SUKABUMIUPDATE.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkap sejumlah catatan hasil pengawasan terhadap pelaksanaan program pendidikan karakter pancawaluya Jawa Barat istimewa besutan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Program ini bertujuan mendidik anak dengan cara mengirim ke barak militer.
Mengutip tempo.co, salah satu temuan penting dari asesmen yang dilakukan adalah adanya anak-anak peserta pelatihan yang merasa tidak nyaman hingga memilih keluar dari lokasi pendidikan dengan berbagai alasan. “Sebagian dari mereka mengikuti diklat ini karena rekomendasi guru BK. Ada yang mengatakan tidak betah, ingin tetap belajar di sekolah, dan bahkan ada yang mencoba keluar dari depo pendidikan dengan alasan ingin membeli makanan ringan,” kata Komisioner KPAI Aris Adi Leksono pada 12 Mei 2025.
Meski tak ditemukan kekerasan fisik, Aris mencatat adanya tanda-tanda kelelahan yang dirasakan para peserta didik. Hal itu tercermin saat mereka mengikuti materi. “Anak-anak tampak lelah, sehingga saat ada materi ada yang mengantuk, tidak fokus, dan berbicara antar teman,” ujarnya.
Baca Juga: KDM Arahkan Pemuda Dewasa yang Buat Resah Ikut Pendidikan di Barak Militer
Temuan itu sejalan dengan hasil pengawasan resmi KPAI di dua lokasi penyelenggaraan program, yakni Rindam III Siliwangi di Bandung Barat dan Barak Militer Resimen 1 Sthira Yudha di Purwakarta. Dalam pengawasan tersebut, KPAI berdialog langsung dengan siswa, mewawancarai mereka secara tertutup, dan membagikan kuesioner.
KPAI menekankan pentingnya pelaksanaan pendidikan karakter yang benar-benar ramah anak, bebas dari kekerasan dan diskriminasi, dan menjamin tumbuh kembang anak secara optimal. “Kami menghargai semangat Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam mengembangkan pendidikan karakter. Tapi pendekatannya harus berpijak pada prinsip perlindungan anak. Program ini harus menjadi ruang pemulihan dan pemberdayaan, bukan stigmatisasi,” kata Aris.
Ia mengingatkan pendekatan pendidikan berbasis disiplin memang dapat membentuk sikap, namun tanpa ekosistem pendukung seperti pengasuhan keluarga, layanan konseling, dan lingkungan sosial yang sehat, perubahan perilaku anak akan sulit bertahan lama.
KPAI menyampaikan pengawasan ini merupakan mandat dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. KPAI juga merekomendasikan agar program ini dievaluasi secara menyeluruh, terutama dalam hal regulasi, standardisasi pelaksanaan, dan pelibatan psikolog profesional dalam pemilihan peserta didik.
“Penentuan anak yang membutuhkan perlindungan khusus sebaiknya tidak hanya berdasarkan rekomendasi guru BK, tetapi melalui asesmen psikolog profesional agar risiko salah sasaran bisa diminimalisir,” kata Aris.
KPAI menyatakan akan terus melakukan pengawasan dan advokasi terhadap program-program pendidikan anak agar sejalan dengan prinsip perlindungan anak dan mendukung pencapaian generasi emas 2045.
Sumber: Tempo.co