SUKABUMIUPDATE.com - Sosok Yusup Saepudin, mendadak menjadi sorotan setelah aksinya memanjat tiang bendera setinggi 12 meter saat upacara. Upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia di Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi, nyaris terganggu akibat insiden putusnya tali bendera merah putih.
Namun, seorang guru honorer bernama Yusup Saepudin (25 tahun) berhasil menyelamatkan jalannya pengibaran dengan aksi heroik memanjat tiang bendera setinggi 12 meter.
Yusup lahir di Sukabumi pada 10 Juli 2000. Saat ini ia tinggal bersama keluarganya di Kampung Haji RT 003 RW 009, Desa Kertaangsana, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi. Sehari-hari ia mengajar sebagai guru honorer di SMK Wira Utama, tempat ia dulu menimba ilmu sebagai siswa.
Perjalanannya menjadi pendidik
“Saya dulu juga adalah siswa dari SMK Wira Utama, lalu saya diajak oleh bapak kepala sekolah SMK Wira Utama untuk mengajar atau menjadi guru di SMK Wira Utama. Saya menjadi guru di SMK Wira Utama sejak tahun 2023. Namun sempat sebelum menjadi guru, saya hanya pendamping pembina Pramuka sejak tahun 2019. Hanya berjalan satu tahun menjadi pembina karena faktor kesibukan yang lain,” ujarnya saat diwawancarai sukabumiupdate.com, Kamis (21/8/2025).
Baca Juga: Kunjungi Keluarga Raya, Wabup Sukabumi Janji Penuhi Kebutuhan Dasar hingga Rutilahu
Meski awalnya tidak pernah bercita-cita menjadi guru honorer, tekad untuk mendidik generasi membuatnya bertahan. “Sebenarnya awalnya tidak ada keinginan untuk menjadi guru honorer karena, ya mungkin semua orang juga tahu bahwa guru honorer itu bergaji kecil dengan beban yang besar. Namun saya mempunyai tekad dan keinginan untuk menjadikan generasi saat ini bisa memiliki rasa empati yang tinggi, bukan hanya ahli dalam bidang akademis saja namun spiritual dan etikanya saat baik. Serta saya ingin menjadi bagian mengamalkan ilmu-ilmu saya, supaya lebih berkah,” kata Yusup.
Kini, sebagai guru honorer ia hanya menerima penghasilan Rp850 ribu per bulan. “Sebenarnya kalau dengan hitungan matematika tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari, terutama saya sudah mempunyai anak yang masih bayi. Untuk kebutuhan beli pampers saja sudah habis seperempatnya dari gaji tersebut. Belum untuk makan sehari-hari dan pergi ke sekolah pasti membutuhkan bensin,” ungkapnya.
Untuk menyiasati kehidupan, Yusup kerap mencari penghasilan tambahan. “Dengan hal itu saya mencari tambahan dengan menjadi petugas sensus, yah walaupun pekerjaannya bisa disebut satu tahun sekali. Selain itu saya juga bercocok tanam,” jelasnya. Kadang ia juga mengambil pekerjaan musiman, seperti menjadi PPS desa pada tahun lalu.
Baca Juga: Wali Kota Sukabumi Jawab Tuntutan GMNI Soal TKPP dan Sistem Merit
Meski hidup dengan segala keterbatasan, tantangan terbesar baginya adalah soal kesejahteraan. “Tantangannya mungkin kesejahteraan kami sebagai guru honorer ya, yang bisa disebutkan kurang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saya,” katanya.
Dukungan keluarga membuatnya tetap semangat, meski tak jarang ia merasa berat. “Kalau keluarga sampai saat ini mendukung saja saya sebagai guru honorer, namun ya terkadang saya merasa tidak bisa memberikan hal yang lebih ke anak istri saya, bahkan ke orang tua saya,” ucapnya.
Melalui profesinya, ia berharap pemerintah memberi perhatian lebih pada nasib guru honorer. “Harapan saya tolong diperhatikan kesejahteraan guru honorer, karena kami pun mendidik cikal bakal pemimpin di masa yang akan datang. Besar harapan guru honorer diangkat menjadi ASN ataupun PPPK, khususnya saya,” ujar Yusup.
Di luar aktivitas mengajar, Yusup menghabiskan waktu membantu istrinya merawat anak. Ia juga kerap pergi ke sawah atau kebun untuk bercocok tanam. Ia berharap, kelak bisa dikenang murid-muridnya bukan hanya sebagai guru, tetapi juga sahabat. “Bagi saya jika ingin dikenang oleh murid-murid saya adalah menjadi seorang sahabat bagi murid-murid saya. Serta sebagai seorang guru bisa memberikan contoh nyata atau aksi. Di depan memberikan contoh, di tengah memberikan semangat, dan di belakang memberikan dorongan,” pungkasnya.