SUKABUMIUPDATE.com - Dampak kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi terkait penambahan rombongan belajar menjadi 50 siswa per kelas dirasakan langsung sekolah swasta Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Ar-Rahmah di Sukaraja, Kabupaten Sukabumi. Dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026, SMK Ar-Rahmah hanya mendapatkan 10 siswa.
Kepala Sekolah SMK Ar-Rahmah, Ujang Ruswandi, mengungkapkan bagaimana sulitnya mencari calon siswa. Dimana sebelumnya dalam tahun ajaran baru selalu mendapatkan siswa yang mencukupi untuk satu rombongan belajar atau satu kelas.
“Sehingga akibat kebijakan tersebut sekolah swasta dalam hal ini sangat kesulitan untuk mendapatkan siswa, contohnya SMK Ar-Rahmah ini biasanya 27-30 siswa pendaftar, tapi untuk tahun ini hanya 10 orang pendaftar,” kata Ujang kepada sukabumiupdate.com, Rabu (16/7/2025).
Baca Juga: Jumlah Murid Baru Naik! SMA Swasta di Lengkong Sukabumi Dobrak Tren Dampak Aturan Rombel
“Yang kami rasakan khususnya sekolah swasta dan bukan sekolah kami saja, memang di SPMB tahun 2025/2026 ini penurunannya sangat drastis sekali bahkan banyak siswa yang lebih memilih untuk bersekolah ke sekolah negeri karena banyak sekali jalur penerimaannya sehingga membuka peluang sebesar-besarnya untuk calon siswa,” tambahnya.
Jika kondisi itu terus terjadi, kata Ujang, maka akan banyak guru yang terancam dirumahkan bahkan sekolah swasta terancam gulung tikar.
“Kondisi ini memang baru beberapa hari terjadi tapi saya juga mendengar banyak sekali sekolah yang tutup karena ketika hanya memiliki siswa kurang dari 10 orang akan sulit untuk menjalankannya, pahitnya akan tutup. Yang kedua akan banyak juga guru yang dirumahkan,” ucapnya.
Meski demikian, Ujang menilai kebijakan gubernur terkait penambahan rombel memiliki sisi baik dan buruknya. “Menurut saya kalau dari sisi lebihnya mungkin tujuan beliau bapak Gubernur itu bagus karena niatnya juga untuk memutus rantai siswa putus sekolah. Tapi yang disayangkan yaitu kondusifitas siswa di dalam kelas, karena di dalam dapodik juga sudah diatur bahwa satu kelas hanya untuk 36 siswa,” kata Ujang.
Baca Juga: Sekolah Swasta di Sukabumi Ungkap PAPS Salah Sasaran: Dinikmati Orang Mampu
“Sekarang menjadi 50 siswa per kelas, tentu dampaknya kondusifitas belajar siswa akan terganggu, kedua apakah guru akan mampu mengajar siswa dengan jumlah 50 orang dalam satu kelas,” imbuhnya.
Adapun dampak lainnya, kata dia, dengan penambahan siswa dalam satu rombongan belajar akan menguras calon siswa yang ada sehingga menimbulkan persaingan yang tidak sehat antara sekolah swasta dan sekolah negeri.
Mengingat hal tersebut, pihaknya berharap agar KDM dapat mendengarkan semua aspirasi dan keluh kesah Sekolah Swasta di Sukabumi.
“Harapan kami alangkah baiknya, beliau bapak Gubernur Jawa Barat untuk mengumpulkan terlebih dahulu semua sekolah swasta untuk menampung aspirasinya seperti apa, keluh kesahnya seperti apa, jangan hanya mendengarkan sebelah pihak saja atau menganggap sekolah swasta itu berbiaya tinggi, tapi coba lihat sekolah-sekolah swasta seperti kami ini,” harapnya.
Hal serupa juga dirasakan SMK Bhakti Kencana, sekolah swasta di Desa Mekarsari, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, mengalami penurunan jumlah siswa baru secara signifikan pada tahun ajaran baru 2025/2026. Sekolah yang berdiri sejak 2010 itu baru menerima sepuluh siswa baru hingga awal Juli 2025.
Kepala SMK Bhakti Kencana Amelia Windasari mengatakan kebijakan Dedi Mulyadi atau KDM sebenarnya baik untuk membuka akses pendidikan bagi siswa tidak mampu. Namun di sisi lain, imbasnya sangat dirasakan oleh sekolah swasta.
Situasi itu membuat jumlah siswa di SMK Bhakti Kencana menurun drastis. Dari kelas X hingga XII, total murid hanya sekitar 40 orang. Sementara jumlah tenaga pengajar dan staf mencapai 22 orang.
Baca Juga: 3.480 Guru Swasta Terancam PHK, FKK SMK Sukabumi Desak KDM Cabut Kebijakan Rombel
Amelia menyebut penurunan jumlah siswa sudah lebih dari 50 persen dibanding tahun lalu. Untuk menyesuaikan kondisi, pihak sekolah mengambil kebijakan pengurangan jam pelajaran, penyesuaian gaji guru, dan menghentikan kegiatan ekstrakurikuler.
Dampak lainnya adalah berkurangnya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) karena dana tersebut dihitung berdasarkan jumlah siswa.
Menurut Amelia tidak menutup kemungkinan bahwa jika kondisi ini terus berlangsung, sekolah bisa tutup. Ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut kurang adil bagi sekolah swasta. Ia juga mengungkapkan, motivasi guru mulai menurun akibat jumlah siswa yang sedikit.