SUKABUMIUPDATE.com - Berbagai penyakit dalam bisa berkembang akibat sejumlah faktor, mulai dari kebiasaan hidup yang tidak sehat, lingkungan yang kurang bersih, hingga paparan zat berbahaya. Selain itu, faktor keturunan juga berkontribusi besar, meski sering kali kurang mendapat perhatian.
Beberapa penyakit keturunan yang umum dikenal adalah asma, diabetes melitus, alergi, dan kanker. Namun, ada satu kondisi lain yang masih jarang diketahui, yaitu ataksia. Apa itu ataksia, dan bagaimana cara mengenalinya? Mari kita bahas lebih lanjut.
Apa Itu Ataksia?
Ataksia merupakan istilah untuk menggambarkan gangguan pada koordinasi gerakan tubuh yang disebabkan oleh kerusakan di bagian cerebellum atau otak kecil, yaitu pusat pengatur keseimbangan dan gerak tubuh. Kerusakan pada bagian ini bisa membuat penderitanya mengalami gangguan saat berjalan, berbicara, menelan, hingga melakukan gerakan sederhana dengan tangan.
Baca Juga: 10 Makanan yang Tidak Boleh Dikonsumsi Sebelum Tidur Agar Berat Badan Tetap Ideal
Salah satu jenis ataksia yaitu ataksia genetik, yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Mutasi gen yang diwariskan ini dapat menghasilkan protein abnormal, yang kemudian merusak sel-sel saraf di otak kecil serta sumsum tulang belakang. Seiring berjalannya waktu, kemampuan koordinasi tubuh pun akan terus memburuk dan bertahan hingga usia dewasa.
Ciri-Ciri dan Gejala Ataksia
Tanda-tanda ataksia bisa saja berbeda pada setiap individu, tergantung pada jenis dan juga penyebabnya. Ada yang mengalami gejala secara bertahap, sementara ada pula yang merasakannya memburuk dalam waktu singkat. Beberapa gejala umum yang dapat dirasakan muncul antara lain:
- Sulit mengontrol gerakan tubuh
- Bicara menjadi kurang jelas
Jalan terasa goyah atau tidak stabil - Sulit menelan makanan atau minuman
- Gerakan mata tidak terkoordinasi
- Tangan atau tubuh mengalami tremor
- Emosi yang tidak stabil
Kesulitan berkonsentrasi - Gangguan keseimbangan saat berdiri atau berjalan
Jika ataksia terjadi akibat cedera atau penyakit tertentu, seperti stroke, kemungkinan ada perbaikan gejala setelah menjalani terapi dan perawatan intensif.
Dapatkah Ataksia Dicegah?
Dalam kasus ataksia genetik, pencegahan belum dapat dilakukan karena penyebab utamanya adalah perubahan genetik yang bersifat bawaan. Saat ini, belum tersedia teknologi medis yang mampu memperbaiki mutasi gen ini.
Meski begitu, calon orang tua bisa menjalani pemeriksaan genetik untuk mengetahui risiko membawa gen penyebab ataksia. Tes ini berguna untuk merencanakan langkah-langkah pencegahan lebih awal terkait keturunan.
Baca Juga: Pelajar Jabar Dilarang Nongkrong di Atas Jam 8 Malam! Kebijakan Tegas KDM untuk Keamanan
Bagaimana Cara Mendiagnosis Ataksia?
Proses diagnosis ataksia dilakukan melalui beberapa tahap untuk memastikan penyebab serta menentukan langkah penanganannya. Beberapa pemeriksaan yang biasa dilakukan meliputi:
- Pemeriksaan riwayat medis dan fisik: Untuk mengevaluasi kemampuan berjalan, mendengar, melihat, serta memeriksa keseimbangan dan refleks.
- Pemeriksaan otak dengan CT scan atau MRI: Bertujuan untuk mendeteksi kerusakan ataupun kelainan pada struktur otak kecil.
- Pungsi lumbal: Mengambil cairan serebrospinal untuk mendeteksi adanya infeksi maupun gangguan lain pada sistem saraf pusat.
- Tes genetik: Bertujuan untuk mengetahui apakah ataksia disebabkan oleh kelainan genetik yang diturunkan atau bukan.
Tahapan ini penting untuk memastikan jenis ataksia yang dialami dan menyesuaikan strategi penanganannya.
Bagaimana Pilihan Penanganan untuk Penderita Ataksia?
Hingga saat ini, belum juga ditemukan metode pengobatan yang benar-benar bisa menyembuhkan ataksia, terutama pada jenis yang berkaitan dengan faktor genetik. Namun, sejumlah langkah terapi dapat membantu mengendalikan gejala dan menjaga kualitas hidup pasien, antara lain:
- Mengatasi penyebab yang mendasari: Jika ataksia disebabkan oleh infeksi atau efek samping obat, menangani penyebab tersebut bisa membantu memperbaiki kondisi.
- Penggunaan alat bantu: Untuk menunjang mobilitas, penderita mungkin memerlukan kursi roda, alat bantu jalan, atau perangkat serupa.
Terapi rehabilitatif:
- Fisioterapi: Membantu meningkatkan kekuatan otot dan keseimbangan tubuh.
- Terapi okupasi: Memberikan dukungan supaya pasien tetap mampu menjalankan aktivitas sehari-hari seperti makan, berpakaian, hingga bekerja.
- Terapi wicara: Membantu mengatasi gangguan bicara hingga kesulitan menelan.
Meskipun terapi tidak dapat menyembuhkan ataksia sepenuhnya, terapi yang dilakukan secara rutin mampu memperlambat perkembangan gejala dan meningkatkan kemandirian pasien dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Sumber: Cleveland Clinic