Camat Jelaskan Masalah Administrasi, Kasus Balita Sukabumi Meninggal karena Penyakit Cacingan

Sukabumiupdate.com
Selasa 19 Agu 2025, 16:18 WIB
Camat Jelaskan Masalah Administrasi, Kasus Balita Sukabumi Meninggal karena Penyakit Cacingan

Rumah Raya (3 tahun) di Kampung Padangenyang RT 06/03 Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi. | Foto: Istimewa

SUKABUMIUPDATE.com - Pemerintah menjelaskan kronologi penanganan administrasi kependudukan hingga pendampingan terhadap keluarga Raya (3 tahun), balita yang meninggal terkena penyakit cacingan. Raya beralamat di Kampung Padangenyang RT 06/03 Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi.

Pelaksana tugas (Plt) Camat Kabandungan Budi Andriana mengungkapkan pihaknya pertama kali mendapatkan informasi ini pada 15 Juli 2025 dari Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK). Ia kemudian langsung memerintahkan TKSK bersama Kepala Desa Cianaga untuk menelusuri kebenaran identitas Raya dan keluarganya.

“Kalau memang benar tidak punya administrasi kependudukan dan jaminan perlindungan sosial, silakan ajukan,” kata Budi kepada sukabumiupdate.com pada Selasa (19/8/2025).

Menurut Budi, dari penelusuran ditemukan bahwa ayah Raya awalnya dikenal dengan nama Udin, meski sebenarnya bernama asli Rizaludin (32 tahun). “Ayahnya mengaku Udin, padahal punya KTP atas nama Rizal. Setelah dicek dan ditanyakan ke kakaknya, nama aslinya Rizaludin dan istrinya bernama Endah (38 tahun),” jelasnya.

Baca Juga: Dari Kolong Rumah ke Liang Lahad: Tragedi Raya, Balita Sukabumi yang Meninggal karena Penyakit Cacing

Pihak kecamatan lalu berkoordinasi dengan Disdukcapil Kabupaten Sukabumi untuk melengkapi dokumen kependudukan. Proses perekaman dilakukan pada 21 Juli 2025 dan sehari kemudian kartu keluarga diterbitkan. “Waktu itu kami berupaya untuk mengurus BPJS KIS, namun sorenya kami mendapat kabar Raya meninggal,” ujar Budi.

Budi memastikan pemerintah hadir, termasuk takziah ke rumah duka. Ia menegaskan pihak keluarga Raya bukan tidak diperhatikan, melainkan menghadapi kendala pola asuh karena keterbatasan mental orang tua. “Ayahnya kadang normal, kadang terganggu. Kakak Raya juga pernah kedapatan memakan talas mentah. Pola asuh ini memengaruhi,” ungkapnya.

Kabar soal Raya viral setelah diunggah akun Instagram lembaga sosial Rumah Teduh pada pertengahan Agustus 2025. Berdasarkan keterangan narator dan video yang ditampilkan, tubuh mungil Raya dipenuhi cacing gelang. Rekaman CT scan juga memperlihatkan serangan parasit yang menjalar di dalam dirinya sehingga lemas.

Baca Juga: Balita Sukabumi Meninggal karena Cacingan, KDM Pertimbangkan Sanksi untuk Pemerintah Desa

Raya lahir dari keluarga dengan pengasuhan penuh catatan. Ibu dan ayahnya mengalami gangguan mental, membuat perhatian terhadap tumbuh kembangnya terabaikan sejak dini. Di kolong rumah panggung dengan tanah bercampur ayam dan kotoran, ia bermain tanpa perlindungan. Pada 13 Juli 2025, Raya dievakuasi Rumah Teduh ke rumah sakit.

Namun saat itu dokumen kependudukan Raya belum jelas dan tidak memiliki jaminan kesehatan. Rumah sakit memberi waktu tiga kali dua puluh empat jam untuk pengurusan dokumen. Tetapi hingga batas akhir, dokumen tak kunjung selesai. Perawatan pun berubah menjadi beban keuangan. Pada 22 Juli, Raya meninggal dunia.

Budi mengungkapkan keluarga Raya mendapatkan perhatian pemerintah seperti program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) melalui posyandu. “Malah ada dokumentasi saat pemberian PMT. Jadi tidak benar kalau tidak pernah ke posyandu,” kata dia yang mengaku tidak menyaksikan langsung kondisi Raya mengeluarkan cacing keluar dari hidung, mulut, dan anus, seperti yang terekam dalam video Rumah Teduh.

Budi kemudian menyinggung soal rumah keluarga Raya yang disebut tidak layak huni. Menurutnya, rumah itu telah direnovasi dengan swadaya masyarakat. “Dulu memang biliknya sudah bolong, tapi sudah direnovasi bersama warga,” tuturnya.

Budi menegaskan pemerintah kecamatan bersama pihak desa sudah melakukan berbagai upaya, baik dari sisi administrasi kependudukan, perlindungan sosial, maupun pendampingan keluarga. “Intinya pemerintah hadir, tapi kondisi keluarga yang memang serba terbatas membuat pola pengasuhan anak kurang maksimal,” kata dia.

Berita Terkait
Berita Terkini