SUKABUMIUPDATE.com - Civil Society Organization (CSO) Cinta Karya Alam Lestari (CIKAL) meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukabumi segera memperbaiki kerusakan jalan Bojonggenteng-Kabandungan menggunakan Dana Bagi Hasil (DBH) panas bumi dan dana Bonus Produksi (BP) dari Star Energy Geothermal Salak, Ltd (Star Energy).
Berdasarkan keterangan pers yang diterima redaksi sukabumiupdate.com, CIKAL menilai kerusakan jalan yang terus dibiarkan bertahun-tahun itu mencerminkan pengabaian Pemkab Sukabumi terhadap wilayah paling terdampak proyek geothermal. Padahal setiap tahun, pemkab mendapatkan DBH panas bumi dan BP dari Star Energy dengan angka cukup besar.
“Pemkab Sukabumi seolah-olah abai. Padahal ada dana yang diterima setiap tahun dari Star Energy yang bisa langsung dianggarkan untuk perbaikan infrastruktur jalan di wilayah terdampak,” kata Direktur CIKAL Didin Sa’dillah pada 11 Mei 2025.
Didin menjelaskan, ruas yang rusak merupakan jalur vital penghubung antarwilayah Kecamatan Bojonggenteng, Kecamatan Kalapanunggal, dan Kecamatan Kabandungan, sekaligus jalan antarkabupaten menuju Bogor, yang selama ini menjadi akses utama masyarakat untuk kegiatan ekonomi dan pelayanan dasar. Kerusakan jalan ini tidak hanya menghambat mobilitas, namun berdampak pula pada distribusi hasil pertanian dan sektor lain.
Baca Juga: Jalan Rusak dan Anak Putus Sekolah, Pengalaman Pahit Warga 3 Kampung di Sukabumi
Menurut Didin, DBH panas bumi dan BP dari Star Energy adalah potensi anggaran yang selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh Pemkab Sukabumi untuk wilayah sekitar. Dana tersebut seharusnya menjadi instrumen pembangunan yang langsung menjawab kebutuhan warga di dekat proyek geothermal. “Tidak perlu menunggu bantuan pusat atau provinsi, Pemkab Sukabumi sudah punya sumber anggarannya, tinggal kemauan politiknya ada atau tidak."
Lebih lanjut, Didin menyebut DBH panas bumi dan BP yang diterima Pemkab Sukabumi dari Star Energy, sudah lebih dari cukup jika dialokasikan untuk perbaikan infrastruktur jalan kabupaten di wilayah Bojonggenteng, Kalapanunggal, dan Kabandungan.
Ia merinci penerimaan Pemkab Sukabumi dari DBH panas bumi pada 2022 dan 2023 berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemkab Sukabumi tahun 2023. Realiasinya, Rp 60.277.112.000,00 pada 2023 dan Rp 82.910.097.080,00 pada 2022. Sementara tahun 2025, menurut data Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah, Kemenkeu RI, Pemkab Sukabumi rencananya akan menerima DBH sebesar Rp 118.402.014.000,00.
“Berdasakan pembagian untuk daerah penghasil dan pengolah panas bumi yang diatur UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, hasil hitungan kami pada 2022 dan 2023, Kabupaten Sukabumi telah menerima tidak kurang dari Rp 45 miliar DBH panas bumi per tahun dari Star Energy,” kata Didin.
Adapun penerimaan Pemkab Sukabumi dari BP Star Energy pada 2023 realisasinya mencapai Rp 14.330.140.614,00, sedangkan realiasasi 2022 sebesar Rp 11.008.568.447,00. “Merujuk kepada Peraturan Bupati Sukabumi Nomor 33 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemanfaatan Dana Bonus Produksi Panas Bumi Kepada Pemerintah Desa, maka pemkab menerima 50 persen dari BP panas bumi tersebut, 50 persen lagi dibagi secara merata untuk 13 pemerintah desa di Kecamatan Kabandungan dan Kalapanunggal,” katanya.
Selain kepada Pemkab Sukabumi, Didin juga mendesak DPRD Kabupaten Sukabumi agar lebih proaktif dalam mengawasi alokasi DBH panas bumi dan BP Star Energy yang menjadi bagian Pemkab Sukabumi, kemudian memastikan transparansi pemanfaatannya. “Saya meminta DPRD mendorong alokasi DBH dan BP panas bumi dari Star Energy untuk infrastruktur dasar di wilayah sekitar geothermal dan mengawasi pelaksanaannya,” ujar dia.
Star Energy Geothermal Salak, Ltd (SEGS) diketahui memiliki hak eksklusif untuk mengembangkan area panas bumi berdasarkan Kontrak Operasi Bersama dengan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) hingga 2040 dan menyediakan listrik hingga 495 MW berdasarkan Kontrak Penjualan Energi dengan PGE & PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). SEGS yang berlokasi sekitar 70 kilometer dari Jakarta, menyuplai uap panas bumi untuk menghasilkan listrik melalui pembangkit listrik sebesar 180 MW yang dioperasikan oleh PLN. SEGS juga menyediakan uap panas bumi dan mengoperasikan pembangkit listrik sebesar 201 MW untuk Jaringan Listrik Interkoneksi Jawa-Madura-Bali (JAMALI).
Produksi uap panas bumi perdana pada 1994 menandai beroperasinya SEGS secara komersial dengan menyalurkan listrik sebesar 110 MW kepada PLN. Pada 2021, SEGS berhasil mencapai kapasitas listrik sebesar 381 MW, yang menempatkan SEGS sebagai salah satu operasi panas bumi terbesar di dunia.