Kasus Akuisisi ASDP, Hakim Mencecar Ahli, Bolehkan Beli Perusahaan Rugi atau Bangkrut?

Sukabumiupdate.com
Sabtu 04 Okt 2025, 17:59 WIB
Kasus Akuisisi ASDP, Hakim Mencecar Ahli, Bolehkan Beli Perusahaan Rugi atau Bangkrut?

Prof. Rhenald Kasali di sidang kasus akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP | Foto : Ist

SUKABUMIUPDATE.com - Sidang lanjutan kasus akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Ferry Persero menghadirkan kembali saksi ahli. Kali ini sidang mendatangkan saksi ahli Prof. Dr. Rhenald Kasali, Dalam sidang itu Hakim Sunoto mencecar Rhenald.

“Menurut pandangan ahli, di dunia bisnis, bolehkan direksi perusahaan itu mengakuisisi perusahaan yang mungkin sedang rugi, bangkrut yang asetnya lebih kecil daripada utangnya. Apakah hal itu lazim?,” tanya Hakim ketua Sunoto, Jumat 3/10/2025 . 

Prof Rhenald yang selain akademisi, sudah puluhan tahun menjadi konsultan menjawab kalem. “Itu biasa terjadi di bisnis. Saya contohkan ada sebuah perusahaan tambang di Peru kondisinya rugi, tapi perusahaan asal Amerika Serikat kemudian mengakuisisinya,” ujar Rhenald.

“Setelah dikelola perusahaan itu masih merugi juga dan akhirnya dibeli oleh perusahaan lain dari Rusia. Juga masih rugi. Akhirnya perusahaan itu dibeli perusahaan dari China. Dan Mereka punya manajemen teknologi yang bagus, sehingga perusahaan itu untung besar,” ujar Rhenald menjadi komisaris akademisi dan praktisi yang pernah menjadi komisaris di PT Telkom, PT Pos Indonesia dan PT Angkasa Pura.

Hakim bertanya seperti itu karena jaksa yang mendakwa tiga tersangka direksi PT ASDP menganggap PT JN tak layak dibeli karena menurut opini jaksa kondisi keuangannya sedang turun sehingga tak layak dibeli.

Hakim lalu bertanya lagi ada anggapan bahwa BUMN itu sebaiknya tidak perlu agresif mencari laba yang besar, misalnya dengan akuisisi, tapi fokus saja pada pelayanan kepada masyarakat.

Baca Juga: Dua Pemain Muda Persib Bandung, Kakang dan Robi Kembali Dipanggil Timnas

Prof Rhenald mengingatkan saat ini kondisi ekonomi dunia sedang mengalami “uncertainty” ketidakpastian yang tinggi. Karena itu perusahaan atau BUMN harus punya langkah inovatif untuk tumbuh. Karena tugas BUMN tidak hanya mencari laba biasa-biasa saja dan memberikan pelayanan kepada warga Indonesia.

“BUMN harus punya laba besar agar bisa memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Bagaimana bisa memberikan pelayanan,” kata Rhenald yang kemudian dia menceritakan pernah mengakuisisi sebuah universitas dan sekolah karena pemiliknya sudah tua dan tak ada keturunannya yang meneruskannya. Kata Rhenald perusahaan di era uncertainty itu harus tumbuh dan salah satu cara tumbuhnya adalah tumbuh anorganik dengan mengakuisisi.

“Lazimnya perusahaan-perusahaan itu tumbuh menjadi besar karena akuisisi perusahaan lain. Banyak  contohnya,” kata Rhenald. Di Amerika Serikat, contohnya, Google tumbuh besar karena akuisisi YouTube. Facebook bisa besar karena akuisisi Instagram dan Whatsapp, padahal dua perusahaan itu saat dibeli dalam keadaan rugi.

Mantan direktur utama PT ASDP Ferry Indonesia Ira Puspadewi juga ikut bertanya kepada Rhenald, apakah cara ASDP tumbuh besar dengan melakukan akuisisi PT JN apakah praktik yang lazim? Ira lalu membeberkan data bahwa setelah akuisisi market share ASDP naik dari 17 persen menjadi 33,5 persen. Laba ASDP sebelum akuisisi juga hanya Rp 326,3 miliar dan melonjak menjadi Rp 447,3 miliar atau naik 37,1 persen. “Layanan jalur jalur perintis pun menjadi lebih baik karena proporsi pendapatan dari jalur komersial naik dari 67
persen menjadi 80 persen,” kata Ira.

Rhenald Kasali pun menimpali itu yang namanya sinergi dan aliansi. “Sinergi itu bukan 1 tambah 1 sama dengan 2, tapi 1 tambah 1 sama dengan 3,” kata Rhenald.

Rhenald juga ditanya oleh mantan direktur ASDP Yusuf Hadi, soal metode penghitungan aset yang dilakukan jaksa menggunakan metode scrapped approach. Atau aset perusahaan yang kurang bagus langsung dianggap barang rongsokan. “PErusahaan itu tak bisa dinilai hanya oleh ahli akuntansi dan dilihat dari nilai buku saja. Karena kalau di pasar, perusahaan yang punya nilai buku Rp 100 juta misalnya, itu punya nilai market sampai Rp 100 miliar di pasar saham. Karena ada unsur intangible asset,” katanya. “Tapi mayoritas ahli akuntansi itu malas menghitung intangible asset.”

Baca Juga: TikTok Masih Bisa Diakses, Komdigi Bekukan Izin Bukan Pemblokiran

Profesor Dr. Rhenald Kasali memprihatinkan cara penghitungan kerugian negara yang kerap menggunakan cara metode pendekatan scrapped approach. “Beda sekali valuasi perusahaan yang sedang berjalan dengan perusahaan yang dianggap mati,” kata Rhenald yang pernah menjadi komisaris di berbagai BUMN, seperti PT Angkasa Pura, PT Telkom dan PT Pos Indonesia.

Dia mencontohkan dengan sebuah rumah. Bila dengan pendekatan metode scrapped maka barang itu dianggap sudah mangkrak. Kalau ada rumah, maka rumah hanya dihitung berapa besi tuanya, berapa betonnya. Tapi, kalau rumah, apalagi masih berfungsi, nilainya pasti akan lain.

“Manusia itu tidak bisa dinilai hanya sebagai tulangnya berapa, kukunya saja, tapi secara keseluruhan. Apalagi perusahaan tidak bisa dinilai asetnya dianggap scrapped karena ada intangible asset, mereknya, trayeknya SDM,” kata Rhenlad.

Kasus akuisisi PT JN oleh PT ASDP dianggap oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi merugikan negara sekitar Rp 1,25 triliun. Kerugian ini muncul karena jaksa menggunakan metode penghitungan aset scrapped method dan tidak menggunakan pendekatan pendapatan.

Dalam kasus ini yang menjadi terdakwa adalah ra Puspa Dewi (mantan dirut PT ASDP), Muhammad Yusuf Hadi (mantan Direktur Komersial & Pelayanan), dan Harry Muhammad Adhi Caksono, (mantan Direktur Perencanaan & Pengembangan) serta Adjie - pemilik PT JN. (Adv)

Sumber : siaran pers

Berita Terkait
Berita Terkini