Pendidikan Semrawut Indonesia: MBG, Sekolah Garuda dan Sekolah Rakyat Yakin Solusi?

Sukabumiupdate.com
Senin 09 Jun 2025, 13:50 WIB
Semrawut. Opini: Pendidikan di Indonesia itu semrawut (Sumber: subagiowaluyo.com)

Semrawut. Opini: Pendidikan di Indonesia itu semrawut (Sumber: subagiowaluyo.com)

Penulis: M. Farhan Al Rasyid

Bagian 1 : Siswa Berusaha dalam Keterbatasan

Sekolah menjadi media siswa untuk mengekspresikan diri, bersosialisasi, bertumbuh dan membentuk karakter diri. Di sekolah, siswa menggantungkan asa untuk meraih cita-cita yang didambakan-nya, mereka mendapatkan bimbingan, arahan serta pengajaran dari guru, staf, sampai penjaga kantin. Karena pada dasarnya seluruh warga sekolah merupakan fasilitator dalam memberikan ilmu, siswa bisa mendapatkan pengajaran dari berbagai macam sudut pandang.

Selama bersekolah, siswa senantiasa membiasakan diri bangun sepagi mungkin untuk lekas menuju sekolah. Sebagian besar siswa di perkotaan menganggap ketakutan mereka di pagi hari ialah ringkikan bel tanda jam sekolah sudah dimulai. Jika siswa melewatkan bel berbunyi pada saat masih di luar sekolah, mereka harus siap diberi “reward” yang beragam oleh sang “algojo” mulai dari hukuman fisik , “operasi semut” sampai tadarus Al-Quran.

Berbanding terbalik dengan sekolah di daerah, kadang saat bel berbunyi mereka masih sibuk untuk bisa melewati jembatan reyot, berlarian di pematang sawah, sampai menerjang aliran sungai. Tak ada “reward” yang diterima, hanya pemberian pemakluman semata. Kadang jika cuaca sedang tak baik-baik saja, mereka memilih untuk tak memaksakan pergi. Fasilitas publik masih saja menjadi salah satu faktor terhambatnya proses pembelajaran.

Baca Juga: Jam Masuk Sekolah di Jabar 06.30 WIB: Ini Kendala Guru dan Pelajar SDN Ciloma Sukabumi

Buah inilah yang nantinya menjadi bekal mereka dalam mengarungi samudera kehidupan. Tak sampai disitu, mereka harus bisa menjadi pembelajar sepanjang hayat dan diharapkan bisa berdampak bagi orang banyak. Pada dasarnya watak siswa beraneka ragam, hal inilah yang harus mereka sadari bahwa rasa saling menghargai harus terjaga. Walaupun berlatar belakang keluarga yang berbeda, mereka mempunyai hak yang sama untuk melahap ilmu pengetahuan di sekolah.

Baca Juga: Sopir Bus di Sukabumi Meninggal Dunia, Coba Selamatkan Penumpang Hingga Tertabrak Kendaraannya Sendiri

Sekolah menjadi benda mati yang berwujud, siswa lah yang menghidupkan dan memberi warna. Guru tanpa ada siswa ia layaknya pohon tak berbuah, siswa tanpa guru layaknya anak ayam yang mencari induknya, tak berdaya. Hitam dan putih kehidupan sekolah, siswa harus bisa mencerna dengan bijak. Kadang di era saat ini, beberapa kejadian kriminal dan janggal terjadi di lingkungan mereka tumbuh. Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang sesuai dengan UUD 1945, seluruh elemen pemerintah harus sadar bahwa pendidikan merupakan tonggak penting dalam kemajuan suatu bangsa. Bahwa jabatan yang saat ini diamanahi kelak akan digantikan oleh generasi selanjutnya, mereka harus dipupuk sedari dini untuk mendapatkan hasil yang dapat mendorong kemajuan negara.

Bagian 2 : Guru Berupaya, Sistem Merajalela.

