Kasus Dugaan Korupsi ASDP, Hakim Cecar Mantan Wakil Ketua KPK

Sukabumiupdate.com
Sabtu 18 Okt 2025, 11:32 WIB
Kasus Dugaan Korupsi ASDP, Hakim Cecar Mantan Wakil Ketua KPK

Mantan Wakil Ketua KPK Amien Sunaryadi, bersaksi untuk meringankan terdakwa tiga mantan direktur PT ASDP Ferry Indonesia, 17 Oktober 2025. (Sumber : Istimewa.).

SUKABUMIUPDATE.com - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Amien Sunaryadi mengatakan penggunaan pasal 2 dan 3 di Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi justru membuat pemberantasan korupsi di Indonesia mandeg di tempat. 

Dalam pasal itu disebutkan dua jenis korupsi yang berbeda: Pasal 2 mengenai perbuatan memperkaya diri sendiri yang merugikan keuangan negara, sedangkan Pasal 3 mengenai penyalahgunaan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara.

“Tidak ada harapan perbaikan pemberantasan korupsi kalau pasal ini ada. Sejak KPK didirikan pada 2004 sampai sekarang, kita lihat korupsi di Indonesia tidak berkurang,” kata Amien dalam keterangannya di sidang dugaan korupsi pada akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Ferry Indonesia, Jumat (17/10/2025), di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta.

Baca Juga: CEK FAKTA: Video Gibran Tawarkan Bansos di Facebook Ternyata Hoaks

Hal itu disampaikan Amien menanggapi cecaran pertanyaan dari pembela hukum terdakwa mantan direksi ASDP, Ira Puspadewi, M Yusuf Hadi, dan Harry M.A.C. Pembela menanyakan soal simpang siur penetapan kerugian negara yang dalam kasus ASDP ini dihitung sendiri oleh tim jaksa penuntut umum KPK. Padahal aturan SEMA Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 menegaskan hanya Badan Pemeriksa KEuangan yang berwenang menetapkan kerugian negara atau hakim di persidangan yang menetapkan kerugian negara.

Dalam kasus ASDP, jaksa KPK menghitung sendiri kerugian negara mencapai Rp 1,253 triliun. Padahal, akuisisi ASDP ini sudah diawasi oleh BPKP, BPK, dan Jaksa Agung Muda bidang Tata usaha Negara (Jamdatun) serta Menteri BUMN. Semua menyatakan tidak ada kerugian negara.

Amien menegaskan bahwa klausul aturan “merugikan keuangan negara” itu hanya ada di Indonesia. Di lembaga-lembaga pemberantasan korupsi di negara lain seperti Australia, Malaysia, Hongkong tidak ada aturan itu. Itu sebabnya kalau Indonesia bekerjasama dengan negara lain, Indonesia tidak bisa menangkap tersangka korupsi Indonesia yang kabur ke negara lain karena kita menggunakan pasal ini,” tambah Amien lagi.

“Kita tidak bisa menangkap dan tidak bisa hartanya di luar negeri disita melalui perjanjian internasional (mutual legal assistance). Mereka selalu bilang itu tidak ada dalam hukum pidana kami. Yang ada adalah klausul suap atau bribery,” kata Amien.

“Adalah salah kalau korupsi itu hanya dilihat dari klausul merugikan negara,” ujar Amien lagi. Pasal ini harus dihapuskan karena tidak efektif memberantas korupsi. “Atau kalau masih digunakan harus jelas adanya mens rea (niat jahatnya),” kata Amein.

Banyak pengamat hukum lain juga melihat pasal ini serta sering disalahgunakan sehingga menjadi “pasal karet” untuk menjerat seseorang. Sejak diberlakukannya UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, penerapan Pasal 2 dan 3 telah memunculkan prokontra, khususnya terkait risiko kriminalisasi kebijakan yang mengutamakan kerugian negara ketimbang niat jahat (mens rea). Kekhawatiran ini kerap menghantui pejabat publik dan BUMN dalam mengambil keputusan strategis demi kepentingan masyarakat.

Karena itu Amien bersama 11 tokoh lainnya meminta pasal ini dicabut dan lembaga anti korupsi fokus pada suap dan gratifikasi seperti yang dijalankan negara lain.

Dia mencontohkan akibat penggunaan pasal 2 dan 3, itu banyak pejabat BUMN yang sekarang tidak berani mengambil langkah inovatif dan itu membuat Indonesia tidak bisa tumbuh. Dia mencontohkan di Pertamina, misalnya, mereka tahu Indonesia punya 128 cekungan yang berisi minyak dan gas bumi. Tapi untuk mendapatkannya mereka harus mengebor dan dari 10 ladang yang dibor biasanya hanya 3 yang berhasil dan 7 yang gagal. Meski begitu 3 yang berhasil itu hasilnya bisa menutup biaya 7 sumur lainnya.

“Tapi para pejabat BUMN itu ogah mengebor. Mereka takut dikriminalisasi karena sekarang aparat hukum hanya fokus pada 7 sumur yang dianggap merugikan negara. Pertamina takut ngebor. Terakhir ngebor itu tahun 1967” kata Amien. Itu sebabnya Pertamina pilih impor minyak. “Duit kita mengalir ke Menteri Keuangan Angola, karena kita impor dari sana,” ujar mantan Ketua SKK Migas (Satuan Kerja Khusus Pelaksana KEgiatan USaha Hulu Minyak dan Gas Bumi).

Hakim juga ikut mencecar Amien. “Kalau Anda melihat kasus ASDP ini, ada perbedaan penghitungan nilai aset dari penuntut dan pembela, menurut Anda kasus ini sebaiknya bagaimana? Apakah kembali dilakukan penyelidikan, atau diteruskan ke gugatan perdata, atau pidana?” tanya Sunoto, ketua majelis hakim. 

Amien bercerita dulu di masa memimpin KPK tahun 2004, semua kasus yang akan diangkat ke pengadilan itu selalu diputuskan bersama lima pimpinan KPK. “Jadi, benar-benar berkas perkara itu siap,” katanya. Menurutnya kasus ASDP itu harus kembali dilakukan penyelidikan. Dia mencontohkan kalau ingin menguji nilai kapal dari perusahaan penilai publik (Kantor Jasa Penilai Publik) “Maka ya tanya ke pada penilai perusahaan itu, yakni P2PK (Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (sekarang menjadi Direktorat Pembinaan dan

Pengawasan Profesi Keuangan). Jangan tanya ke dosen atau akademisi. Kalau ke dosen kita tanya ujian saja,” ujarnya.

Hakim Sunoto pun menyela kembali, “Tapi ini kan ada chat-chat yang disedot dari Whatsapp yang seolah-olah pengkondisian harga?” Amien dengan tenang menjawab dia dulu audit forensic. “Yang harus dilihat dari chat-chat itu apakah ada kata-kata yang berisi tentang suap dan kickback. Kalau chat biasa pembeli dan penjual itu wajar,” ujarnya.

Dia mencontohkan, selama di KPK dia itu menyusun 3.000 daftar kata yang berasosiasi dengan suap dan kickback. “Contohnya kata durian, apel washington, kardus dan lain-lain, Jadi dari 11 juta email yang kita sedot itu kita pelajari sehingga bisa menemukan kata yang mengarah pada suap,” (adv)

 

Berita Terkait
Berita Terkini