SUKABUMIUPDATE.com – Tim dokter RSUD R Syamsudin SH, Kota Sukabumi, membeberkan fakta medis di balik meninggalnya Raya (3 tahun), balita perempuan asal Kampung Padangenyang, Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi. Sebelum meninggal pada 22 Juli 2025, tubuh Raya ternyata sudah dipenuhi cacing gelang (Ascaris lumbricoides).
Raya pertama kali dibawa ke rumah sakit pada 13 Juli 2025 sekitar pukul 20.00 WIB dalam kondisi tidak sadarkan diri. Menurut penuturan keluarganya, Raya sebelumnya mengalami demam, batuk, pilek, serta tengah menjalani pengobatan tuberkulosis (TB).
“Dugaan awal penyebab tidak sadarnya karena meningitis TB, komplikasi dari TB paru. Tapi setelah diobservasi sekian lama di IGD, dari hidung pasien keluar cacing gelang dewasa. Sejak itu, kita menduga berarti kemungkinan tidak sadarnya ada dua, antara ada faktor resiko tertular dari TBC nya, ada juga faktor karena infeksi cacingnya,” jelas dr Irfan Nugraha, Ketua Tim Penanganan RSUD R Syamsudin SH, Selasa (19/8/2025).
Sejak awal perawatan, kondisi Raya terus memburuk. Selain tidak sadar, tanda vitalnya tidak stabil. Ia sempat dirawat intensif di ruang PICU setelah konsultasi dengan dokter spesialis anak.
Baca Juga: Ketua DPRD Sukabumi Sebut Kasus Balita Meninggal karena Cacingan Alarm Keras bagi Pemda
Menurut Irfan, cacing gelang yang bersarang di tubuh Raya kemungkinan sudah lama berkembang. Jenis cacing ini biasanya hidup di tanah, lalu masuk ke tubuh manusia melalui telur yang terbawa makanan atau lingkungan yang terkontaminasi.
"Infeksi bisa terjadi ketika telur cacing tertelan, baik melalui makanan, minuman, maupun tangan yang kotor. Telur akan menetas di usus, lalu berkembang jadi larva yang bisa menyebar lewat aliran darah ke organ-organ, bahkan otak. Itu sebabnya pasien bisa tidak sadar," ujar Irfan.
“Untuk kondisi Raya itu cacingnya sudah besar-besar, ini mestinya ketahuan sebelumnya dan sempat dibawa untuk berobat. Untuk tipe cacingnya sendiri itu cacing gelang dan habitatnya di tanah,” tambahnya.
Lebih lanjut Irfan memastikan sarang cacing itu berada di usus pasien. Kondisi pasien yang tak sadar membuat cacing leluasa bergerak.
"Tapi di lain sisi, yang sering kita temukan di paru makanya kenapa cacing bisa keluar lewat saluran nafas kita. Jadi dia merambat naik ke saluran atas ke hidung atau mulut. Kalau kondisi tidak sadar kan cacing dengan leluasa bisa bergerak kemana-mana termasuk ke BAB nya juga, karena banyak sekali cacingnya. Sudah dipastikan sarang utamanya ada di usus," tuturnya.
Meski infeksi cacing kerap ditemukan, kasus parah seperti yang dialami Raya sangat jarang hingga berujung kematian. Apalagi, pasien juga diduga mengalami komplikasi lain, yakni tuberkulosis meningitis, mengingat orang tua Raya sedang dalam pengobatan TB paru.
"Jadi kemungkinan penyebabnya kombinasi antara infeksi cacing dan TB," ujar Irfan.
Baca Juga: Kadinkes Sukabumi Akan Sanksi Tegas Puskesmas, Kasus Balita Meninggal Akibat Cacingan
Sayangnya, upaya medis tak mampu menyelamatkan nyawa Raya. Kondisinya yang sudah kritis sejak awal membuat obat cacing tak bekerja optimal.
"Raya dibawa ke rumah sakit dalam kondisi terminal. Kalau penilaian saya pribadi sudah amat sangat terlambat dibawa ke rumah sakit. Obat yang kita berikan tidak bisa seefektif itu. Pada akhirnya, Raya meninggal dunia pada 22 Juli 2025 pukul 14.24 WIB," kata Irfan.
Selain aspek medis, Irfan juga membeberkan kendala administratif yang dihadapi keluarga pasien.
“Yang saya ketahui, Raya tidak punya identitas kependudukan seperti kartu keluarga, sehingga BPJS tidak bisa digunakan. Mengurusnya harus dari nol sekali, jadi sulit. Akhirnya biaya pengobatan ditanggung oleh Rumah Teduh secara langsung,” ungkapnya.
Pihak rumah sakit, tambah Irfan, juga sudah memberikan keringanan biaya. “Nominalnya tidak bisa saya sebutkan karena itu menyangkut bagian keuangan, tapi yang jelas penagihannya sudah diselesaikan,” tandasnya.