Oleh : Syamsul Ma’arif, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Insan Cita Indonesia
Film yang mengisahkan seorang matchmaker atau makcomblang bernama Lucy Mason, tengah mencapai hampir puncak kariernya dalam menjodohkan orang-orang kesepian di kota New York. Di tengah satu perayaan kliennya, Lucy bertemu dengan pria bernama Hary Castillo, pria dengan reputasi sempurna yang memiliki kualifikasi sangat tinggi di industrinya. Bahkan, ia dijuluki sebagai “spek unicorn” dengan kategori seperti tinggi badan, pendapatan, pendidikan, penampilan, dan kekayaan yang hampir semua ia miliki.
Namun, pada saat yang sama, wanita itu kembali bertemu dengan mantannya yang penuh masa lalu, bernama John Pits, dan pertemuan ini mereka sekaligus mempertemukan mereka bertiga. Lantas, akankah kisah Lucy menjadi persoalan cinta segitiga yang ringan dan mengalir, atau persoalan lain yang membutuhkan banyak pertimbangan? Seperti hubungan yang menuntut standar ekonomi dan sosial, atau malah sebaliknya?
Jujur, ketika saya mengikuti kisah Lucy, awalnya saya mengira ini akan menjadi kisah yang tidak terlalu rumit, seperti persoalan cinta segitiga antara Lucy, si kaya Hary, dan mantannya John serta kebuntuan dalam memilih. Akan tetapi, bilik-bilik adegan, dialog, serta konflik di dalamnya mendobrak anggapan itu. Film ini bahkan mengikis habis apa yang menjadi kegelisahan antara wanita dan pria abad ini melalui makcomblang sebagai kontrasnya.
Bagaimana tidak, Lucy yang sangat berhati-hati dalam mencomblangkan kliennya dan penuh dedikasi tinggi, malah terpana oleh satu spek unicorn seperti Hary, dengan mengencani pria itu. Bukan tanpa alasan hal ini karena Hary sendiri yang memilih Lucy sebagai seseorang yang ingin ia dekati dan melihatnya dengan sudut pandang yang luas.
Dan agar tidak terlalu rumit, penulis akan mengklasifikasikannya melalui tiga puncak konflik Lucy sebagai titik balik atau inti kisah Lucy: Pertama, saat bersama Hary si kaya; kedua, saat bersama John si miskin, dan ketiga; pekerjaan Lucy bersama kliennya.
Pertama, Lucy bersama Hary si kaya
Awal pertemuan mereka sederhana. Secara kebetulan, Lucy dan Hary satu meja. Lantaran Hary seorang lelaki, ia mulai mengaktifkan instingnya dengan memulai percakapan lebih dulu. Motif awal Hary sejatinya ingin menjadi klien seperti yang lain, namun tatapan demi tatapan tercipta serta obrolan demi obrolan mencapai chemistry bak pasangan dewasa yang ideal. Hingga satu ketika, perasaan itu nampaknya diperlihatkan oleh Hary si kaya dengan hampir mengakumulasi kencan demi kencan, hingga pada momentumnya ia mengungkapkan cintanya. Dan perasaan itu ia sampaikan dengan elegan.
Hal ini menjadi penanda bagi Lucy, yang tadinya mengatur dan mencocokkan kliennya dengan cinta yang bahkan sudah hampir menjadi sistem mekanis yang logis bagi Lucy, justru memaksanya keluar dari algoritmanya.
Namun, yang menjadi menohok di sini adalah bagaimana logika seorang Lucy saat menerima cinta Hary si kaya. Dalam salah satu dialognya, Lucy berkata:
“Aku tidak tahu apakah aku menyukaimu, atau menyukai tempat-tempat yang kau bawa aku?”
Dan Hary si kaya menjawab:
“Kau menyukaiku? Kapan itu terjadi?”
“Kurasa saat aku melihat cara kau bayar tagihan,” jawab Lucy.
Lantas, Hary si kaya mengakui bahwa dirinya memang mampu membayar tagihan itu, jadi mengapa harus takut? Kemudian Lucy bertanya, apakah Hary berinvestasi banyak padanya? Hary hanya menjawab bahwa dirinya hanya ingin kencan yang romantis. Lalu obrolan mereka bernas tinggi, dengan Lucy kembali bertanya,
“Apakah mahalnya makanan membuat kencan jadi romantis?”
