Djadja Suparman Surati Jokowi, Letjen PURN TNI Asal Sukabumi yang Terancam Penjara

Sabtu 16 Juli 2022, 19:53 WIB

SUKABUMIUPDATE.com - Letnan Jenderal TNI (Purn.) Djadja Suparman lahir di Sukabumi 11 Desember 1949,  mantan perwira tinggi TNI, Angkatan Darat dengan pangkat terakhir bintang tiga. Ia juga mantan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad).

Djadja Suparman merupakan lulusan Akademi Militer tahun 1972 yang berasal dari kesatuan infanteri baret hijau. Penugasan pertamanya di Kediri, sebagai Komandan Peleton (Danton). Beberapa waktu kemudian ia dipercaya sebagai Komandan Yonif 507/Sikatan (Surabaya), yang merupakan pasukan andalan Kodam V/Brawijaya.

Sesudahnya, ia dipercaya sebagai Komandan Distrik Militer (Dandim) di Probolinggo. Kemudian ditarik ke Makodam V/Brawijaya, sebagai Waasops Kasdam V. Setelah berdinas di staf, Djaja ditarik kembali ke satuan tempur, sebagai Komandan Brigif 13/Galuh Kostrad (Tasikmalaya).

Kariernya terus semakin menanjak setelah ia dipercaya sebagai Komandan Resimen Taruna Akmil di Magelang. Sesudah menjadi Danmentar, bintang satu diraihnya saat dipercaya sebagai Kasdam II/Sriwijaya. Setelah bertugas di Palembang, ia kembali lagi ke Surabaya, sebagai Pangdam V/Brawijaya, dengan pangkat Mayjen. Kemudian pada akhir Juni 1998, Djadja dipercaya memegang komando sebagai Pangdam Jaya menggantikan Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin.

Pada bulan November 1999, Djadja ditunjuk sebagai Pangkostrad menggantikan Letjen TNI Djamari Chaniago, pangkatnya pun naik menjadi jenderal berbintang tiga atau Letnan Jenderal. Namun ia hanya sebentar menjadi Pangkostrad setelah pada bulan Maret 2000 ia digantikan oleh Letjen TNI Agus Wirahadikusumah. Setelah itu ia pun menjabat sebagai Komandan Sekolah Staf dan Komando TNI (Dan Sesko TNI) dan sebelum akhirnya pensiun ia menjabat sebagai Inspektur Jenderal TNI (Irjen TNI).

Terjerat Kasus

Pada 26 September 2013 Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya, menjatuhkan vonis 4 tahun penjara dan denda Rp 30 juta atas kasus korupsi senilai Rp 17,6 miliar kepada Djadja. Ini kasus saat dia masih menjabat sebagai Pangdam Brawijaya. Ia juga harus menyerahkan uang pengganti sebesar Rp 13,3 miliar, jika tidak mampu mengembalikannya, harus menggantinya dengan hukuman tambahan selama 6 bulan.

Kasus ini bermula pada tahun 1998 ketika ia menerima kompensasi dana sebesar Rp 17,6 miliar dari PT Citra Marga Nusaphala Persada (CNMP) atas tukar guling lahan seluas 8,8 hektar di Dukuh Menanggal, Surabaya milik Kodam V/Brawijaya. Dari uang itu, sebesar Rp 4,2 miliar telah digunakan untuk keperluan Kodam dan sisanya sebanyak Rp 13,3 miliar tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Surat Untuk Jokowi

Baru-baru ini Djadja Suparman mengirim surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo pada Selasa 5 Juli 2022 lalu. Di dalam surat itu, Djadja Suparman mengeluhkan proses hukum yang sedang dihadapinya dalam kasus ruislag lahan Kodam V/Brawijaya seluas 8,82 hektar di Kecamatan Waru Surabaya kepada PT CMNP Tbk.

Surat tersebut juga ditembuskan kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, dan Staf Angkatan Darat Jenderal Dudung Abdurachman.

Berikut isi lengkap suratnya;

Yang Terhormat Bapak Presiden Republik Indonesia,

Perkenankan yang bertandatangan di bawah ini saya: Djadja Suparman MM, kelahiran Sukabumi 11 Desember 1949, Purnawirawan TNI AD 1 Januari 2006. Pangkat terakhir Letnan Jenderal TNI.

