SUKABUMIUPDATE.com - Program barak militer untuk pelajar yang digagas oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kini mendapat sorotan tajam dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Program yang awalnya disebut sebagai inovasi untuk memperkuat karakter dan kedisiplinan siswa, justru berubah jadi isu yang kontroversial. Sejumlah pihak, termasuk KPAI menilai program ini dikhawatirkan melanggar hak anak.
Mengutip dari tempo.co, Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI menilai Program Pendidikan Karakter Panca Waluya Jawa Barat Istimewa yang dilaksanakan di barak militer berpotensi melanggar prinsip dasar perlindungan anak.
Ketua KPAI Ai Maryati Solihah mengatakan program yang telah berjalan sejak 2 Mei 2025 ini harus dijalankan dengan menjunjung prinsip non-diskriminasi, kepentingan terbaik anak, hak hidup dan tumbuh kembang, serta penghargaan terhadap pendapat anak. Ia mengkritik adanya stigma terhadap peserta program yang dilabeli sebagai "anak nakal" atau "anak bermasalah".
Baca Juga: Pengguna QRIS Tembus 56 Juta, Mayoritas Digunakan Pelaku UMKM hingga Gen Z
“Salah satu bentuk pelanggaran tercermin dari praktik diskriminatif dan tidak dilibatkannya anak dalam proses. Ini berdampak pada tumbuh kembang mereka, serta berpotensi mengabaikan hak-hak anak lainnya,” kata Ai Maryati dalam konferensi pers secara daring, Jumat, 16 Mei 2025.
Program Panca Waluya itu diketahui merupakan bagian dari implementasi Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan diatur melalui Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 43/PK.03.04/Kesra. Di dalamnya, anak-anak dengan perilaku khusus seperti terlibat tawuran, merokok, balapan motor, dan perilaku tidak terpuji lainnya, dibina secara khusus melalui kerja sama antara pemda, TNI, dan Polri.
KPAI melakukan kunjungan langsung ke lokasi pelaksanaan program di Barak Militer Resimen 1 Sthira Yudha Purwakarta dan Depo Pendidikan Bela Negara Rindam III Siliwangi, Cikole, Kabupaten Bandung Barat. Tujuan kunjungan ini untuk memperoleh informasi lapangan secara akurat serta memastikan adanya mitigasi risiko pelanggaran hak anak.
Dalam pengawasan itu, KPAI berdialog dengan berbagai pihak, termasuk penyelenggara, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, DP3AKB, MKKS, MGBK, serta para peserta didik. KPAI juga menyebar instrumen pengawasan kepada 90 peserta, melakukan wawancara tertutup dengan anak-anak, dan mengamati langsung proses pelatihan dan aktivitas harian.
Ai Maryati menilai pendekatan pendidikan bergaya militer semacam ini hanya memberikan dampak sementara jika tidak didukung oleh ekosistem perlindungan anak yang memadai. “Peran keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial sangat penting agar pendidikan karakter dapat tumbuh secara berkelanjutan dan tidak bersifat koersif,” ujarnya.
Baca Juga: Mengenali Diri Sendiri: 5 Cara untuk Menemukan Apa yang Membuatmu Bahagia!
Untuk lebih akrab, berikut ini Profil Ketua KPAI Ai Maryati Solihah
Dilansir dari linkedin.com, Ai Maryati Solihah, merupakan sosok yang tak asing dalam dunia advokasi perlindungan anak dan perempuan di Indonesia. Lahir di Cianjur pada 17 Desember 1980, Ai Maryati kini tinggal di kawasan Desari Residence, Jl. Mandor Samin-Kalibaru, Cilodong, Depok. Dedikasinya terhadap isu sosial dan kemanusiaan menjadikannya figur penting dalam berbagai gerakan nasional, termasuk sebagai Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Riwayat Pendidikan
Perjalanan akademik Ai Maryati dimulai dari dunia Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Tarbiyah di UIN Sunan Gunung Djati Bandung, yang ia selesaikan pada tahun 2003. Ketertarikannya pada isu sosial-politik kemudian membawanya menempuh pendidikan magister Ilmu Politik di Universitas Nasional (UNAS) Jakarta, lulus tahun 2014. Saat ini, ia tengah menempuh studi doktoral di bidang yang sama di kampus yang sama.
Dedikasi Ai Maryati dalam dunia sosial dimulai sejak dini. Ia menjadi Presidium Gerakan Perlindungan Perempuan untuk Buruh Migran (GPPBM) bekerja sama dengan Komnas Perempuan pada tahun 2007 hingga 2010. Kemudian, ia dipercaya menjadi bagian dari Tim Staf Khusus Menteri Agama RI selama periode 2009–2013.
Puncak kiprahnya dalam perlindungan anak terlihat saat ia menjabat sebagai Komisioner KPAI pada periode 2017–2022. Dalam perannya tersebut, Ai Maryati aktif menyuarakan isu-isu krusial, mulai dari perdagangan anak, kekerasan, hingga eksploitasi di ruang daring.
Baca Juga: Disdikbud Kota Sukabumi Tegaskan Komitmen Dukung Pendidikan Swasta
Kontribusi dalam Dunia Literasi dan Advokasi
Sebagai seorang penulis produktif, Ai Maryati telah melahirkan berbagai karya tulis, buku, dan modul edukatif yang menjadi rujukan dalam upaya perlindungan anak dan perempuan. Beberapa di antaranya:
Modul GELATIK (Gerakan Perlindungan Anak dari Tindak Kekerasan) – kerja sama PP Fatayat NU dan Kementerian PPPA (2016–2018)
Modul CETING (Cegah Trafficking) – kerja sama PP Fatayat NU dan KPPPA (2018)
Buku “Taman Perlindungan Anak Indonesia” (2019)
Buku “Anak dalam Pusaran Perdagangan Orang dan Eksploitasi” (2020)
Buku “Pengasuhan Tanpa Kekerasan dari Rumah” (2021)
Buku “Perlindungan Anak dalam Dunia Daring di Masa Pandemi” (2021)
Buku “Jerat Prostitusi pada Anak” (2020)
Buku “Pengawasan Pekerja Anak di Masa Pandemi” (2020)
Selain buku, ia juga aktif menulis opini dan analisis dalam media nasional seperti Detik.com, dengan tajuk-tajuk penting seperti “Otokritik Perlindungan Anak” (2018), “Trend Perdagangan Anak dan Eksploitasi” (2019), hingga “Anak ISIS Dipulangkan?” (2020).
Baca Juga: Polling Sukabumiupdate.com Tentang Pawai Samenan Dihentikan: Antara Macet & Budaya
Aktivisme dan Kepemimpinan Organisasi
Kiprah Ai Maryati dalam dunia pergerakan juga sangat luas. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (PB KOPRI) pada tahun 2005–2007. Ia juga merupakan pendiri Lembaga Pertiwi Bangsa Jakarta yang berdiri sejak tahun 2008 hingga kini.
Sebagai penggerak organisasi perempuan, Ai Maryati menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal di PP Fatayat NU sejak 2015 dan juga di PB IKAPMII hingga sekarang. Ia juga dikenal sebagai kolumnis, fasilitator, instruktur, serta narasumber dalam berbagai konferensi nasional dan internasional yang membahas isu anak dan perempuan.
Sumber : berbagai sumber