SUKABUMIUPDATE.com - Budaya Sunda memiliki akar sejarah yang panjang dan kaya akan tradisi yang terus diwariskan dari generasi ke generasi. Meski zaman semakin modern, masyarakat Sunda tetap mempertahankan nilai-nilai leluhur melalui berbagai upacara adat, ritual syukur, hingga perayaan budaya. Inilah tujuh tradisi Sunda yang unik dan masih dilakukan hingga sekarang, terutama di berbagai wilayah Jawa Barat.
1. Seren Taun, Upacara Syukur Panen
Seren Taun merupakan salah satu tradisi terbesar dalam budaya Sunda, terutama di komunitas adat seperti Kasepuhan Ciptagelar dan Cigugur Kuningan. Ritual ini digelar setiap tahun sebagai bentuk ungkapan syukur atas panen padi sekaligus permohonan berkah untuk musim tanam berikutnya. Prosesi utamanya adalah membawa padi hasil panen ke leuit (lumbung padi tradisional). Tradisi ini juga dimeriahkan dengan tarian, musik tradisional, doa adat, dan berbagai pertunjukan seni. Seren Taun menjadi simbol harmoni antara manusia dan alam, serta penghormatan pada Nyi Pohaci Sanghyang Asri, dewi padi dalam kepercayaan Sunda.
Baca Juga: Angklung sampai Jaipong: 8 Kesenian Sunda yang Pesonanya Mendunia
2. Tingkeban, Upacara Selamatan Kehamilan
Tingkeban merupakan ritual yang dilakukan saat ibu hamil memasuki usia tujuh bulan. Dalam budaya Sunda, upacara ini diisi dengan prosesi mandi air kembang tujuh rupa, pemecahan kendi sebagai simbol kelahiran, dan doa bersama keluarga. Tujuannya adalah memohon perlindungan bagi ibu dan bayi agar proses persalinan nantinya berjalan lancar. Hingga kini tradisi tingkeban masih dilakukan, baik dalam bentuk adat lengkap maupun versi sederhana yang disesuaikan dengan kehidupan masyarakat modern.
3. Nenjrag Bumi, Ritual Anak Menginjak Tanah
Ketika seorang bayi sudah mulai berdiri dan siap belajar berjalan, masyarakat Sunda mengadakan upacara nenjrag bumi sebagai simbol perkenalan sang anak dengan bumi tempat ia berpijak. Upacara ini dilakukan di halaman rumah dengan iringan doa dan acara makan bersama keluarga. Maknanya adalah agar anak tumbuh kuat, berani, dan selalu berpijak pada nilai-nilai kehidupan yang baik. Meskipun sederhana, nenjrag bumi masih dilakukan hingga hari ini di berbagai daerah pedesaan dan keluarga Sunda yang memegang adat.
4. Ngaruwat Bumi, Ritual Pembersihan dan Syukur Desa
Ngaruwat Bumi atau biasa disebut ruwatan bumi adalah upacara adat yang bertujuan membersihkan lingkungan dari mara bahaya dan mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan. Tradisi ini melibatkan doa bersama, kenduri, sesajen simbolis, dan pertunjukan seni seperti wayang golek. Banyak desa di Jawa Barat, terutama daerah agraris, masih melaksanakan tradisi ini setiap tahun sebagai bentuk kebersamaan dan rasa terima kasih atas hasil bumi.
Baca Juga: 15 Contoh Sisindiran Sunda Lucu yang Bikin Ngakak dan Kena di Hati
5. Sisingaan, Arak-arakan Khitanan
Sisingaan adalah pertunjukan adat khas Subang dan sekitarnya. Dalam prosesi khitanan, anak yang dikhitan akan dinaikkan ke boneka singa raksasa yang dibawa oleh para penari. Mereka menari sambil mengarak anak keliling kampung dengan iringan musik tradisional. Sisingaan melambangkan keberanian dan transisi anak menuju kedewasaan. Hingga kini tradisi ini masih menjadi pilihan utama dalam perayaan khitanan di masyarakat Sunda.
6. Rebo Wekasan, Doa Penolak Bala
Rebo Wekasan adalah tradisi ritual doa yang dilaksanakan pada Rabu terakhir di bulan Safar dalam kalender Hijriah. Masyarakat Sunda berkumpul di masjid atau rumah-rumah untuk membaca doa keselamatan, mengaji, dan membagikan makanan. Tradisi ini dipercaya membawa keberkahan dan ketenangan bagi masyarakat.
7. Labuh Saji, Syukur Nelayan kepada Laut
Di wilayah pesisir Sunda seperti Palabuhanratu, nelayan masih rutin mengadakan Labuh Saji, yaitu ritual tahunan yang dipersembahkan kepada laut sebagai bentuk syukur atas rezeki ikan. Mereka melepaskan sesaji ke laut, mengadakan kirab budaya, dan menampilkan seni tradisional. Tradisi ini mengajarkan pentingnya menghormati alam dan menjaga keseimbangan dalam kehidupan.
Melalui tradisi-tradisi ini, masyarakat Sunda tidak hanya menjaga kebudayaan leluhur, tetapi juga memperkuat identitas dan nilai kebersamaan. Warisan budaya yang tetap hidup ini menjadi bukti bahwa tradisi tidak pernah benar-benar hilang ia hanya bertransformasi dan tetap relevan bagi generasi penerus.
Baca Juga: 35 Peribahasa Sunda tentang Kehidupan: Ka Cai Jadi Saleuwi, Ka Darat Jadi Salogak!
Sumber: Wikipedia dan sumber lainnya