“Bukankah memang begitu?”
Lucy kembali terdiam.
Dalam dialog yang penuh kedewasaan dan penuh “matematika” ini, kita ditampilkan bahwa Lucy tengah menemukan keberuntungannya karena Hary si kaya adalah yang paling mustahil didapat sejauh ia berkarier di dunia percomblangan. Penawaran Hary sesungguhnya sederhana: ia mengajak Lucy untuk menjadi mitra panti jompo kelak nanti.
Akan tetapi, Lucy menjelaskan tentang dirinya bahwa ia hanya wanita biasa, terlahir miskin, bahkan satu tahun hampir lepas masa subur. Ia menyimpulkan bahwa jika Hary si kaya ingin berinvestasi padanya, maka perhitungannya sangat tidak rasional.
Namun, Hary si kaya nan mapan ini justru menghitung dengan berbeda. Ia menyatakan bahwa ia tidak ingin kencan dengannya karena aset materialnya walaupun Lucy sempat meremehkan dirinya. Hary menganggap bahwa Lucy menghitung dirinya dengan selisih yang perbedaannya kecil, dan material aset itu justru murah dan tidak bertahan lama.
Hary ingin bersama Lucy bukan karena aset terwujud yang dimiliki Lucy, seperti yang telah dijelaskan oleh Lucy terkait perhitungan yang tidak masuk akal tadi. Tetapi, Hary menyatakan bahwa ia ingin bersama Lucy karena aset tidak terwujudnya Lucy, dimana itu merupakan investasi yang bagus.
Dan momen saling confess itu pun ditutup oleh Lucy dengan mengatakan bahwa ia menyukai Hary bukan karena kaya, tetapi karena Hary membuat Lucy valuable.
Baca Juga: Solo Slash dan Piano Axl Jadi Senjata Bullying Musik Paling Manis di Lagu "November Rain"
Kedua, Lucy bersama John si miskin (mantannya)
Karena titik balik kisah Lucy adalah ketika pertemuan antara mereka bertiga secara sekaligus, maka Lucy dan John, mantannya, bertemu dalam momen yang sama saat bertemu Hary. Karakter John adalah pria yang punya garis tangan buruk; umurnya mencapai kepala tiga, dan ia masih memburu mimpinya di dunia peran sembari mengisi perutnya dengan bekerja sebagai pelayan di sebuah katering.
Tetapi yang menarik adalah Lucy benar-benar memiliki kenangan indah bersamanya. Mereka benar-benar pasangan yang saling melengkapi dan penuh cinta. Namun, situasi saat itu yang membuat mereka berpisah cukup pahit, di mana pertengkaran mereka dipicu hanya karena biaya parkir yang terlalu mahal di restoran yang telah Lucy reservasi.
Kemudian jika mereka akan telat mereka harus membayar denda, karena John tetap bersikeras bahwa ia tidak akan membayar sebanyak itu hanya untuk parkir, dan juga tidak mau membayar denda reservasi sebab itu adalah pemerasan, katanya.Alhasil mereka bertengkar hebat oleh karena lagi-lagi, Lucy bersikeras untuk membiarkan dirinya membayar biaya parkir karena momennya istimewa, yakni perayaan hari jadi mereka. Lantas, karena hal tersebut, Lucy memutuskan untuk pergi karena dirinya lelah harus menghadapi situasi seperti ini setiap saat. Dan kemudian mereka berpisah.
Nyatanya, saat Lucy bersama John, kita melihat Lucy penuh dengan ironi panjang. Ketika ia menghubungi John dan berbicara dengannya, seolah masih terdapat bagian dirinya yang menginginkan John. Akan tetapi, di satu sisi, ia harus realistis dan benar-benar bersyukur mendapatkan pria kaya. Namun, sikap John yang terlampau miskin dan welas asih ini membuat dirinya menerima kenyataan dengan penuh, dan bersedia menjadi sandaran bagi Lucy kapan pun ia mau. Dia bahkan tidak terlihat sakit hati saat melihat Lucy bersama Hary, dan menganggap bahwa Lucy memanglah berteman.
