Warugan Lemah, Naskah Sunda Kuno Berisi Cara Memilih Tempat yang Baik untuk Rumah

Sukabumiupdate.com
Selasa 19 Agu 2025, 02:14 WIB
Warugan Lemah, Naskah Sunda Kuno Berisi Cara Memilih Tempat yang Baik untuk Rumah

Cara memilih tempat atau tanah untuk membangun rumah seperti dalam naskah kuno Warugan Lemah | Foto : Metai AI

SUKABUMIUPDATE.com - Masyarakat Sunda Kuno memiliki aturan atau tata cara dalam memilih tempat untuk membangun rumah atau pemukiman sebagimana tercantum dalam naskah kuno yang disebut Warugan Lemah, yaitu didalamnya berisi sebuah tata cara yang mirip dengan fhengsui bagi orang Cina.

Warugan Lemah adalah sebuah naskah Sunda Kuno yan membahas pola pemukiman pada zaman Sunda Kuno.

Melansir dari infogarut.id, Warugan Lemah ini merupakan salah satu naskah Sunda Kuno yang ditemukan di Situs Kabuyutan Ciburuy. Ditulis diatas tiga lembar daun lontar yang saat ini disimpan di Perpustakaan Nasional RI, Jakarta. Naskah ini ditulis dengan menggunaka aksara Sunda Kuno yang sama dengan tulisan yang ditemukan di prasati Kawali.

Naskah Warugan Lemah ini ditulis pada masa Sunda pra-islam, “Waruga” dalam Sunda Kuno berarti bentuk tubuh atau jenis tanah dan “Lemah” berarti tanah. Sehingga naskah kuno tersebut dapat diartikan sebagai “bentuk tanah” yang jika dilihat dari isi naskahnya menjelaskan tentang pola tanah dan wilayah pemukiman masyarakat Sunda Kuno.

Baca Juga: Gelar Ngopy Bareng SKPD dan Mahasiswa, Pemkot Sukabumi Paparkan Capaian 6 Bulan

Dalam naskah tersebut tertulis berbagai pola tanah dan bangunan yang memiliki artinya masing-masing, terdapat pola yang memiliki arti keburuntungan dan terdapat juga pola yang memiliki arti sebaliknya.

Berikut ini beberapa poin yang tercantum dalam naskah kuno Warugan Lemah menunjukkan tata cara dan pola pemukiman Sunda, disertai penafsirannya:

1. Talaga Hangsa. Topografi tanah condong ke kiri. Topografi jenis ini tergolong baik, karena mendatangkan kasih sayang orang lain.

Menurut Dr. Aditia Gunawan seperti dibahas dalam podcast Bagus Muljadi, yang dimaksud Talaga Hangsa (Telaga dan Angsa), yaitu topografi tanah yang miring/menurun (bahe) ke kiri (artinya miring ke arah utara).

2. Banyu Metu. Topografi tanah condong ke belakang. Termasuk topografi tanah yang kurang baik, karena menyebabkan kanénéh ‘kesayangan, apa yang disayangi’ tidak akan menjadi.

Masih kata Dr. Aditia Gunawan yang dimaksud Banyu Metu, yaitu topografi tanah yang miring/menurun (bahe) ke belakang (artinya miring ke arah barat).

3. Purba Tapa. Topografi tanah condong ke depan. Termasuk topografi yang kurang baik, karena senantiasa kehilangan simpati (rasa suka) orang lain. "yaitu topografi tanah yang miring/menurun (bahe) ke depan (artinya miring ke arah timur).

4. Ambek Pataka. Topografi tanah condong ke kanan. Termasuk topografi yang kurang baik karena menyebabkan orang lain menyakiti hati. "Yaitu topografi tanah yang miring/menurun (bahe) ke kanan (artinya miring ke arah selatan).

5. Tanah ngalingga manik. Secara harfiah, ngalingga manik berarti ‘membentuk puncak permata’. Mungkin dapat diartikan topografi tanah yang membentuk puncak dengan lahan pemukiman berada di puncaknya. Termasuk topografi tanah yang baik, karena menjadikan penduduknya diperhatikan oleh dewata. Pada tanah seperti inilah Bujangga Manik (BM), seorang peziarah Sunda abad 16, mengakhiri kehidupannya. Dalam teks BM (baris 1404-1406), rahib kelana ini berharap menemukan tanah kabuyutan, yaitu tanah yang menyerupai puncak permata (ngalingga manik).

Baca Juga: Mengenal Abu Hanifah, Komandan Hizbullah Sukabumi yang Jadi Menteri Pendidikan Era Soekarno

6. Singha Purusa. Topografi tanah (lahan) memotong pasir, berada di antara puncak dan kaki bukit. Termasuk topografi tanah yang baik, karena mendatangkan kemenangan dalam berperang.

7. Sri Madayung. Topografi tanah berada di antara dua aliran sungai, yaitu sungai kecil di sebelah kiri dan sungai besar di sebelah kanan. Termasuk topografi tanah yang kurang baik, karena menyebabkan dimadu oleh perempuan.

8. Sumara Dadaya. Topografi tanah datar. Mungkin sama dengan istilah topografi Sunda sekarang galudra ngupuk. Termasuk topografi lahan yang cukup baik, karena menyebabkan rama, sebagai salah satu dari trias penguasa masyarakat Sunda kuna selain rama dan resi, senantiasa datang berkunjung.

9. Luak Maturun. Topografi tanah berceruk karena di tengah wilayah terdapat lembah, mungkin menyerupai luak yang turun dari pohonnya. Termasuk topografi tanah yang tidak baik, karena menjadikan penduduknya banyak mendapat penderitaan. Dalam Sanghyang Siksa Kandang Karesian, istilah luak maturun termasuk salah satu formasi perang (SSKK: XVIII).

10. Wilayah melipat. Tidak disebutkan istilah untuk topografi ini. Termasuk topografi wilayah pemukiman yang kurang baik karena menyebabkan berkurangnya kekayaan.

11. Tunggang Laya. Topografi wilayah pemukiman menghadap laut. Termasuk topografi yang kurang baik, karena menyebabkan penduduknya mati tersambar petir.

Baca Juga: 1.000 Peserta Ikuti Scale Up STIFIn Genetic, Aisah Dahlan hingga Jamil Azzaini Jadi Pembicara

12. Mrega Hideng. Wilayah bekas kuburan. Termasuk wilayah pemukiman yang kurang baik, karena mengakibatkan wilayahnya kurang memiliki wibawa.

13. Jagal Bahu. Tanah menganga (terpisah) sehingga terdapat celah yang memisahkan wilayah pemukiman. Termasuk topografi tanah yang kurang baik, karena mengakibatkan wilayahnya kurang memiliki wibawa.

14. Talaga Kahudanan. Wilayah pemukiman membelah sungai. Termasuk topografi pemukiman yang kurang baik, karena penduduknya dapat mati karena senjata orang lain dalam peperangan.

15. Wilayah membelakangi bukit atau gunung. Tidak terdapat istilah untuk topografi ini. Termasuk topografi wilayah yang kurang baik, karena akan merusak hubungan keluarga.

16. Si Bareubeu. Topografi wilayah berada di bawah aliran sungai (katunjang ku cai). Termasuk topografi lahan yang kurang baik, karena akan dihukum oleh dewata.

17. Kampung dikelilingi oleh rumah. Termasuk topografi wilayah pemukiman yang kurang baik karena penduduknya akan menjadi rakyat jelata (budak).

18. Bekas tempat kotor (picarian) dikelilingi oleh rumah. Tidak terdapat istilah khusus di dalam teks untuk jenis topografi ini. Termasuk topografi wilayah pemukiman yang kurang baik, karena akan mendatangkan kesusahan.

Menurut Dr. Aditia Gunawan, semua tempat yang disebut tidak baik itu, tetap tidak dilarang untuk dijadikan rumah atau pemukiman, tetapi jelek pengaruhnya. Namun jika tetap akan dibangun rumah ditempat yang jelek pengaruhnya tersebut, orang Sunda biasanya melakukan ruwat atau membersihkan melalui bacaan mantra. Meski demikian tetap ada risikonya. 

Sumber : berbagai sumber

Berita Terkait
Berita Terkini