Rombel Negeri Naik, Swasta Dilemahkan: 500 Guru Terancam Tanpa Ruang di Kota Sukabumi

Sukabumiupdate.com
Sabtu 05 Jul 2025, 20:25 WIB
Rombel Negeri Naik, Swasta Dilemahkan: 500 Guru Terancam Tanpa Ruang di Kota Sukabumi

Ilustrasi pelajar sekolah. | Foto: Pixabay

SUKABUMIUPDATE.com - Dunia pendidikan swasta di Kota Sukabumi menghadapi ancaman serius. Sebanyak 500 guru dari 25 sekolah swasta terancam kehilangan pekerjaan, menyusul kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menaikkan batas jumlah siswa dalam satu rombongan belajar atau rombel di sekolah negeri. Kebijakan ini dinilai bukan hanya mengabaikan keseimbangan ekosistem pendidikan, tetapi juga memperlebar jurang ketimpangan antara sekolah negeri dan swasta.

Aturan dalam Surat Keputusan Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025, secara khusus dalam bagian F nomor 4 poin C, menetapkan satuan pendidikan SMA dan SMK negeri dapat menerima hingga 50 murid per kelas. Angka ini mengacu pada hasil analisis luas ruang kelas, dengan dalih mengoptimalkan daya tampung tanpa melanggar ketentuan perundang-undangan. Namun, kebijakan tersebut memicu reaksi keras dari sekolah swasta yang merasa dilangkahi secara sistemik dan dilemahkan dengan perlahan.

Forum Komunikasi Kepala (FKK) SMK Swasta Kota Sukabumi menilai keputusan gubernur ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 47 Tahun 2023 yang secara tegas mengatur standar pengelolaan pendidikan, termasuk batas maksimal siswa per rombel di jenjang menengah.

Aturan nasional itu membatasi jumlah siswa per kelas maksimal 36 orang, kecuali dalam kondisi luar biasa seperti keterbatasan jumlah sekolah atau tenaga pendidik di wilayah tertentu. Dalam kondisi pengecualian, kenaikan hanya diperbolehkan hingga batas maksimal 39 persen, yakni 50 siswa per kelas.

“Mengenai kebijakan gubernur tentang per kelas dari 36 menjadi 50 orang, kami FKK SMK Swasta Kota Sukabumi tidak setuju untuk diterapkan dari tingkat menengah atas, baik SMA maupun SMK negeri," kata Ketua FKK SMK Swasta kota Sukabumi Budi Supriadi kepada sukabumiupdate.com pada Kamis (3/7/2025).

Baca Juga: 500 Guru Swasta di Sukabumi Terancam Dirumahkan, Dampak Kebijakan Rombel Negeri Jadi 50 Murid

Budi menilai Kota Sukabumi tidak termasuk dalam wilayah yang tergolong darurat pendidikan. Akses terhadap sekolah dan tenaga pendidik masih tersedia secara memadai. Maka, kebijakan yang membuka keran hingga 50 siswa per kelas justru dianggap memberangus keberadaan sekolah swasta. Ketika daya tampung sekolah negeri diperluas tanpa kendali, calon murid diperkirakan akan lebih memilih lembaga negeri yang tidak berbayar, meminggirkan sekolah swasta dari sistem pendidikan.

Dampaknya sudah bisa diprediksi. Sekolah swasta akan kekurangan murid, pendapatan menurun, dan dalam waktu dekat akan ada lembaga yang terpaksa menutup operasionalnya. Ancaman ini bukan sekadar administratif, tetapi menyentuh langsung nasib para guru swasta, baik yang sudah bersertifikasi maupun guru umum, serta tenaga administrasi yang selama ini menggantungkan hidup dari keberlangsungan lembaga tersebut. Jika ini terus berlanjut, sekitar 500 guru di 25 sekolah swasta berisiko kehilangan pekerjaan.

“Dampaknya adalah lembaga sekolah swasta lambat laun akan berkurang siswanya yang pada akhirnya sekolah akan ditutup. Akan terjadi penurunan kualitas pembelajaran dan mutu lulusan di sekolah negeri, maka jargon Jabar Istimewa tidak akan tercapai. Lalu persaingan yang tidak sehat dan seimbang antara sekolah negeri dan swasta akan semakin tajam, hingga guru umum maupun guru sertifikasi, staf TU, akan kehilangan pekerjaan dan penghasilan,” kata Budi.

Tidak hanya itu, kualitas pembelajaran di sekolah negeri juga dikhawatirkan menurun akibat beban rombel yang berlebihan. Dengan jumlah siswa mencapai 50 orang per kelas, efektivitas proses belajar-mengajar hampir pasti terganggu. Interaksi antara guru dan murid akan melemah, pendampingan akademik menjadi terbatas, dan hasil akhirnya bisa terlihat pada rendahnya kualitas lulusan. Jika hal ini menjadi pola baru dalam sistem pendidikan negeri, maka jargon Jabar Istimewa yang selama ini digaungkan berpotensi menjadi kontradiktif terhadap realita di lapangan.

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi telah merespons masalah ini dengan menyebut kebijakan tersebut bersifat sementara, karena Pemerintah Provinsi Jawa Barat tengah mengejar pembangunan 736 ruang kelas baru untuk SMA dan SMK negeri. Ia menargetkan kondisi 50 siswa per rombel hanya akan berlaku hingga Januari 2026. Bahkan pemerintah provinsi telah menyiapkan anggaran tambahan Rp 100 miliar untuk pembangunan ruang-ruang kelas baru tersebut.

Namun, janji jangka pendek itu belum cukup meredakan kecemasan sekolah swasta di Kota Sukabumi. Sebab dalam praktiknya, dominasi sekolah negeri tahun ini sudah begitu besar. Lima SMA negeri di kota ini mampu menampung 2.342 siswa dan empat SMK negeri bisa menerima 2.090 siswa. Total daya tampung negeri mencapai 4.432 kursi, sedangkan lulusan SMP di Kota Sukabumi tahun ini berjumlah 4.589 orang. Artinya, hanya sekitar 157 siswa yang kemungkinan besar akan tersebar ke sekolah swasta. Angka yang sangat tidak sebanding untuk menopang keberlanjutan 25 sekolah.

Masalah ini bukan sekadar hitung-hitungan kuota atau angka rombongan belajar. Ini adalah soal arah kebijakan pendidikan yang berkeadilan dan berkelanjutan. Sekolah swasta, yang selama ini menjadi mitra penting dalam pemerataan pendidikan, kini justru diposisikan dalam persaingan yang timpang. Alih-alih memperkuat kolaborasi antara negeri dan swasta, kebijakan ini menempatkan keduanya dalam kompetisi tidak sehat, di mana pihak swasta ditinggalkan tanpa perlindungan maupun insentif yang memadai.

Jika tak ada revisi atau pengaturan yang lebih proporsional, bukan tidak mungkin sistem pendidikan di Kota Sukabumi akan berubah secara drastis. Sekolah swasta melemah, guru-guru kehilangan pekerjaan, dan kualitas pendidikan negeri pun menurun akibat kelebihan beban. Maka, bukan hanya institusi yang runtuh, tetapi juga masa depan para peserta didik yang terdampak oleh kebijakan yang terlalu terburu-buru.

Berita Terkait
Berita Terkini