Upah Rp125 Ribu: Bertahun-tahun jadi Tenaga Borongan, Curhat Buruh Pabrik di Sukabumi

Sukabumiupdate.com
Jumat 23 Mei 2025, 13:56 WIB
Ilustrasi. Buruh Sukabumi curhat jadi tenaga borongan atau pekerja harian lepas tanpa kepastian (Sumber: dok warganet)

Ilustrasi. Buruh Sukabumi curhat jadi tenaga borongan atau pekerja harian lepas tanpa kepastian (Sumber: dok warganet)

SUKABUMIUPDATE.com - Baru-baru ini, massa aktivis Mahasiswa Himpunan Islam (HMI) mendesak Komisi II DPRD Kabupaten Sukabumi menindak industri atau pabrik yang melanggar aturan tenaga kerja. Praktik mempekerjakan tenaga harian lepas dan pekerja borongan selama bertahun-tahun tanpa pengangkatan menjadi karyawan tetap, menjadi pilihan melawan aturan ketenagakerjaan yang dilakukan oleh pihak pabrik, termasuk di Sukabumi.

Seorang buruh di Sukabumi menceritakan kisahnya menjadi tenaga borongan sejak 3 tahun lalu sampai saat ini. Sebut saja Y, pemuda 20 tahun warga Kabupaten Sukabumi yang sejak pandemi covid-19, menerima pekerjaan sebagai THL di salah satu pabrik produsen aksesoris sepatu.

“Jadi setelah covid tahun 2021, sistemnya borongan berlanjut sampai sekarang,” jelas Y kepada sukabumiupdate.com.

Baca Juga: Dilaporkan atas Pelanggaran Hak Cipta, 4 Lagu Yoni Dores yang Dinyanyikan Lesti Kejora

Borongan yang dimaksud adalah skema tenaga harian lepas, yang dibayar harian, jauh dari upah minimum kabupaten di Sukabumi. Karena THL, Y dan kawan-kawannya juga tidak mendapatkan penghasilan tambahan seperti THR (Tunjangan Hari Raya) dan jaminan sosial ketenagakerjaan.

“Penghasilannya murni honor harian yang dibayar setiap minggu. Saya kerja mau 3 tahun, dari honor harian 90 ribu sampai skrng jadi 125 ribu. Tidak dapat BPJS tunjangan ataupun THR,” lanjut Y.

Karena tidak setiap hari kerja, penghasilan per bulan yang didapatkan di kisaran Rp 2 juta. Dia bertugas sebagai operator produksi pewarnaan. Semua alur skil wajib dikuasai layaknya pekerja tetap, mulai dari potong barang hingga pengoperasian mesin, lem hingga packing.

Baca Juga: Puluhan Bangunan Rusak, Gempa M6,3 di Laut Bengkulu

“Saya berharap pemerintah turun. Kami juga berharap menjadi pekerja tetap dengan hak dan kewajiban pekerjaan sesuai aturan undang-undang ketenagakerjaan,” beber Y.

Ia menambahkan sejak pengawasan ketenagakerjaan semakin ketat akibat viralnya informasi pabrik yang melanggar aturan, perusahaan tempatnya bekerja kini berusaha mengikat pekerja borongan sebagai banyak pekerja atau tenaga harian lepas. Namun hal tersebut bukan solusi yang baik, karena Y dan rekan-rekannya sudah bertahun-tahun bekerja, sehingga wajib langsung diangkat menjadi karyawan tetap.

Aturan Tenaga Harian Lepas

Skema Pekerja harian lepas diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No/ KEP-100/Men/VI/2004 tentang Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Perjanjian Kerja Harian Lepas juga atur oleh Keputusan Menteri No. 100 Tahun 2004 yang merupakan pelaksanaan dari UU Ketenagakerjaan tentang PKWT.

Baca Juga: Targetkan Wajib Belajar 12 Tahun, KDM Akan Gratiskan Sekolah Swasta di Jabar bagi Siswa Miskin

PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) adalah kontrak kerja yang memiliki batas waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu yang sifatnya sementara. Perjanjian ini mengikat pekerja dan pemberi kerja untuk periode waktu yang telah disepakati sebelumnya, atau hingga pekerjaan selesai. Aturan itu menjelaskan bahwa buruh harian lepas termasuk bagian PKWT.

Pada prakteknya ada beberapa hal yang tidak menganut aturan PKWT. Upah pekerja harian lepas dapat ditetapkan berdasarkan dua skema, yaitu berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil.

Upah yang dibayarkan berdasarkan waktu ditentukan dari jumlah hari kehadiran karyawan di kantor. Yang pertama, bagi perusahaan dengan sistem kerja 6 hari seminggu, maka upah bulanan dibagi 25. Yang kedua, bagi perusahaan dengan sistem kerja 5 hari seminggu, maka upah bulanan dibagi 21.

Baca Juga: Manfaat Melinjo bagi Kesehatan: Dari Daun hingga Biji

Untuk skema upah berdasarkan hasil, maka besarnya upah yang diterima oleh freelance ini tergantung pada volume pekerjaan yang telah diselesaikan pada satu hari. Dasar penetapan upah harian tergantung pada kebijakan perusahaan, bisa jadi setiap perusahaan memiliki nilai upah yang berbeda. Tidak hanya volume pekerjaan, kehadiran karyawan juga bisa menjadi pertimbangan dalam besaran upah yang diterima.

Mempekerjakan pekerja harian lepas tidak bisa dilakukan secara terus-menerus. Terdapat batas waktu yang mengatur, yaitu maksimal 21 hari dalam satu bulan. Jika pelaksanaannya 21 hari atau lebih selama 3 bulan berturut-turut, maka status pekerja berubah dan harus diangkat secara resmi menjadi karyawan tetap melalui surat.

Respon DPRD Kabupaten Sukabumi

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sukabumi merespons isu ini saat disuarakan oleh para pengunjuk rasa dari Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Cabang Sukabumi, pada 19 Mei 2025.

Baca Juga: Telah Hilang STNK Motor F 3656 VW

Massa aksi mempermasalahkan praktik THL di pabrik yang berada di wilayah Kabupaten Sukabumi. Dimana banyak pekerja yang belum juga memperoleh kejelasan status meski sudah bekerja bertahun-tahun, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 yang mengatur pengangkatan pekerja tetap setelah masa kerja tertentu.

Menanggapi hal ini, Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi, Ferry Supriyadi bersama sejumlah anggota dewan, menjelaskan, bahwa pihaknya (DPRD) telah menerima banyak laporan serupa terkait penyalahgunaan status pekerja.

Menurut Ferry, sejak akhir 2024, Komisi IV bersama Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) sudah mulai melakukan penertiban terhadap perusahaan yang melanggar ketentuan ketenagakerjaan dan memanfaatkan fasilitas negara secara tidak semestinya.

Baca Juga: From Zero to Hero! Gelandang Persib Tyronne Calon Pemain Terbaik Liga 1 2024/2025

“Banyak perusahaan nakal yang memanfaatkan PBI, padahal itu seharusnya ditanggung oleh perusahaan. Dari sekitar 5.600 perusahaan di Sukabumi, pengawasan kami memang sangat terbatas,” katanya.

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini