Sekolah Swasta di Sukabumi Ungkap PAPS Salah Sasaran: Dinikmati Orang Mampu

Sukabumiupdate.com
Senin 14 Jul 2025, 16:00 WIB
Sekolah Swasta di Sukabumi Ungkap PAPS Salah Sasaran: Dinikmati Orang Mampu

Link Pengumuman Jalur PAPS SMKN Kota Sukabumi Sudah Tersedia! (Sumber: disdik jabar)

SUKABUMIUPDATE.com - Kebijakan 50 murid per rombongan belajar untuk SMA dan SMK Negeri di Jawa Barat kembali dikeluhkan oleh sekolah swasta. Banyak murid sekolah swasta di pelosok Sukabumi yang batal daftar karena lolos seleksi program PAPS (Pencegahan Anak Putus Sekolah) yang keluarkan oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi atau KDM ditengah masa SPMB (Sistem Penerimaan Murid Baru) tahun 2025.

Hal ini diungkap oleh pengelolah sejumlah sekolah swasta di wilayah Pajampangan, khususnya di Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi. Kebijakan KDM disebut membuat sekolah swasta kehilangan calon murid baru untuk tahun ajaran 2025/2026.

Alih-alih menyelamatkan anak putus sekolah karena keterbatasan ekonomi, kebijakan KDM tersebut malah dinikmati masyarakat ekonomi menengah ke atas atau orang mampu. Realisasi di lapangan, kebijakan PAPS malah meloloskan murid yang berasal dari keluarga mampu.

Baca Juga: Update Kasus Retret Sukabumi: Bangunan Diperbaiki, Berkas 8 Tersangka Sudah di Jaksa

Reni, Kepala SMK Al Muhajirin di Desa Cikangkung, menegaskan Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor: 463.1/Kep.323-Disdik/2025 membuat sekolah sekolah swasta terpukul dan mengancam keberlangsungan lembaga pendidikan.

“Tahun ini siswa baru hanya 25 orang. Padahal tahun lalu kami mendapatkan lebih dari 40 siswa. Penurunannya hampir 50 persen. Kami punya 22 tenaga pengajar dan staf, tentu ini berdampak langsung, terutama pada guru honorer yang gajinya saja berkisar Rp200 ribu hingga Rp300 ribu per bulan,” ujar Reni kepada Sukabumiupdate.com, Senin (14/7/2025).

Ia menambahkan, anggapan bahwa sekolah swasta itu mahal tidak berlaku di daerah pelosok seperti Ciracap. Menurutnya, SMK Al Muhajirin menetapkan SPP hanya Rp75 ribu, dan bahkan memberikan keringanan penuh bagi siswa dari keluarga tidak mampu.

Baca Juga: Pantau MPLS 2025: Bupati Sukabumi Cek Sekolah Rakyat di Cibadak

“Kami ingin anak-anak tetap bisa sekolah. Kebutuhan siswa seperti ujikom dan PKL juga dibantu melalui dana BOS,” jelasnya.

Kondisi serupa juga diungkapkan Cahya Hidayat, Wakasek Kesiswaan SMK Eka Nusa Putra di Desa Pangumbahan. Tahun ini, sekolahnya hanya mampu membuka satu rombel dengan 32 siswa, padahal sebelumnya mampu dua rombel.

“Awalnya yang daftar 45 orang, tapi karena kebijakan KDM, yang tadinya tidak lolos di sekolah negeri akhirnya ditarik kembali, walau siswa jaraknya jauh hingga 25 kilometer ke Surade. Paling nunggu siswa yang keluar dari sekolah negeri. Kami ini seperti pemulung siswa saja,"ungkap Cahya.

Baca Juga: Korupsi EDC BRI, KPK Ungkap Skema Pengadaan yang Menjerat 5 Tersangka

Sementara itu, Kepala Sekolah SMK Tirtayasa Ciracap, Mamah, yang berada di Desa Pasirpanjang, menyatakan kekecewaannya atas kebijakan ini. Ia menyebut kebijakan tersebut membuat sekolah swasta berada di ambang mati suri.

“Tahun ini yang mendaftar hanya 50 siswa, padahal dulu bisa mencapai 100. Padahal kami sudah menggratiskan SPP. Mohon kepada pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan ini,” tegasnya.

Hal yang lebih mengkhawatirkan datang dari SMK Tirta Umran. Kepala Sekolah Opan menyebut sekolahnya hanya mendapatkan lima siswa baru tahun ini.

Baca Juga: Operasi Patuh 2025: 14 - 27 Juli, Daftar Pelanggaran Lalu-lintas yang Bakal Ditindak

“Tahun lalu kami punya lebih dari satu rombel. Sekarang hanya lima siswa. Ironis, karena di daerah seperti ini,justru sekolah negeri jadi pilihan orang mampu. Mereka rela menempuh jarak jauh pakai sepeda motor, berarti mereka punya kemampuan ekonomi,” katanya.

"Sekolah swasta kini dihadapkan dengan kompetitor sekolah negeri, Sekolah Rakyat dan PKBM," tutupnya.

Para kepala sekolah berharap, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengevaluasi kembali kebijakan daya muat ini. Mereka khawatir jika dibiarkan, keberlangsungan pendidikan di sekolah swasta yang selama ini menjadi tumpuan masyarakat kurang mampu di pelosok akan terancam.

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini