SUKABUMIUPDATE.com - Kebijakan penambahan rombongan belajar (rombel) menjadi 50 siswa per kelas dari semula 36 siswa ala Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi, dianggap akan merenggut hak guru dan murid dalam penerapannya.
Hal itu dikatakan oleh Dr Dian Purwanti, Pengamat Kebijakan Publik sekaligus Kepala Prodi Ilmu Administrasi Publik, UMMI. Menurutnya dampak dari kebijakan tersebut akan berpengaruh secara langsung kepada kinerja guru di sekolah negeri.
“Dalam perspektif Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, disebutkan bahwa guru adalah tenaga profesional yang berhak memperoleh lingkungan kerja yang layak dan mendukung proses pembelajaran,” ujar Dian kepada sukabumiupdate.com pada Rabu (30/7/2025).
Baca Juga: Potret Makan Bergizi Gratis di Pelosok Sukabumi, Naik Perahu Arungi Sungai Cikaso
Adapun persoalan yang akan dihadapi para guru, kata Dian, guru akan menghadapi tantangan besar dalam hal manajemen kelas, penilaian individu, dan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa.
“Kemampuan guru untuk menerapkan pembelajaran diferensiasi, asesmen formatif, dan pendekatan humanistik menjadi terhambat, yang akhirnya berdampak pada capaian belajar siswa. Selain itu tekanan pekerjaan yang tinggi dan keterbatasan dukungan bisa memicu burnout, stres kerja, dan penurunan motivasi mengajar,” kata dia.
Di sisi lain, Dian menganggap kebijakan tersebut juga akan menghambat perkembangan sekolah swasta. Dengan penambahan rombel, posisi sekolah swasta berada dalam posisi rentan.
Baca Juga: Vonis 2 Tahun, Arsitek Terdakwa Kasus Penipuan Renovasi Rumah Mewah di Sukabumi
“Dalam sistem pendidikan Indonesia, sekolah swasta berfungsi sebagai mitra pemerintah dalam menyediakan layanan pendidikan. Namun, kebijakan ini justru menempatkan mereka dalam posisi tersisih,” sebut Dian.
Selain itu, dampak langsung yang akan dihadapi sekolah swasta yakni akan kekurangan murid sehingga akan mengancam keberlangsungan sekolah swasta.
“Ketika sekolah negeri menampung lebih banyak siswa, sekolah swasta akan kekurangan murid baru. Ini mengancam keberlanjutan finansial mereka, terutama sekolah swasta yang tergolong menengah ke bawah,“ ucapnya.
Baca Juga: Mayat Bertato Batik Barong di Pantai Cimandala Sukabumi, Ditemukan Tanpa Pakaian
Berkurangnya siswa disebut juga berkurangnya pemasukan sekolah, yang akan berujung pada pengurangan jam mengajar atau bahkan PHK guru swasta, yang sebagian besar bukan ASN dan bergaji rendah.
“Ketimpangan semakin lebar antara sekolah negeri dan swasta, yang memperparah masalah ketidaksetaraan dalam akses dan kualitas pendidikan,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Dian menyimpulkan bahwa dengan menaikan jumlah siswa menjadi 50 orang per kelas tidak hanya beresiko menurunkan kualitas pembelajaran, terapi juga mengganggu keseimbangan ekosistem pendidikan khususnya terhadap guru dan sekolah swasta.
Baca Juga: Dikejar Pakai Motor, Pelajar Bacok Pelajar di Cikidang Sukabumi
“Kebijakan ini menciptakan tekanan struktural dan psikologis pada guru sekolah negeri, serta mengancam eksistensi sekolah swasta yang selama ini berkontribusi dalam memperluas akses pendidikan nasional. Pendekatan holistik dan dialog antar pemangku kepentingan sangat diperlukan agar kebijakan ini tidak menimbulkan kerugian jangka panjang dalam sistem pendidikan Jawa Barat,” pungkasnya.