Lantas, sikap John dan Lucy dalam kisah ini mengikis realitas dengan tajam: John yang serba kekurangan tetapi selalu ada bagi Lucy, sekalipun sebatas teman; serta Lucy bagaikan seseorang yang kehilangan pendirian atas cinta dan dirinya, sehingga memaksanya untuk tetap bermain di segitiga.
Sejujurnya, walaupun John miskin dan jauh dari sempurna, barangkali karena wajahnya “menjual” yang membuat Lucy bertahan. Akan tetapi, ironi dan drama segitiga ini baru disadari Lucy ketika ia mendapati kliennya yang bermasalah.
Ketiga, pekerjaan Lucy bersama kliennya
Namun, drama sejati Matrealist baru dimulai ketika pekerjaan Lucy sendiri runtuh ketika profesi yang dulu ia banggakan justru menyeretnya pada krisis moral. Lucy menyadari bahwa selama ini ia melihat cinta sebagai produk rasional, dan pekerjaannya telah menelanjangi sisi manusiawinya.
Kejadian ini dimulai ketika satu klien Lucy yang kesepian bernama Sophie ingin segera dijodohkan dengan kriteria yang telah dimintanya. Alih-alih kencan pertama yang berjalan sukses, Sophie justru mendapatkan pelecehan dari kandidat yang diberikan Lucy. Dan di sinilah Lucy benar-benar merasa bersalah karena Sophie telah melaporkan kantornya secara hukum atas kejadian pelecehan yang menimpanya.
Di momen ini, Sophie merasa ditipu oleh Lucy. Ia mengatakan pada Lucy,
“Kau yang bekerja untukku, atau aku yang bekerja untukmu?”
Kalimat itu membuat Lucy benar-benar merasa bersalah.
Baca Juga: Ketika Siluman Bertemu Quantum: Kuantum China Jadi Tantangan bagi Kedaulatan Udara Indonesia
Penutup
Pada akhirnya, kisah Lucy bersama Hary tidak berakhir bahagia bukan karena ia tidak siap menjadi istri orang kaya, melainkan karena ia kembali menghitung bahwa dirinya yang saat ini bersama Hary benar-benar tidak cocok, dan menyatakan bahwa ia tidak jatuh cinta pada Hary.
Di tengah pernyataan ini, terdapat simbol kecil: ketika Lucy mencoba menyentuh bekas operasi Hary, Hary langsung menghindar. Saat mengetahui itu, Hary bercerita bahwa dirinya benar-benar melakukan operasi peninggi badan. Dengan demikian, sosok Hary memberikan kenyataan pada kita semua bahwa spek unicorn itu memanglah mitos, dan tidak ada lelaki yang sempurna.
Namun, di satu sisi terdapat kalimat yang bagus di awal film:
“Kamu tidak jelek, kamu hanya tidak punya uang.”
Kemudian, sosok John si miskin dan kembalinya Lucy padanya benar-benar mengatakan bahwa, lagi-lagi, wanita adalah pemilik dan pemenang cinta dan bukan tanpa alasan. John nyatanya adalah sosok pria yang selalu ada dan memiliki pendirian, sebab saat Lucy meninggalkannya, John tidak pernah menyatakan perpisahan.
Sampai Lucy kembali lagi, ia bahkan tetap menawarkan cinta yang tak bisa ditawar, karena garansinya: seumur hidup setia bersama Lucy.
Dan pertanyaannya, siapa yang menang?
Lucy yang matrealist penuh hitungan dan investasi?
Mitos lelaki unicorn?
Atau John si miskin yang patriot tapi dompet kempot?
Bahkan, bisa jadi makcomblang yang hampir memiliki reputasi mucikari karena kasus Sophie?
Dan inilah realisme percintaan abad ini. Kita dihadapkan pada manusia modern, di mana mereka menjadikan cinta sebagai obat kesepian. Beberapa di antaranya menjadikan cinta sebagai investasi dan pasar modal, bahkan ada juga yang menjadikannya pilihan kedua persis seperti John si miskin.





