SUKABUMIUPDATE.com - Tragedi Raya (3 tahun) bukan sekadar cerita sedih, tetapi refleksi nyata bahwa angka dan data profil desa memiliki wajah manusia. Di satu sisi, Cianaga Kabupaten Sukabumi menyimpan potensi agraris yang menjanjikan, dikelilingi sumber daya alam, bahkan disentuh program CSR dari perusahaan energi besar. Namun di sisi lain, warganya masih menghadapi kesenjangan: jalan rusak, layanan kesehatan minim, dan tingginya keluarga pra-sejahtera.
Mungkin Anda akan bertanya, koq bisa? Pertanyaannya sangat tepat dan menyentuh inti masalah. Sangat wajar merasa tidak percaya bahwa di zaman sekarang, seorang anak bisa meninggal karena cacingan, penyakit yang sering dianggap sepele.
Kenyataannya, cacingan biasa bisa berubah menjadi kondisi akut dan fatal jika beberapa faktor ekstrem terjadi secara bersamaan. Ini bukanlah kejadian tiba-tiba, melainkan puncak dari masalah yang menumpuk. WHO mengatakan, lebih dari 1.5 miliar orang terinfeksi global. Cacingan menyebabkan anemia, malnutrisi, stunting, dan gangguan kognitif.
“Prevalensi di daerah endemis bisa mencapai 20-60%. Pencegahan cacingan adalah bagian dari program penurunan stunting,” kata Kementerian Kesehatan RI.
Baca Juga: Fakta Medis Kasus Raya, Balita Sukabumi Meninggal karena Infeksi Cacing dan TB
Dan, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengungkap cacingan adalah pencuri gizi yang bisa memicu stunting untuk itu IDAI merekomendasikan pemberian obat cacing rutin setiap 6 bulan.
Mari kita bedah bagaimana proses mengerikan ini bisa terjadi, dari cacingan biasa menjadi kondisi yang merenggut nyawa, berdasarkan penelusuran Sukabumiupdate.com ke berbagai sumber, seperti ini penjelasannya:
Bagaimana cacingan biasa bisa menjadi fatal?
Kematian tidak disebabkan oleh satu atau dua ekor cacing, tetapi oleh kondisi yang disebut infestasi cacing berat (heavy worm burden), di mana ratusan atau bahkan ribuan cacing hidup di dalam tubuh anak. Kondisi ini memicu serangkaian komplikasi medis yang mematikan.
Berikut adalah tiga skenario utama bagaimana infestasi cacing berat dapat membunuh seorang anak:
1. Malnutrisi akut dan anemia berat (kekurangan darah parah)
Pencurian nutrisi: Cacing, terutama cacing gelang (Ascaris lumbricoides), hidup dengan menyerap nutrisi dari makanan yang masuk ke usus. Pada infestasi berat, cacing-cacing ini "mencuri" sebagian besar gizi (karbohidrat, protein, vitamin A, zat besi) sebelum tubuh anak sempat menyerapnya.
Kehilangan darah kronis: Jenis cacing lain seperti cacing tambang (Ancylostoma duodenale) menancapkan diri di dinding usus dan mengisap darah secara terus-menerus. Jika jumlahnya ratusan, anak bisa kehilangan banyak darah setiap hari.
Dampaknya: Anak akan mengalami malnutrisi energi-protein akut dan anemia berat. Tubuhnya menjadi sangat kurus dan lemah, sistem kekebalan tubuhnya runtuh, dan jantungnya harus bekerja ekstra keras untuk memompa sisa darah yang rendah oksigen. Pada titik ini, jantung bisa mengalami kegagalan (gagal jantung) dan berujung pada kematian.
Baca Juga: Ketua DPRD Sukabumi Sebut Kasus Balita Meninggal karena Cacingan Alarm Keras bagi Pemda
2. Obstruksi usus (penyumbatan saluran pencernaan)
Gumpalan Cacing: Cacing gelang dewasa bisa memiliki panjang 20-35 cm. Ketika jumlahnya sangat banyak (ratusan), mereka bisa saling melilit dan membentuk gumpalan padat seperti bola benang di dalam usus halus.
Usus tersumbat total: Gumpalan ini menyumbat usus sepenuhnya, sehingga makanan, cairan, dan gas tidak bisa lewat. Ini menyebabkan perut kembung luar biasa, muntah hebat, dan rasa sakit yang tak tertahankan.
Usus pecah (perforasi): Jika tidak segera dioperasi, tekanan di dalam usus akan membuatnya robek atau pecah (perforasi). Isinya yang penuh bakteri akan tumpah ke rongga perut, menyebabkan infeksi seluruh tubuh yang mematikan yang disebut sepsis. Ini adalah kondisi darurat medis dengan tingkat kematian yang sangat tinggi.
3. Migrasi cacing ke organ vital
Dalam kondisi usus yang sudah terlalu penuh, cacing dapat "bermigrasi" atau berpindah ke organ lain, menyebabkan kerusakan fatal:
Ke saluran empedu dan hati: Cacing bisa masuk ke saluran empedu, menyumbatnya, dan menyebabkan infeksi hebat pada hati dan kantung empedu.
Ke paru-paru: Larva cacing bisa masuk ke aliran darah dan sampai ke paru-paru, menyebabkan radang paru-paru (pneumonia) yang parah.
Keluar dari mulut atau hidung: Pada kasus yang paling ekstrem, cacing bisa naik dari usus ke lambung lalu ke kerongkongan, dan keluar melalui mulut atau hidung saat anak batuk atau muntah.
Baca Juga: IDAI Sebut Keparahan Picu Kematian: Ironi Balita Sukabumi yang Meninggal karena Cacingan
Mengapa Ini Terjadi pada Raya di Cianaga?
Kondisi medis di atas tidak terjadi dalam ruang hampa. Tragedi ini adalah hasil dari kombinasi faktor sosial-ekonomi yang disebutkan dalam artikel:
Kemiskinan dan kurang gizi awal: Anak dari keluarga pra-sejahtera (disebut ada 925 KK) kemungkinan besar sudah mengalami kurang gizi bahkan sebelum terinfeksi cacing. Tubuh yang lemah menjadi "rumah" yang sempurna bagi cacing untuk berkembang biak tanpa perlawanan.
Sanitasi Buruk: Cacingan menyebar melalui tanah yang terkontaminasi tinja manusia. Anak-anak yang bermain tanpa alas kaki atau minum air yang tidak bersih sangat rentan tertular telur cacing.
Keterbatasan akses kesehatan: Dengan hanya ada 1 Pustu dan jarak 60 km ke pusat kabupaten, kemungkinan besar gejala awal tidak tertangani. Ketika kondisinya sudah parah (misalnya perut sangat buncit, anak sangat lemas), perjalanan dan biaya untuk mencapai rumah sakit mungkin sudah menjadi penghalang yang tidak dapat diatasi.
Edukasi yang rendah: Cacingan sering dianggap wajar dan diobati seadanya. Orang tua mungkin tidak menyadari tanda-tanda bahaya dari infestasi berat sampai semuanya terlambat.
Jadi, kematian akibat cacingan akut bukanlah sekadar "penyakit", melainkan cermin dari masalah yang jauh lebih dalam: kemiskinan, ketidaksetaraan akses kesehatan, dan sanitasi yang terabaikan. Tragedi ini adalah sebuah kegagalan sistemik yang bisa dicegah.
Penulis: Danang Hamid