SUKABUMIUPDATE.com – Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, mengaku mendapat kabar bahwa pemberian uang dalam acara resepsi pernikahan atau hajatan akan dikenakan pajak. Praktik memberi amplop kondangan untuk pengantin merupakan kebiasaan umum di masyarakat Indonesia.
Pernyataan itu disampaikan Mufti dalam rapat bersama Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (23/7/2025).
"Kami dengar dalam waktu dekat orang yang mendapat amplop di kondangan dan di hajatan akan dimintai pajak oleh pemerintah. Ini kan tragis,” kata Mufti seperti dikutip dari tempo.co, Kamis (24/7/2025).
Mufti menyampaikan isu tersebut saat menyoroti berkurangnya pemasukan negara setelah BUMN tidak lagi menyetor dividen langsung ke Kementerian Keuangan. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN, dividen dari BUMN kini disalurkan ke Danantara, bukan lagi masuk ke kas negara.
Baca Juga: Rumah Warga Baros Sukabumi Dibobol Maling, Korban Duga Pelaku Sama dengan di Kebonpedes
Menurut politisi PDI Perjuangan itu, kondisi tersebut memaksa pemerintah mencari sumber pemasukan baru.
"Kemudian maka lahirlah kebijakan-kebijakan yang membuat rakyat kita hari ini keringat dingin," ucapnya, menyinggung wacana pajak amplop kondangan.
Menanggapi isu tersebut, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan klarifikasi. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, Rosmauli, menegaskan tidak ada rencana untuk memajaki amplop kondangan seperti yang dibicarakan Mufti.
“Baik yang diterima secara langsung maupun melalui transfer digital,” kata Rosmauli saat dikonfirmasi pada hari yang sama.
Baca Juga: RSUD Syamsudin Sukabumi Jelaskan Kronologi Pasien Lansia Terjun dari Lantai 3: Alami Demensia
Ia menjelaskan, meskipun dalam aturan perpajakan setiap penambahan kemampuan ekonomi—termasuk hadiah atau pemberian uang—bisa dikenakan pajak, hal itu tidak serta merta berlaku untuk semua kondisi.
“Jika pemberian tersebut bersifat pribadi, tidak rutin, dan tidak terkait hubungan pekerjaan atau kegiatan usaha, maka tidak dikenakan pajak dan tidak menjadi prioritas pengawasan DJP,” tutur Rosmauli.
Rosmauli juga menegaskan bahwa sistem pajak di Indonesia menganut prinsip self-assessment. Artinya, setiap wajib pajak melaporkan sendiri penghasilannya tanpa pemungutan langsung oleh petugas.
“DJP tidak melakukan pemungutan langsung di acara hajatan dan tidak memiliki rencana untuk itu,” kata dia.
Sumber: Tempo.co