SUKABUMIUPDATE.com - Anggota Komisi X DPR RI, Juliyatmono, menyoroti pentingnya peningkatan taraf hidup guru sebagai faktor penting dalam upaya reformasi sistem pendidikan di Indonesia.
Dalam agenda kunjungan kerja Komisi X ke Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Provinsi Jambi, ia menyampaikan pandangan bahwa gaji ideal bagi guru seharusnya berada di kisaran Rp25 juta per bulan.
“Gaji guru standarnya harus Rp25 juta per bulan. Ini baru akan ideal di Indonesia, dan minat menjadi guru akan meningkat,” tegas Juliyatmono dalam Kunjungan Kerja Komisi X ke Jambi, Kamis 8 Mei 2025, dikutip dari laman DPR RI.
Ia berpendapat bahwa perbaikan mutu pendidikan sangat bergantung pada penghargaan yang layak terhadap profesi guru. Jika kesejahteraan mereka terjamin, maka dedikasi dalam mendidik generasi bangsa akan semakin termotivasi.
Baca Juga: Keburu Pensiun, 2 Honorer di Sukabumi Tak Sempat Diangkat PPPK: Guru Galang Solidaritas
Pernyataan tersebut sejalan dengan berbagai laporan internasional, termasuk UNESCO Global Education Monitoring 2023, yang mencatat bahwa negara-negara dengan sistem pendidikan unggul seperti Finlandia dan Korea Selatan menyediakan kompensasi yang setara bagi guru dengan profesi profesional lainnya.
Di Finlandia, misalnya, pendapatan guru sebanding dengan rata-rata pendapatan nasional dan dilengkapi dengan program pelatihan berkelanjutan yang kuat.
Sementara itu, di Indonesia, berdasarkan data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tahun 2024 menunjukkan bahwa guru ASN golongan III hanya menerima gaji antara Rp4 juta hingga Rp7 juta per bulan.
Guru honorer bahkan ada yang menerima upah jauh lebih rendah, sering kali di bawah upah minimum regional (UMR). Kondisi ini memperlihatkan ketimpangan besar antara beban kerja guru dan penghargaan yang mereka terima.
Juliyatmono juga menyoroti bahwa meskipun alokasi anggaran pendidikan telah mencapai 20 persen dari APBN, realisasi penggunaannya masih belum optimal dalam menjawab kebutuhan mendasar seperti kesejahteraan guru.
“Spending anggaran dua persen (dari PDB) saya kira bisa menjangkau itu, karena sekarang masih tersebar di mana-mana, tidak fokus,” ujarnya.
Lebih jauh, ia menekankan peran pendidikan dalam memutus mata rantai kemiskinan. “Hasil BPS kemarin sudah ditulis, kalau keluarga itu tingkat pendidikannya S1 saja, tentu sudah tidak miskin. Tapi kalau makin rendah, makin ekstrem miskinnya,” jelasnya.
Menanggapi pembahasan revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang sedang berlangsung, Juliyatmono menyerukan agar guru benar-benar ditempatkan sebagai ujung tombak dalam pembangunan sumber daya manusia Indonesia.
“Guru adalah fondasi peradaban. Tanpa penghargaan yang layak, kita tak bisa berharap banyak dari sistem pendidikan,” pungkas Politisi Fraksi Partai Golkar ini.