Jejen Nurjanah, Pejuang Buruh Migran Asal Sukabumi: Tahu Pedihnya Jadi Korban TPPO

Sukabumiupdate.com
Selasa 08 Jul 2025, 11:55 WIB
Jejen Nurjanah, Pejuang Buruh Migran Asal Sukabumi: Tahu Pedihnya Jadi Korban TPPO

Jejen Nurjanah, pejuang buruh migran asal Kabupaten Sukabumi (Sumber: su/awal)

SUKABUMIUPDATE.com - Dalam banyak pemberitaan media massa tentang kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang atau TPPO sering kali muncul nama Jejen Nurjanah. Dia adalah salah seorang pendiri Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), organisasi yang tak hanya mengadvokasi korban TPPO tapi juga berjuang untuk mengedukasi rakyat Indonesia agar bisa sejahtera menjadi pekerja di luar negeri melalui jalur resmi.

Jejen Nurjanah, adalah ibu rumah tangga berusia 57 tahun asal Kampung Muara, Desa Jambenenggang, Kecamatan Kebonpedes, Kabupaten Sukabumi mendedikasikan hidupnya untuk membantu buruh migran. Pernah jadi korban, kini Jejen berdiri di garis depan bersama aktivis membantu warga Indonesia, yang terperangkap jaringan TPPO di luar negeri.

Jejen menjadi aktivis buruh migran sejak tahun 1996 atau terhitung 29 tahun hingga sekarang dan telah menangani kurang lebih 700 kasus TPPO. Perjalanannya menjadi seorang aktivis bermula ketika dia memutuskan untuk menjadi seorang Pembantu Rumah Tangga (PRT) di negeri orang sejak tahun 1991.

Baca Juga: Tower Bambu Internet di Ciracap Sukabumi Belum Berfungsi, Warga: Hanya Proyek Saja

Pahit-manis mengantarkannya kepada sebuah organisasi pertamanya yakni Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW) pada tahun 1996 hingga tahun 2006. Dalam perjalanannya, Jejen yang masih menjadi PRT sempat mengalami kecelakaan kerja karena terjatuh dari lantai dua rumah majikannya di Dubai pada tahun 2005. Dalam kondisi yang tidak mampu untuk berjalan, Jejen terpaksa dikembalikan kepada agen yang memberangkatkannya.

“Memang awalnya ibu pernah jadi korban TPPO, waktu itu ibu mengalami kecelakaan kerja di Dubai jatuh dari lantai dua, itu tahun 2005 saat itu baru satu minggu kerja dan ibu dikembalikan ke agen, nah di situ ibu tidak dipulangkan (ke Indonesia) karena ibu juga harus menebus ya waktu itu Rp 19 juta,” ujar Jejen.

Dalam kondisi memprihatinkan, Jejen akhirnya dapat dipulangkan ke Indonesia berkat bantuan organisasi Kopbumi atau Konsorsium Pembela Buruh Migran Indonesia. Sejak saat itu, Jejen mengaku banyak mendapatkan undangan sharing atau hanya untuk sekedar berbagi pengalaman dengan buruh migran lainnya.

Baca Juga: Optimalisasi Peran RT-RW se Kecamatan Citamiang, Ini Pesan Wali Kota Sukabumi

“Nah sejak saat itu akhirnya ibu sering diundang untuk sharing, dari situ kita belajar sampai punya jaringan dan sampai sekarang alhamdulillah dipercayai juga oleh masyarakat,” kata dia.

Adapun perjalanannya di Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jejen mengaku menjadi salah satu founder atau pendiri organisasi yang digagas oleh Kopbumi sejak tahun 2000, bermula dari keinginan untuk membentuk sebuah organisasi yang berfokus pada isu pekerja migran di Indonesia.

“Nah di tahun 2007 ibu ikut berjuang mendirikan SBMI ibu menjadi salah satu pendiri saat itu memperjuangkan bagaimana supaya kita mempunyai organisasi khusus untuk pekerja migran, di situ terbentuklah organisasi khusus buruh migran ini atau sekarang menjadi SBMI,” ucapnya.

Baca Juga: Waspadai Sejak Dini: Bukan Hanya Gadget, Ini Faktor Penyebab Mata Minus pada Anak

Seiring berjalannya waktu, Jejen menceritakan suka dan duka menjadi seorang aktivis buruh migran di Indonesia mulai dari kepuasannya ketika berhasil menangani kasus hingga berbagai macam tantangan yang harus dihadapinya.

“Nah karena kita menangani kasus ini dengan sepenuh hati ya, jadi kalau sukanya itu ketika kasus ini sudah selesai sesuai tuntutan, kita bisa memulangkan korban dengan lancar dan itu menjadi kepuasan tersendiri buat saya,” cetusnya.

Muhammad Rangga Saputra (kakak kandung korban) bersama Jejen Nurjanah selaku Ketua DPC SBMI Sukabumi | Foto : Asep AwaludinMuhammad Rangga Saputra (kakak kandung korban) bersama Jejen Nurjanah selaku Ketua DPC SBMI Sukabumi | Foto : Asep Awaludin

“Tapi kesulitannya juga memang karena kasus TPPO ini terjadi di negara lain tentunya punya hambatan tersendiri seperti budaya yang berbeda dan perlakuan yang berbeda sehingga kita tidak bisa memaksakan aturan di sini untuk diberlakukan di negara lain,“ tambahnya.

Baca Juga: Tegas Sikapi Kasus Intoleransi, PDIP Jabar Usulkan Pemecatan Ketua PAC Cidahu Sukabumi

Tak hanya itu, perjuangan SBMI yang dipandang selalu berhadapan langsung dengan pelaku kriminal turut menjadi kekhawatiran Jejen, mengingat secara pribadi Jejen mengaku pernah mendapatkan intimidasi ketika menangani perkara.

“Dulu pernah ada (Intimidasi) tapi memang tidak seberat itu, tapi kekhawatiran itu selalu ada karena yang kita tangani ini berhadapan dengan orang-orang atau penyalur itu yang juga memiliki jaringan yang sangat luas, tetapi kita kembali lagi ke tujuan awal kita untuk memperjuangkan hak buruh migran ini,“ ungkapnya.

Di sisi lain, seperti seorang ibu pada umumnya, di usianya yang tak muda lagi, kekhawatiran juga datang dari keluarga Jejen yang mengharapkan Jejen untuk beristirahat di masa tua nya.

Baca Juga: Resmi! Hasil RUPS PT LIB: Liga 1 Berganti Nama Jadi Super League, Liga 2 Championship

“Alhamdulillah anak-anak selalu mendukung karena ibu juga selalu memberikan pengertian dalam arti anak-anak juga paham karena dulu saya juga pernah merasakan seperti itu (jadi korban tppo),” kata dia.

“Tapi memang kadang-kadang ada kekhawatiran anak-anak seharusnya kan seusia gini udah lah istirahat aja, tetapi kita kan nggak bisa diam juga ketika ada korban yang minta bantuan,” tandasnya.

Atas dedikasinya itu, Jejen bersama rekan SBMI lainnya disebut selalu mendorong pemerintah untuk melahirkan berbagai macam Undang-undang yang pro terhadap buruh migran.

Baca Juga: Jembatan di Gunungpuyuh Sukabumi Terancam Longsor, DPUTR Respon Cepat Lakukan Perkuatan TPT

“Memang kalau itu di kita itu ada advokasi penanganan kasus dan juga ada advokasi kebijakan. Dulu waktu itu sebelum ada UU 39 tahun 2004 itu kan belum muncul, akhirnya kita mendorong peraturan UU tentang pekerja migran,” ucapnya.

“Selain itu kita juga terus mendorong untuk revisi UU yang dianggap tidak berpihak kepada pekerja migran hingga akhirnya sekarang muncul UU Nomor 18 tahun 2017 dan itu kita terus mendorongnya,” tambahnya.

Atas dedikasinya, prestasi Jejen pun terbukti dengan 700 kasus TPPO yang telah ditanganinya selama memperjuangkan hak buruh migran Indonesia.

Baca Juga: KDM Tegaskan RSUD Welas Asih Milik Pemprov Jabar, Murni Dibiayai APBD

“Sampai sekarang alhamdulillah dipercayai juga oleh masyarakat mungkin ya sampai saat ini kalau dihitung mungkin ibu sudah menangani 700-an kasus TPPO,” pungkasnya.

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini