SUKABUMIUPDATE.com - Kabar duka datang dari Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi. Seorang balita bernama Raya meninggal dunia akibat infeksi cacing. Ironisnya, ia mengembuskan napas terakhir bahkan sebelum namanya sempat tercatat dalam administrasi kependudukan, sebuah potret tragis dari keterbatasan akses dan potret kerapuhan warga di tengah alam yang subur.
Peristiwa ini menjadi pengingat keras bahwa di balik hijaunya perbukitan Cianaga, ada persoalan mendesak yang tersembunyi.
Potensi Agraris yang Belum Menyejahterakan
Desa Cianaga terhampar di lahan seluas 1.926 hektar pada ketinggian 700–850 mdpl. Dengan curah hujan ideal (600–700 mm/tahun), tanahnya subur untuk pertanian padi, perkebunan teh, dan peternakan yang menjadi tumpuan hidup mayoritas warganya.
Namun, potret kependudukannya menunjukkan data yang perlu diverifikasi lebih lanjut. Terdapat inkonsistensi data jumlah penduduk: data internal desa per 2024 mencatat 3.458 jiwa, sementara data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) dalam "Kecamatan Kabandungan dalam Angka 2023" menunjukkan populasi Desa Cianaga mencapai 6.323 jiwa, terdiri dari 3.227 laki-laki dan 3.096 perempuan. Perbedaan signifikan ini memerlukan penelusuran lebih dalam oleh pihak terkait.
Baca Juga: Ketua DPRD Sukabumi Sebut Kasus Balita Meninggal karena Cacingan Alarm Keras bagi Pemda
Tantangan Akses Infrastruktur dan Kesehatan
Terletak sekitar 60 kilometer dari pusat pemerintahan Kabupaten Sukabumi di Pelabuhan Ratu, akses menuju Cianaga masih menjadi tantangan utama. Meskipun pada akhir 2023, perusahaan Star Energy Geothermal Salak, Ltd. telah menyalurkan bantuan CSR senilai lebih dari Rp100 juta untuk perbaikan jalan sepanjang 269 meter, kondisi infrastruktur secara umum masih menjadi pekerjaan rumah.
Keterbatasan paling krusial terasa di sektor kesehatan. Desa seluas ini hanya ditopang oleh:
- 1 Puskesmas Pembantu (Pustu)
- 7 Posyandu
- 1 Bidan Desa
Minimnya fasilitas ini membuat deteksi dini penyakit dan penanganan darurat menjadi sulit dijangkau oleh seluruh warga.
Kerapuhan di Balik Angka
Di balik potensi agrarisnya, data desa menunjukkan fakta yang mengkhawatirkan: sebanyak 925 Kepala Keluarga (KK) tergolong keluarga pra-sejahtera.
Angka ini bukan sekadar statistik; ia adalah representasi dari kerentanan ekonomi, risiko gizi buruk, dan minimnya jangkauan layanan dasar. Tragedi yang menimpa Raya adalah puncak gunung es dari kerapuhan sosial ini.
Masyarakat pasti bersyukur atas pembangunan infrastruktur, tapi pembangunan sumber daya manusia jauh lebih mendesak. Anak-anak mereka butuh gizi dan layanan kesehatan yang lebih baik.
Baca Juga: Kadinkes Sukabumi Akan Sanksi Tegas Puskesmas, Kasus Balita Meninggal Akibat Cacingan
Sebuah Pengingat Keras
Kisah Cianaga adalah paradoks antara harapan dan kenyataan. Alamnya subur dan investasi (melalui CSR) telah masuk, namun belum sepenuhnya menyentuh akar persoalan: kualitas hidup warganya.
Kematian Raya menjadi pengingat keras bahwa tolok ukur keberhasilan pembangunan bukanlah sekadar kilometer jalan yang diperbaiki atau luasnya lahan produktif, melainkan terjaminnya hak setiap anak untuk tumbuh sehat, tercatat secara administrasi, dan memiliki masa depan yang sejahtera.
Penulis : Danang Hamid