Pernah menjabat Kasdam IV/Sriwijaya (1996), Pangdam V/Brawijaya (1997-1998), Pangdam Jaya (1998 -1999), Panglima Kostrad (1999-2000), Komandan Sesko TNI (2000-2003). Jabatan terakhir sebagai Inspektur Jenderal TNI (2003-2005).

Selama mengabdi sebagai Prajurit TNI telah menerima Penghargaan Negara berupa Bintang Mahaputera Utama (1999) dan Bintang Dharma (2005).

Sebelum menyampaikan substansi masalah, terlebih dahulu saya memohon maaf kepada Bapak Presiden atas langkah saya sebagai seorang Purnawirawan  Perwira Tinggi membuat Surat Terbuka kepada Bapak Presiden. Karena sejak tahun 2015 saya sudah menyampaikan laporan serta permohonan “keadilan dan kepastian hukum” kepada semua pemimpin di Institusi Pemerintah dan Legislatif termasuk Komnas HAM. Tetapi tidak ada perhatian.

Oleh karena itu dengan berat hati saya lakukan untuk memohon keadilan dan untuk memulihkan nama baik pribadi dan keluarga besar saya yang telah dihancurkan oleh negara melalui oknum yang terkait dengan perkara saya.

Sehingga selama 22 tahun sejak tahun 2000 sampai 2022, nama baik pribadi dihancurkan dengan opini sebagai Jenderal Koruptor mulai tahun 2000 sampai 2006. Kemudian tahun 2006 sampai 2008 dituduh melakukan korupsi dengan ruislag tanah Kodam V/Brawijaya tanpa ijin institusi.

Akibatnya adalah karier militer dihambat dan hak hidup sebagai warga negara setelah Purna Bhakti dibatasi. Selanjutnya menjalani proses hukum berdasarkan rekomendasi Ketua BPK RI yang direkayasa dengan proses pemeriksaan yang tidak adil dan pembiaran atas perkara selama 13 tahun (2009 sampai 2022).

Kemudian baru ada perintah dari institusi melalui Oditurat Militer III Surabaya tanggal 13 Mei 2022 untuk melaksanakan Putusan Mahkamah Agung No 248/MIL/2015, 248 K/MIL/2015 yang menguatkan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya tahun 2013 dengan vonis 4 tahun penjara dan subsider kurungan pengganti selama 9 bulan.

Artinya kalimat “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” diimplementasikan dengan memenjarakan orang di luar dan di dalam penjara selama 19 tahun (2009-2027).

Pertanyaannya kemana saja aparat penegak hukum yang mendapat mandat kekuasaan untuk melaksanakan UU tentang Peradilan Militer? Apakah dengan sengaja melakukan pembiaran agar saya mati sambil menunggu kepastian hukum atau mati dalam penjara? Dan siapa yang bertanggung jawab atas perlakuan aparat negara ini?

Kemudian, siapa yang berhak mengatakan bahwa apa yang terjadi ini benar atau salah? Dan bagaimana kompensasi pembiaran eksekusi Putusan MA selama 6 tahun dengan kewajiban saya masuk penjara selama 4 tahun?

Disadari atau tidak, secara langsung atau tidak langsung, sebenarnya negara telah melakukan “pelanggaran HAM berat”. Oleh karena itu hanya kepada Bapak Presiden selaku Kepala Negara saya memohon keadilan dan pemulihan nama baik pribadi dan keluarga.

Yang terhormat Bapak Presiden,

Mengapa saya harus diperlakukan seperti itu? Dugaan saya, ini merupakan resiko jabatan pada waktu terjadinya proses “Reformasi” 1997 sampai 2005.

Tahun 1997 saya menjabat Pangdam V/Brawijaya di Provinsi Jawa Timur yang menjadi barometer stabilitas keamanan nasional.

Pada waktu itu saya pernah diajak untuk bergabung dan mendukung kelompok pembaharuan. Pilihannya hanya: “berkhianat atau menolak dan siap dihancurkan secara politik”.

Kemudian salah satu permintaannya “JANGAN IKUTI SEMUA PERINTAH PANGLIMAMU”.

Keputusan sebagai prajurit sejati yang telah bersumpah kepada Allah SWT demi Negara, saya memilih “menolak dan siap dihancurkan secara politik”.

Kemudian saya sampaikan, “Urusan politik adalah urusan Bapak dan urusan Keamanan Negara menjadi tanggung jawab saya. Tetapi jangan hancurkan rakyat dan bangsa demi ambisi politik.”

Alhamdulillah, pada waktu menjabat Pangdam Jaya (Juli 1998 sampai Nopember 1999), telah menjadi  bagian untuk mengawal terjadinya perubahan  secara demokratis melalui Pemilu 1999.

Tetapi kemudian muncul kelompok yang dijuluki sebagai “Perwira TNI Reformis”. Dalam rangka meningkatkan citranya di mata publik “mereka” mengangkat isu populer tentang ABRI/TNI dan isu pemberantasan korupsi di lingkungan TNI.

Kemudian mereka melakukan pembunuhan karakter  untuk menghancurkan karier sesama pejabat TNI yang dianggap sebagai penghambat upaya  dan strategi untuk mencapai tujuannya.

Kemudian saya menjadi salah satu target mereka yang harus dihancurkan baik karier militer dan masa Purna Bhakti, bahkan sampai mati. Mungkin karena dianggap terlalu banyak tahu tentang situasi  yang berkembang sebelum, selama dan setelah terjadinya Reformasi 1998.

Kesimpulan tersebut berdasarkan fakta-fakta yang terjadi dan menjadi berita media, surat resmi dan perkara yang saya hadapi serta pelanggaran hukum yang terjadi dengan kronologis sebagai berikut:

1. Melakukan pembunuhan karakter untuk menghambat karier militer saya dengan pembentukan opini publik melalui media dengan tuduhan bahwa “mantan Pangkostrad 1999-2000 telah melakukan korupsi Rp 189 miliar selama menjabat Pangkostrad“.

Setelah saya menyerahkan tugas dan tanggung jawab sebagai Pangkostrad kepada pejabat baru, muncul tuduhan bahwa saya telah melakukan korupsi di Kostrad sebesar Rp 189 miliar yang disampaikan dalam press release.

Opini buruk ini berkembang luas melalui pemberitaan media dalam dan luar negeri selama 3 bulan.

Pejabat publik, oknum Badan Pemeriksa Keuangan, media diduga dilibatkan dalam skenario ini. Kemudian pada akhirnya BPK RI dan Irjenad menyatakan tuduhan tersebut tidak terbukti.

Saya tidak menanggapi isu itu, karena sebelumnya sudah mengetahui rencana jahat mereka. Tetapi opini buruk tentang saya telah menjadi opini publik yang merugikan nama baik pribadi dan keluarga besar di mata publik serta menghambat karier militer selama 6 tahun (2000-2006).

photoBagian surat kepada Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi dari Letjen PURN TNI Djadja Suparman- (istimewa)</span

2. Pembunuhan karakter mulai Juni 2006 sampai Februari 2009, 6 bulan. Setelah Purna Bhakti mereka melakukan pembunuhan karakter melalui pembentukan opini publik bahwa saya sebagai mantan Pangdam V/Brawijaya (1997-1998) telah melakukan korupsi Rp 17,6 miliar dengan meruislag lahan Kodam V/Brawijaya seluas 8,82 Ha kepada PT CMNP Tbk yang akan dibangun jalan tol Waru-Tanjung Perak Surabaya.

Untuk menghambat dan menutup karier dan kehidupan saya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara selama  32 bulan.

3. Kriminalisasi melalui proses hukum atas dasar  laporan yang  diduga direkayasa untuk memasukan saya ke penjara. Melalui Rekomendasi Ketua BPK RI kepada Menhankam dan Panglima TNI No: 87/S/III/-XIV-1/07/2008 tanggal 23 Juli 2008 bahwa “perlu dilakukan tindakan hukum terhadap mantan Pangdam V/Brawijaya (1997-1998) karena telah meruislag lahan Kodam V/Brawijaya seluas 8,82 Ha di Kecamatan Waru Surabaya kepada PT CMNP Tbk, untuk jalan tol SS Waru Surabaya yang diperkirakan telah merugikan negara sebesar Rp 13,3 miliar.

Kemudian berubah menjadi “…atas indikasi tindak pidana korupsi pada proses hibah tanah TNI AD cq Kodam V/Brawijaya…”

Namun kedua substansi rekomendasi Ketua dan Auditor Utama BPK RI tersebut dimentahkan oleh Keterangan Ahli BPK RI dalam persidangan yang menyatakan bahwa, “Perkara ini bukan Perkara Tindak Pidana Korupsi, tetapi perkara lain, karena tidak pernah dilakukan audit dengan tujuan tertentu oleh BPK RI yang hasilnya dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan Perhitungan Kerugian Negara.”

Kemudian Ketua Majelis Hakim bertanya, “Siapa yang memutuskan dalam persidangan ini?”, dan dijawab oleh Ahli BPK RI, “Yang Mulia”.

4. Melaksanakan proses penyelidikan dan penyidikan sampai pelimpahan perkara oleh Perwira Penyerah Perkara (Papera) selama 43 bulan mulai 7 Januari 2009 sampai 12 Oktober 2012 dengan mengalihkan perkara yang terjadi tahun 2006-2009 menjadi perkara yang direkayasa dan mantan Pangdam V/Brawijaya sebagai Terdakwa Tunggal Pelaku Korupsi yang merugikan negara Rp 13,3 miliar karena telah menghibahkan tanah Kodam pada tahun 1998.

Selama 43 bulan ini telah terjadi pelanggaran Hukum Acara Pidana Militer, pelanggaran Sumpah Jabatan  dan pembiaran perkara. Karena itu pada tanggal 15 Agustus 2012 dalam acara kenegaraan di Istana,  saya meminta kepastian hukum kepada Panglima TNI karena sudah 43 bulan dibiarkan oleh Kasad yang bertindak selaku Perwira Penyerah Perkara.

Mungkin karena ragu atau tidak yakin. Tetapi perkara itu harus diselesaikan melalui mekanisme yang diatur dalam UU Peradilan Militer dan peraturan jabarannya, bukan dibiarkan.

Mengapa saya meminta kepastian hukum kepada Panglima TNI? Karena menurut UU Peradilan Militer, Ankum dan Papera saya adalah Panglima TNI dengan alasan jabatan terahir sebelum pensiun sebagai Inspektur Jenderal TNI.

5. Melaksanakan persidangan Pengadilan Militer Tinggi di Surabaya mulai Maret sampai September 2013. Selama Persidangan Militer yang penuh drama itu terlihat keraguan dari Oditur Militer sebagai penuntut dan Majelis Hakim. Hanya ketuanya saja yang sejak awal sudah mengatakan bahwa saya bersalah.

Kemudian yang lebih janggal lagi adalah Majelis selalu mengatakan, “Saya diperintahkan oleh Kasad dan Panglima.” Padahal mereka itu di bawah Mahkamah Agung.

Keraguan yang muncul dalam persidangan karena perkara yang terjadi tahun 2006 sampai 2009 dialihkan menjadi perkara tahun 1998 dan mereka tidak tahu persis tentang apa yang terjadi tahun selama selama saya menjadi Panglima Kodam 1998, Oditur selaku Penuntut tidak pernah periksa saya.

Para saksi mantan asisten saya banyak yang tidak mengerti dan mencabut pernyataannya dan tidak ada satupun para pejabat dan pelaku pembangunan pada kurun waktu 2006 sampai 2009 yang dijadikan saksi atau terdakwa dalam persidangan.

Drama yang paling membanggakan adalah adanya bisikan kepada Pengacara saya dari Militer agar tidak membela Terdakwa sepenuhnya dan saya mendapat bisikan, “Salah atau benar Abang diputus bersalah”,  dan saya jawab, “Saya sudah tahu skenarionya”.

Kemudian tanggal 26 September 2013, Majelis Hakim menyatakan, “Terdakwa terbukti bersalah dengan vonis 4 tahun penjara”, tetapi, “Terdakwa tidak ditahan”.

Aneh tapi nyata. Seharusnya seorang yang dinyatakan sebagai koruptor harus langsung masuk penjara. Tapi Majelis Hakim tidak melakukan itu. Artinya ada skenario lain yang telah disusun oleh penggagas, yaitu Djadja Suparman harus mati berdiri dan tidak ada kesempatan untuk memulihkan nama baiknya.

Perkiraan  yang akan terjadi itu menjadi kenyataan karena pada waktu Putusan Pengadilan Militer Tinggi berkekuatan hukum tetap pada 2016, Saya minta dieksekusi kepada Kepala Odmilti III Surabaya. Tetapi ditolak karena katanya perkara ini salah orang.  Pembiaran selama 6 tahun atas status saya, merupakan pelanggaran hukum.

Baru pada tanggal 13 Mei 2022 Kepala Odmilti III Surabaya mengirim Surat Panggilan untuk melaksanakan Putusan Mahkamah Agung pada tanggal 30 Mei 2022.

Sebagai warga negara yang taat pada hukum, saya datang memenuhi panggilan, tentu tidak bisa berdebat dengan pelaksana.

Kemudian sebagai patriot sejati saya “menolak semua putusan Majelis Hakim” dan sebagai warga negara harus mengikuti prosedur hukum, “Saya siap masuk penjara tanggal 16 Juli  2022 di Lembaga Pemasyarakatan Militer Cimahi” dengan surat terlampir.

Yang Terhormat Bapak Presiden,

Demikian fakta dan data yang dapat saya laporkan kepada Bapak Presiden, bahwa tanpa disadari oleh para pejabat yang terkait dalam perkara yang saya hadapi ini selama 16 tahun dan mungkin menjadi 20 tahun 9 bulan, telah melakukan pelanggaran hukum dan HAM berat.

Oleh karena itu dengan segala hormat, saya memohon keadilan kepada Bapak Presiden untuk menegakan keadilan dan kepastian hukum serta implementasi “Demi Keadilan Berdasarkan  Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam proses hukum di negara ini.

Semoga kasus yang menimpa saya ini menjadi bahan pembelajaran dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk menjadi lebih baik.

Atas Perhatian dan perkenan Bapak Presiden Republik Indonesia, saya mengucapkan terima kasih yang terdalam, dengan harapan semoga rakyat, bangsa dan negara Indonesia di masa mendatang  menjadi terhormat dan eksis  di dunia.

Aamiin Ya Robbal Allamin.

Baca Juga :

Reporter sukabumiupdate.com berhasil menemui mantan perwira tinggi militer TNI berbintang tiga itu pada Kamis malam 15 Juli 2022 di tempat peristirahatannya di Sukabumi

"Jadi intinya mungkin kenapa saya bikin surat terbuka kenapa? karena ada permasalahan.  permasalahan yang sebenarnya mudah dikomunikasikan. tapi karena saluran komunikasinya tersumbat, ya akhirnya komunikasi luar angkasa kan publik," ujarnya 

Pada tahun 1998 saat Djadja dipindahkan dari panglima Jawa Timur ke Jakarta sebagai Pangdam Jaya, Ia mendengar saat itu sudah banyak isu yang menjelekan dirinya. 

"Taliban lah, non reformis lah, pengendali apa namanya, kerusuhan di inilah kan gitu ya, Anda bisa baca itu jejak digital enggak bisa hapus, dan saya catat semua detik-detik, menit, hari per harinya oleh saya. kalau nggak salah ada kurang lebih 120 isu-isu yang menjelekkan saya sampai 1998 akhir," tambahnya. 

Lebih lanjut kata Djadja, terkait kasus yang sedang dihadapinya, ia menilainya adalah pembunuhan karakter yang mempunyai desain dengan skenario tertentu untuk menjatuhkan nama baik dan karirnya.

"Setelah pensiun 6 bulan saya tidak bisa lagi bersosialisasi dengan masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa bernegara artinya luas semua kegiatan karena dicap Koruptor. Itu pelanggaran hak asasi manusia," ungkapnya.

Namun hingga hari ini, Sabtu 17 Juli 2022 Djadja masih berada di Sukabumi. “Rencana awal eksekusi saya ke penjara tanggal 16 Juli 2022, sesuai surat terlampir,” tandas Djadja.

Follow Berita Sukabumi Update di Google News
Editor :
Berita Terkini
Sukabumi05 Mei 2024, 11:09 WIB

Duel Maut Satu Lawan Satu, Pelajar SMP di Cikembar Sukabumi Tewas Dibacok Celurit

Berikut kronologi kejadian duel maut satu lawan satu ala gladiator pelajar SMP di Cikembar Sukabumi. Satu orang tewas dibacok celurit.
Ilustrasi duel satu lawan satu. Pelajar SMP di Cikembar Sukabumi tewas dibacok celurit. (Sumber : Free)
Sehat05 Mei 2024, 11:00 WIB

8 Manfaat Cengkeh Bagi Kesehatan, Rempah Untuk Menurunkan Asam Urat

Yuk Ketahui Sederet Manfaat Cengkeh Bagi Kesehatan, Salah Satu Rempah Untuk Menurunkan Asam Urat hingga Mengatasi Nyeri Gigi.
Ilustrasi. Cengkeh mengandung sejumlah antioksidan yang dapat membantu melawan kerusakan sel yang disebabkan oleh radikal bebas dalam tubuh. Foto: Instagram/@spinus.official
Life05 Mei 2024, 10:00 WIB

Gangguan Tidur! 10 Ciri Orang Stres Karena Batinnya Terganggu, Apa Kamu Salah Satunya?

Batin terganggu adalah kondisi mental yang tidak stabil dan tidak tenang.
Ilustrasi - Batin terganggu adalah kondisi mental yang tidak stabil dan tidak tenang. (Sumber : pexels.com/@Pixabay)
Life05 Mei 2024, 09:59 WIB

Simak 6 Cara Kerja Disiplin Lembut Berikut yang Dapat Menekankan Keselamatan Anak

Disiplin berfungsi sebagai kesempatan bagi seorang anak untuk belajar.
Ilustrasi disiplin lembut | Sumber Foto : pexela.com/@Elina Fairytale
Jawa Barat05 Mei 2024, 09:43 WIB

KOPPURI Canangkan Dana Abadi Komunitas Bersama LW Doa Bangsa

Program Dana Abadi berbasis Wakaf dan PMKH, kembali disosialisasikan oleh LW Doa Bangsa kepada KOPPURI di Gunung Puntang.
Koperasi Konsumen Pedagang Puntang Lestari (KOPPURI) canangkan dana abadi komunitas bersama Lembaga Wakaf (LW) Doa Bangsa. (Sumber : Istimewa)
Sehat05 Mei 2024, 09:00 WIB

9 Rekomendasi Sarapan Terbaik Bagi Penderita Asam Lambung (GERD)

Ada beberapa makanan yang baik dikonsumsi untuk sarapan bagi penderita asal lambung (GERD).
Ilustrasi Crepes - Ada beberapa makanan yang baik dikonsumsi untuk sarapan bagi penderita asal lambung (GERD). (Sumber : pexels.com/@ The Castlebar).
Sehat05 Mei 2024, 08:00 WIB

Picu Serangan, 4 Bahaya Terlalu Banyak Makan Purin untuk Penderita Asam Urat

Penderita asam urat memiliki metabolisme yang tidak efisien dalam mengurai purin.
Ilustrasi - Serangan Asam Urat di Rumah Adalah Salah Satu Bahaya Makan Purin Berlebihan (Sumber : Freepik/freepik)
Food & Travel05 Mei 2024, 07:00 WIB

Cara Membuat Air Rebusan Daun Jawer Kotok untuk Mengobati Diabetes, 7 Langkah Simpel!

Daun Jawer Kotok memiliki aroma yang khas dan rasa yang sedikit pahit namun bisa diolah sebagai air rebusan untuk mengobati diabetes secara alami.
Ilustrasi. Daun Jawer Kotok, Bahan Air Rebusan untuk Mengobati Diabetes Secara Alami. Foto: Instagram/@gerbanghijau
Science05 Mei 2024, 06:00 WIB

Prakiraan Cuaca Jawa Barat 5 Mei 2024, Langit Pagi Cerah Berawan untuk Sukabumi

Prakiraan cuaca hari ini wilayah Jawa Barat termasuk Sukabumi dan sekitarnya 5 Mei 2024.
Ilustrasi. Prakiraan cuaca hari ini wilayah Jawa Barat termasuk Sukabumi dan sekitarnya 5 Mei 2024. (Sumber : Unplash/Gabriel Garcia Marengo)
Sukabumi04 Mei 2024, 23:13 WIB

Mau Diperbaiki? Jembatan Reyot Penghubung Waluran-Surade Sukabumi Ditinjau Staf Kemenlu

Jembatan gantung yang berada di aliran Sungai Cikarang, Kampung Cukangbayur, Desa Caringinnunggal, Kecamatan Waluran, Kabupaten Sukabumi, kondisinya sudah lapuk.
Pemdes Caringinnunggal Kecamatan Waluran. Staf Kemenlu, Relawan dan Pemdes saat meninjau Jembatan Gantung Sungai Cikarang | Foto : Ragil Gilang