SUKABUMIUPDATE.com – Pemerintah Kabupaten Sukabumi menggelar rapat koordinasi (Rakor) lintas lembaga dan tokoh lintas agama pasca insiden perusakan rumah singgah di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kamis (3/7/2025). Rakor tersebut menghasilkan sejumlah kesepakatan menjaga stabilitas dan langkah-langkah pencegahan.
Rapat koordinasi ini dihadiri oleh berbagai pihak, antara lain Ketua DPRD Kabupaten Sukabumi, Kapolres Sukabumi, Kapolres Sukabumi Kota, Dandim 0622/Sukabumi, Dandim 0607/Kota Sukabumi, Kajari Kabupaten Sukabumi, Ketua Pengadilan Negeri Cibadak, Sekda Kabupaten Sukabumi, serta sejumlah kepala perangkat daerah dan tokoh lintas iman.
Turut hadir pula Kepala Kemenag, Ketua dan Sekretaris Umum MUI Kabupaten Sukabumi, FKUB, Forkopimcam Cidahu, para pimpinan pondok pesantren seperti KH. Useh Alwashy, KH. Encep dari Ponpes Assalam, Abuya KH. Abdullah Muchtar dari Ponpes Annidzhom, serta tokoh umat Kristen dan Katolik, seperti Pdt. David, Pdt. Bery, Pdt. Megiana, Romo Yono, hingga Sdr. Jimmy Ong dan Sdr. I Ketut Nata.
Bupati Sukabumi Asep Japar menyampaikan bahwa persoalan yang sempat menimbulkan ketegangan telah diselesaikan melalui pendekatan damai. "Jadi saya menyampaikan kepada semua jangan mudah terprovokasi. Sing nyaah ka Sukabumi, kita damai. Untuk masyarakat Sukabumi dan untuk Cidahu, sudah selesai, kita damai," tegas Asep Japar dalam konferensi pers.
Baca Juga: Anggota DPR Sukabumi Prihatin Insiden Cidahu, Apresiasi Langkah Pemerintah Jaga Keharmonisan
Asep Japar meminta media turut berperan menjaga stabilitas sosial. “Titip kepada semua media, tolong amankan Sukabumi, jangan terprovokasi karena situasi ini. Kita memohon dukungan dari seluruh media,” tambahnya.
Ia juga menyebut sejumlah langkah-langkah pencegahan telah dilakukan secara terpadu bersama kepolisian, TNI, dan pemerintah daerah. Terkait permohonan penangguhan penahanan tujuh orang tersangka perusakan, Asep Japar menyerahkan sepenuhnya kepada kepolisian. “Nah itu bukan ranah saya, nanti Pak Kapolres yang akan menjawab,” singkatnya.
Untuk ke depan, Asep Japar menekankan pentingnya menjaga kerukunan dan menyelesaikan persoalan dengan kepala dingin. “Yang jelas bahwa kita dari Sukabumi bahwa kita harus bersatu baik antarumat beragama. Mudah-mudahan kita rukun,” tuturnya.
“Iya, dari dulu sebetulnya aman. Sukabumi aman, damai, tentram. Saya mohon kepada media atau pun yang lainnya, ketika ada persoalan yang bisa diselesaikan jangan dibesar-besarkan, ya. Sing nyaah ka Kabupaten Sukabumi,” pungkasnya.
Baca Juga: Dalam Semalam, Maling Bobol 2 Sekolah Negeri di Gegerbitung Sukabumi
Sebelumnya, dalam kesempatan konferensi pers, Kementerian Hak Asasi Manusia menyampaikan bahwa terdapat usualan penangguhan penahanan kepada 7 tersangka kasus pembubaran paksa retret pelajar kristen di Cidahu Kabupaten Sukabumi.
Hal ini diungkap Thomas Harming Suwarta, Staf Khusus Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) dalam konferensi pers, Kamis (3/7/2025). Usulan ini diungkap sebagai sikap bersama dari rapat koordinasi (rakor) lintas lembaga dan tokoh lintas agama di Pendopo Sukabumi dan dihadiri oleh unsur Forkopimda serta para tokoh masyarakat dan keagamaan.
“Karena kita menangkap pesan yang sama untuk komitmen menjaga perdamaian dan persatuan, jadi saya pikir ini sesuatu yang sangat positif. Apa yang disampaikan Kapolres Sukabumi tadi terkait langkah-langkah penegakan hukum dari Kementerian Hak Asasi Manusia memang mendorong untuk dilakukan penangguhan penahanan kepada para tersangka. Tentu saja kita ada upaya penegakan hukum dilakukan secara profesional, proporsional dan berkeadilan,” ujarnya.
KemenHAM juga mendorong pencarian keadilan atas kasus ini dilakukan dengan upaya mediasi. “Jadi upaya mencari keadilan itu banyak upaya dan caranya termasuk Restorative Justice (RJ). Dilakukan mediasi dan kami siap, kementerian HAM jadi jaminan agar para 7 tersangka dilakukan penangguhan penahan. Akan sampaikan resmi kepada pihak kepolisian,” tegasnya.
Baca Juga: KemenHAM Jadi Penjamin Penangguhan Penahanan 7 Tersangka Kasus Cidahu Sukabumi
Ia juga menegaskan ada persepsi yang salah tentang perdebatan rumah ibadah, yang menjadikan pemicu insiden, muncul mispersepsi dan miskomunikasi di masyarakat.
“Jadi kalau kita ikuti tadi ada mispersepsi antara tempat ibadah dan rumah ibadah. Jadi saya pikir kita sama-sama tahu bahaya dari mispersepsi dan miskomunikasi ini di masyarakat. Hanya persoalan kata tempat ibadah dan rumah ibadah, bahkan dijelaskan oleh pak pendeta rumah pembinaan rohani jadi ini dua hal yang berbeda,” tuturnya.
Menurut Thomas, regulasi tempat ibadah sudah memiliki aturan tersendiri. “Jadi kita ikuti regulasi tempat ibadah sudah ada aturannya sendiri dan yang dikecualikan, kalau tadi kita bicarakan tidak diatur secara spesifik mengenai tempat ibadah atau tempat yang dipakai temporer dalam konteks pendampingan atau pembinaan,” pungkasnya.