Upaya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa masih menjadi tanda tanya. Di lingkungan formal, guru harus menjadi “aktor” dalam membina dan memberikan pengajaran bagi para siswa. Aktor ? Selain menjadi pemberi pengetahuan, guru harus bisa mengelola emosi siswa (psikolog), menegakan ajaran agama (ustaz), melerai dan menyelesaikan masalah antar siswa (hakim) dan masih banyak lagi peran yang harus dijalankan olehnya. Peran ini menjadi tameng untuk mereka agar bisa memberi rasa aman, nyaman dan bermakna bagi seluruh siswa. Dengan berbagai macam peran, hak dan kewajiban mereka masih belum bisa dikatakan layak.

Berbagai macam opini publik terhadap guru yang sering terdengar yaitu “Guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa” kalimat ini klise namun tak seharusnya dinormalisasi, karena menjadi guru pun merupakan pekerjaan dan seharusnya mendapatkan hak yang sama. Watak siswa pada satu sekolah akan berbeda-beda, di era saat ini mental siswa sering terganggu oleh kebiasaan mereka dalam melahap apa yang ada pada media sosial, hasilnya siswa cenderung berani mengungkapkan dan melakukan hal tabu pada guru. Hal ini menjadi perhatian khusus bagi seluruh guru dan orang tua di rumah. Guru, orang tua, dan lingkungan sekolah harus bisa menjalin mitra yang baik agar bisa beriringan membimbing siswa untuk dapat merealisasikan harapan nya.

Menurut data Kemendikbud, jumlah guru honorer di Indonesia pada tahun 2022 adalah 704.503 orang. Selain itu, terdapat juga 141.724 guru tidak tetap (GTT) di kabupaten/kota dan 13.328 orang GTT di lingkup provinsi (Sumber : Media Indonesia) gaji yang didapatkan oleh guru honorer berkisar antara 400-900 ribu perbulan, mekanisme penggajian ini mengacu pada lama jam yang didapatkan selama lima hari kerja di awal bulan, entah siapa yang pertama kali membuat sistem ini, dalam empat minggu, guru digaji hanya satu minggu kerja, sedangkan tiga minggu-nya “pengabdian” tidak sedikit guru mencoba untuk mendapatkan penghasilan tambahan dengan berjualan, ojek online, content creator, dan membuka jasa, agar mereka bisa tetap melangsungkan hidup. Menurut survei yang dilakukan Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat 42 persen masyarakat yang terjerat (pinjol) merupakan para guru (Sumber : MetroTv) . Hal ini menjadi salah satu faktor kurangnya minat seseorang sarjana pendidikan menjadi guru.

Baca Juga: Satpol PP Sukabumi Tinjau Camping Ground di Cibadak, Peringatan Tegas Jika Pembangunan Tanpa Izin

Semboyan “Guru digaji dengan pahala” menjadi kalimat penenang untuk selalu memberikan terbaik pada seluruh siswa. Walaupun beberapa guru setelah mengajar sering merasa kurang dalam memberikan pengajaran. Selain dibebankan menjadi “aktor” guru diberikan tambahan tugas yaitu perihal administrasi, alhasil mereka meninggalkan jam kelas untuk menyelesaikan tugas tersebut. Guru harus memberikan pemantik agar siswa bisa mengembangkan pemahaman yang mendalam hingga akhirnya tercipta pemikiran yang kritis pada setiap siswa. Pendidikan dan pengajaran bermakna belum bisa dikatakan sempurna, jika seorang guru belum leluasa dalam menjalankan tugas.

Pemerintah melempar janji manis ke publik terkait profesi ini, para penguasa negeri menjanjikan akan mensejahterakan guru lewat PPPK dan pendidikan profesi guru (sertifikasi) janji hanya sekedar janji, pemerintah melakukan efisiensi anggaran, termasuk pada bidang pendidikan. Hasilnya banyak PPPK terpilih belum jelas status nya. Sama halnya, mahasiswa pendidikan profesi guru tertentu yang sudah dinyatakan lulus nampak kebingungan dengan program ini.

Bagian 3 : MBG, Sekolah Garuda, dan Sekolah Rakyat, yakin Solusi ?

Berbagai upaya tengah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Saat ini program makan bergizi gratis (MBG) telah dilakukan, walaupun di beberapa daerah belum semuanya terdistribusi. Program MBG berkaitan dengan gizi yang diberikan pemerintah diharapkan bisa memberikan pengalaman baru dalam dunia pendidikan untuk menciptakan generasi emas dan mempunyai wawasan luas. Setelah berjalan kurang lebih empat bulan, program ini menuai banyak keluhan dikalangan siswa, mulai dari rasa masakan yang hambar sampai dengan nutrisi yang tidak seimbang.

Keluhan berbeda disuarakan oleh ribuan siswa di Papua, mereka turun ke jalan melakukan aksi menolak MBG di Papua, saudara kita menganggap bahwa mereka membutuhkan pendidikan gratis dan layak. Awalnya program ini diberikan dengan anggaran 15 ribu per siswa setiap hari nya, entah apa yang terjadi, pemerintah akhirnya mencanangkan anggaran 10 ribu per siswa. Masyarakat skeptis, menganggap bahwa kebijakan ini memiliki resiko adanya korupsi. Respon pemerintah? Ada, tetapi lewat stafsus kemenhan yang menganggap siswa yang mengeluh perihal MBG ini diberi umpatan “Pea”.

Baca Juga: Curug Cigangsa Surade Sukabumi, Air Terjun Gratis di Tengah Hamparan Pesawahan

Selain MBG, sekolah unggulan garuda dan sekolah rakyat masuk ke dalam program pemerintah, kedua sekolah ini dikelola oleh dua kementerian berbeda. Sekolah unggulan garuda di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendikti Saintek) program ini mencakup satu jenjang saja yaitu SMA yang memiliki tujuan membentuk siswa yang melek bidang sains, teknologi, engineering dan matematika (STEM) sasaran utama sekolah ini yatu siswa yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata, agar nantinya mereka bisa bersaing dengan industri di masa yang akan datang. Selain itu, fasilitas penunjang di sekolah ini akan membantu proses pembelajaran siswa seperti perpustakaan visual sampai ruang kelas digital.

Sekolah rakyat dikelola oleh Kementerian Sosial, sekolah ini berpusat pada anak-anak yang terlahir dari keluarga ekonomi dibawah rata-rata. Program ini mencakup tiga jenjang yaitu SD, SMP, dan SMA sekolah ini nantinya akan difasilitasi asrama sehingga nantinya mereka akan tinggal di lingkungan sekolah. Jika kedua sekolah ini terealisasi, nantinya akan menciptakan sistem pendidikan yang berbeda-beda sehingga menimbulkan permasalahan baru dalam penerapan pendidikan nasional.

Pemerintah menjanjikan guru yang akan mengisi kedua sekolah tersebut, mulai dari ASN, PPPK, sampai alumni dari PPG Prajabatan. Hingga tulisan ini dibuat, belum ada kejelasan mengenai guru yang akan ditugaskan di kedua sekolah tersebut. Selain guru yang belum jelas, kedua program ini juga masih belum jelas. Pemerintah memberikan narasi bahwa gaji guru di kedua sekolah sampai dengan 20 juta perbulan, gaji tersebut menjadi dambaan seluruh guru honorer yang telah mengabdi selama bertahun-tahun bahkan puluhan tahun. Hal ini akan menimbulkan ketimpangan, sekolah baru yang hendak terealisasi akan merekrut guru baru dengan gaji fantastis.

Sebelum melaksanakan kebijakan, semestinya pemerintah dapat mengevaluasi permasalahan yang telah lalu, mulai dari sistem, fasilitas, kurikulum, beban guru dan hak guru. Jika anggaran MBG, sekolah unggulan garuda, dan sekolah rakyat dialihkan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dan dibantu dengan pemangku jabatan yang jujur serta transparansi mungkin akan ada progres kemajuan yang signifikan. Kebijakan pemerintah di seluruh bidang harus senantiasa kita kawal, jika bertolak belakang dengan akal, yakin kita akan tinggal diam ? Karena masa depan bangsa dan generasi penerus berada di tangan kebijakan pemerintah.

Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”
-Ki Hajar Dewantara

“Hasil tertinggi dari pendidikan adalah toleransi”
-Hellen Keller

* Berbagai Sumber

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini