Ketika Dana Desa Tak Berjejak pada Beton: Studi Kasus di Sukabumi

Sukabumiupdate.com
Selasa 17 Jun 2025, 13:10 WIB
Ketika Dana Desa Tak Berjejak pada Beton: Studi Kasus di Sukabumi

Ilustrasi dana desa (Sumber: suaraketapang)

Penulis: Hari Saputra, Pemerhati Desa

Di tengah geliat pembangunan desa yang seharusnya menjanjikan perubahan nyata, justru kita sering kali disuguhi ironi. Salah satunya terjadi di Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi. Proyek rabat beton yang dibiayai Dana Desa 2024 sebesar Rp23.669.000,- bukan hanya menimbulkan tanya, tapi juga menggugat logika keadilan dan transparansi dalam pengelolaan anggaran publik.

Alih-alih menjadi penopang produktivitas petani, proyek jalan usaha tani di Kampung Pasirmakam RT 006/003 justru menyisakan kekecewaan mendalam. Warga yang semula berharap jalan beton kokoh, kini hanya bisa mengurut dada melihat hasil akhir: plester tipis yang bahkan disebut-sebut dikerjakan hanya dalam satu hari juga tidak sampai. Di atas kertas tercantum "rabat beton", namun di lapangan, itu bahkan tidak layak disebut begitu.

Yang lebih menyakitkan, kecurigaan publik kian menguat ketika plakat proyek dipasang jauh sesudah pekerjaan selesai - dan anehnya, dilakukan secara sembunyi-sembunyi di malam hari. Ini tentu bukan sekadar pelanggaran etika administrasi, melainkan indikasi betapa rapuhnya prinsip akuntabilitas yang seharusnya melekat pada setiap rupiah uang rakyat.

Baca Juga: Tragedi di Muara Cikaso Sukabumi: Perahu Terbalik Dihantam Ombak, Satu Nelayan Tewas, Satu Hilang

Mari kita bicara data

Total anggaran proyek mencapai lebih dari Rp23 juta. Namun, pengeluaran riil di lapangan - berdasarkan penuturan tokoh masyarakat - tak lebih dari Rp4 juta. Artinya, terdapat selisih belasan juta rupiah yang tak jelas rimbanya. Tidak heran jika sebagian warga mulai menyebut proyek ini dengan istilah sarkastik: "plester tipis, dana tebal" karena ketebalan plesteran hanya 3cm bukanlah 30cm.

Ini bukan hanya soal beton yang tak kokoh, tetapi tentang tata kelola pemerintahan yang juga mulai keropos. Ketika RT mencoba meminta klarifikasi, jawaban yang diterima dari pemerintah desa hanyalah, “Proyek sudah selesai.” Jawaban seperti ini bukan sekadar abai, tapi juga menghina akal sehat publik.

Bukankah Dana Desa dirancang untuk mendorong kemajuan pembangunan dan mengatasi ketimpangan desa? Maka ketika dana sebesar itu justru menghasilkan jalan yang tak sebanding dengan anggaran, publik berhak curiga. Dan saat kecurigaan itu dijawab dengan bungkam, maka yang lahir bukan hanya kekecewaan, tapi juga kehilangan kepercayaan.

Baca Juga: Banjir Ciemas Lumpuhkan UMKM, Pelaku Usaha Geopark Ciletuh Sukabumi Bertahan di Tengah Krisis

Kasus ini harus menjadi alarm. Bukan hanya untuk Desa Cihamerang, tapi juga bagi seluruh desa di Indonesia yang setiap tahunnya mengelola dana ratusan juta hingga miliaran rupiah. Sudah saatnya pemerintah kabupaten dan aparat penegak hukum turun tangan. Audit harus dilakukan, bukan hanya untuk menindak, tapi juga untuk memulihkan martabat anggaran yang berasal dari rakyat.

Dan kepada para pemangku kepentingan di desa, ingatlah: membangun itu bukan soal mencetak laporan, tapi soal mengokohkan kepercayaan. Jika kepercayaan rakyat rusak, maka tak ada beton yang bisa memperbaikinya.

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini