SUKABUMIUPDATE.com - Duka mendalam menyelimuti Kampung Padangenyang RT 06/03 Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi. Balita bernama Raya, berusia tiga tahun, meregang nyawa pada 22 Juli 2025, dengan tubuh dipenuhi cacing gelang. Sembilan hari ia bertahan di rumah sakit tanpa identitas dan jaminan kesehatan, sehingga tagihan biaya perawatan menembus puluhan juta. Kisah tragis ini baru mengemuka setelah komunitas sosial Rumah Teduh mengunggah kondisi Raya pertengahan Agustus lalu.
Raya pertama kali dibawa ke rumah sakit pada 13 Juli 2025 malam dalam keadaan tak sadarkan diri. Ia diketahui tengah menjalani pengobatan tuberkulosis, ditambah demam, batuk, dan pilek yang membuat tubuhnya kian rapuh. Sejak kecil, ia tumbuh di lingkungan kotor, bermain di tanah bercampur kotoran ayam di bawah rumah panggung. Kedua orang tuanya, Rizaludin alias Udin (32 tahun) dan Endah (38 tahun), mengalami gangguan mental, sehingga tidak mampu mengurus dokumen maupun memastikan tumbuh kembang sang anak.
Kisah getir itu menyulut kritik keras dari Irman Firmansyah, warga dan relawan sosial yang lantang menyuarakan ketimpangan. Menurutnya, sejak awal pemerintah daerah tidak benar-benar hadir. “Bagaimana bisa dikatakan aparat desa aware, kalau identitas saja tidak ada? Artinya dari lahir hingga sebelum kematiannya, Raya tidak pernah masuk sistem kesehatan. Pemerintah hadir di pemakaman, tapi bersikap pasif saat ia masih punya harapan hidup. Justru komunitas kecil yang bergerak, padahal mereka tanpa dana, tanpa struktur, hanya punya hati,” tegas Irman di media sosialnya, dikonfirmasi sukabumiupdate.com, Rabu (20/8/2025).
Irman juga menyebut rumitnya birokrasi sebagai “pembunuh senyap” yang merampas hak kesehatan rakyat miskin. Rumah sakit, kata dia, lebih sibuk menagih biaya ketimbang menyelamatkan nyawa, padahal Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi sudah menegaskan untuk tidak menolak warga meski belum terdaftar BPJS Kesehatan. Pemerintah daerah berlindung di balik alasan anggaran, seolah warga pelosok tak layak mendapatkan layanan setara dengan mereka yang tinggal di kota.
“BLUD (Badan Layanan Umum Daerah/rumah sakit tempat Raya dirawat) seharusnya fokus melayani, bukan hanya mencari profit. Kalau hanya soal uang, apa gunanya dana wakaf, zakat, dan bantuan sosial yang dikumpulkan? Kenapa tidak dikelola pemerintah sebagai dana darurat masyarakat? Ini jelas soal niat, bukan soal anggaran,” ujarnya geram.
Irman Firmansyah. | Foto: Dokumentasi Pribadi
Baca Juga: Fakta Medis Kasus Raya, Balita Sukabumi Meninggal karena Infeksi Cacing dan TB
Ketua Yayasan Dapuran Kipahare itu pun menyoroti Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang kerap muncul membuat konten, namun gagal memastikan bawahannya bekerja. Menurutnya, tragedi Raya membongkar kebusukan birokrasi: laporan yang tidak sampai, data kemiskinan tak bisa dipercaya, hingga program stunting yang hanya seremonial. “Ketika pejabat sibuk berjoget merayakan kemerdekaan, di pelosok ada balita mati dimakan cacing. Ini bukan sekadar ironi, namun penghinaan terhadap rakyat,” tutup Irman.
Sebelumnya, Kepala Desa Cianaga Wardi Sutandi membenarkan bahwa sejak kecil Raya sering bermain di bawah kolong rumah bersama ayam, hingga hidup dalam lingkungan yang tidak sehat. Ia sempat mengalami demam, lalu diperiksa di klinik dan puskesmas setempat dengan diagnosis awal penyakit paru-paru. Namun karena keluarga tidak memiliki dokumen kependudukan maupun BPJS Kesehatan, pengobatannya terkendala. “Lalu ada keluarga yang melapor ke Rumah Teduh dan Raya dijemput pakai ambulans,” kata dia.
Pelaksana tugas (Plt) Camat Kabandungan Budi Andriana mengurai simpul administrasi yang terlambat. Informasi pertama baru diterima pada 15 Juli, dua hari setelah Raya masuk rumah sakit. Kebingungan identitas ini membuat proses kependudukan kian berbelit. Baru pada 21 Juli dilakukan perekaman data, dan sehari kemudian kartu keluarga resmi terbit.
Tim dokter RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi mengungkapkan bahwa sebelum meninggal, tubuh Raya sudah dipenuhi cacing gelang (Ascaris lumbricoides). Menurut keluarga, Raya sebelumnya mengalami demam, batuk, pilek, dan sedang menjalani pengobatan tuberkulosis. Sejak awal perawatan, kondisinya terus memburuk. Selain tidak sadar, tanda vitalnya juga tidak stabil. Raya sempat dirawat intensif di ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU) setelah berkonsultasi dengan dokter spesialis anak.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengambil langkah tegas atas kasus ini dengan pemberian sanksi berupa penundaan pencairan dana desa untuk Desa Cianaga. Dedi menilai perangkat Desa Cianaga lalai dalam menjalankan tugasnya, sehingga tidak mampu memberikan perhatian yang cukup terhadap kondisi kesehatan Raya.