnya 2008 ERK merilis album kedua berjudul Kamar Gelap pada album ini penyampaian lirik begitu tajam. Lagu “Mosi Tidak Percaya” yang ditulis oleh personil ERK Akbar dan Adrian mengandung makna yang erat hubungannya dengan kebijakan semrawut yang dibuat oleh pemerintah. Selain lagu di Udara, Lagu ini pula sempat dilantangkan pada aksi kamisan. Aksi kamisan merupakan kegiatan yang dilakukan sebagai bentuk dukungan terhadap korban pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia, seperti tragedi Semanggi, Trisakti, Tragedi 1998 dan Peristiwa Talangsari 1989. “Kenakalan Remaja di Era Informatika” menjadi kritik pada remaja maupun pengguna teknologi yang menyalahgunakan untuk hal yang melanggar norma-norma di era digital.

“Rekam dan memamerkan badan dan yang lainnya
Mungkin hanya untuk kenangan
Ketika birahi yang juara
Etika menguap entah kemana
Oh nafsu menderu deru bikin malu
Oh nafsu menderu deru susah maju”

Jauh setelah itu tepatnya tujuh tahun kemudian ERK kembali merilis album ketiga “Sinestesia” pada tahun 2015. Jika Pramoedya Ananta Toer punya Tetralogi Pulau Buru sebagai karya fenomenal yang pernah ia tulis. Saya mencoba untuk mengklaim bahwa Sinestesia Efek Rumah Kaca menjadi “Magnum Opus” dalam skena permusikan Indonesia. Pada album ini total ada enam lagu yang berdurasi panjang, dengan aransemen lagu yang sangat kompleks dan cenderung pendengar seolah terbawa dalam buaian setiap bait liriknya. Selain itu tema yang terkandung di album ini terarah pada pencarian spiritual hingga eksistensi pada kehidupan. “Putih” mengisahkan perjalanan ruh meninggalkan jasad untuk pergi segera menuju alam lain di sisi tuhan. Lagu putih ini menurut penafsiran saya bertemakan “religi” untuk mengingatkan kita sejatinya kehidupan pasti akan berakhir.

“Saat kematian datang
Aku berbaring dalam mobil ambulans
Dengar, pembicaraan tentang pemakaman
Dan takdirku menjelang
Sirene berlarian bersahut-sahutan
Tegang, membuka jalan menuju tuhan
Akhirnya aku usai juga”

“Kuning” menceritakan mengenai kondisi kerukunan antar umat beragama di Indonesia. Lagu ini juga menyiratkan keprihatinan dalam pemahaman pada kalangan tokoh agama yang acap kali menggunakan kemasan yang kurang tepat dalam penyampaian hal-hal baik. Selain itu, lagu ini mengkritik pada mereka yang memecah belah perbedaan keyakinan sesuai dengan kelompok mereka sendiri. Dan pada akhirnya seluruh umat akan menghadap pada tuhan semesta alam pada saat hari pengadilan itu tiba.

Baca Juga: Perusahaan Penyalur Tenaga Kerja: Dugaan Korban TPPO Kamboja Sempat Pulang Ke Sukabumi

“Bila matahari sepenggal jaraknya
Padang yang luas tak ada batasnya
Berarak beriringan
Berseru dan menyebut dia”

Selain dari kedua lagu di atas, pada album Sinestesia terdapat lagu Hijau, Jingga, Merah dan Biru. Januari 2020 ERK kembali mengudara, kali ini mengeluarkan mini album yang berjudul “Jalan Enam Tiga”. Pada mini album ini terdapat empat lagu Tiba-Tiba Batu, Normal Yang Baru, Jalan Enam Tiga dan Palung Mariana. Meskipun berbeda dari segi musikal dengan album sebelumnya, Cholil tetap blak-blakan dalam mengekspresikan sikap dan pandanganya mengenai isu sosial dan pandangan politiknya. “Tiba-Tiba Batu” menjadi lagu pembuka pada mini album ini, lagu ini menggambarkan orang-orang yang keukeuh atau keras kepala terhadap pandangannya dalam suatu hal, meskipun itu belum tentu benar.

Suatu realitas yang sering terjadi di kalangan masyarakat. “Normal Yang Baru” menurut pandangan penafsiran saya, lagu ini mengangkat isu yang sering terjadi di masyarakat mengenai kebohongan (Hoaks) dinormalisasi, masyarakat terlalu ditelan mentah-mentah isu yang terjadi tanpa adanya Tabayun terlebih dahulu. “Jalan Enam Tiga” yang juga judul dari mini album ini, menceritakan keadaan bahwa semua orang berhak mendapatkan perlakuan yang sama tanpa memandang hierarki status sosial.

Di lagu ini terdapat tempo musikal yang ceria dan mengajak pendengarnya untuk berjingkrak-jingkrak untuk mengekspresikan diri. “Palung Mariana” penafsiran saya pada lagu ini seorang Cholil yang berkontemplasi untuk membuat lirik yang puitis, tapi bisa diterima semua kalangan. Palung Mariana menjadi salah satu palung terdalam di dunia. Maka dari itu saya menafsirkan bahwa kedalaman hati atau perasaan seseorang tak akan pernah kita ketahui, kecuali dirinya sendiri dan memiliki hati-Nya.

Baca Juga: Itu Penjara! Perhimpunan Pendidikan dan Guru Tolak Aturan 50 Murid per Kelas di Jabar

“Ada luka-luka
Tak terjangkau sesat
Kumenyelam membawahnya
Sesat
Di Palung Marian
Habis Nafas”

Januari 2023 ERK kembali merilis album yang berjudul Rimpang, Rimpang dalam KBBI berarti; Renggang dan tidak terarah. Begitupun album ini ERK menciptakan nafas yang terus dipompa untuk melawan ketidakadilan di negeri ini dan sekaligus menggambarkan perjalanan baru bagi mereka. Rimpang yang kompleks, progresif serta penataan dalam lirik yang begitu membius pendengarnya. “Heroik” penggambaran kritik tajam tentang pahlawan kesiangan. Seolah-olah sedang membasmi kejahatan, namun sebenarnya ia ada yang mengendalikan, tampak seperti jagoan di mata masyarakat. Padahal ia hanyalah orang suruhan dari majikannya. “Tetaplah Terlelap” menjadi suatu antitesis penggambaran kaum yang mempunyai kekuasaan dengan rakyat jelata yang hidup di pinggiran gang-gang sempit.

“Jalan yang lengang
Sempit dalam gang
Kau berbaring di sana
Tengadah awan
Dambakan bintang
Masih rebah di sana
Jangan lekas terjaga”

Morgue Vanguard di “Bersemi Sekebun” mewarnai sketsa lagu ERK dengan lirik yang lirih dalam menggaungkan perjuangan dalam melawan ketimpangan;

“Pada yang perlahan padam
Ada sejenis api dari kemustahilan
Sejenis harapan yang datang dari pelan nyala sekam
Sejenis badai lahir dari rajutan bukan kepalan
Tak semua seruan harus dilantangkan
Serupa 98 di depan kodam
Dibisikan dalam geliat temaram yang bersenyawa dengan pitam
Menitipkan marwah bara pada kalam-kalam
Dalam diam menyumbang logam bagi godam
-
Adalah bentuk keluhuran
Merongrong kuasa yang tiran
Di jalan bersama kalian
Doa orang tua terngiang
Kawan bergandeng lengan
Harap jangan gelap kelam

Efek Rumah Kaca bukan hanya band, tapi suatu entitas sekaligus wakil aspirasi rakyat dalam perlawanan terhadap isu-isu yang terjadi di Indonesia. Kehadiran ERK layaknya oase di tengah gurun pasir yang tandus, menyegarkan dan memanjakan. Efek Rumah Kaca menjelaskan secara eksplisit bahwa karya seni tidak hanya menghibur, tapi perlu mencerdaskan dan membebaskan penikmatnya untuk berekspresi.

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini