SUKABUMIUPDATE.com - Pagi ini, saat membuka halaman Google, ada sesuatu yang menarik perhatian ketika mata tertuju pada mesin pencari Google, ya! Sebuah ilustrasi Doodle yang menampilkan segelas kopi susu gula aren, lengkap dengan es batu dan semburat warna karamel yang khas.
Bukan sekadar gambar lucu Doodle hari ini Selasa (15/06/25), Tapi, jelas nampak seperti bentuk pengakuan global terhadap sebuah minuman lokal yang pernah jadi fenomena di berbagai tempat terutama di kedai-kedai kopi dan kuliner jalanan beberapa tahun silam, produknya pun masih selalu ready di kedai-kedai kopi atau cafe.
Saya membayangkan betapa jauhnya perjalanan segelas kopi susu gula aren, dari warung kopi kecil di pinggiran Jakarta, hingga hari ini menjadi ikon yang menghiasi laman pencarian paling populer sejagat ini. Tapi lebih dari itu, Doodle ini membuka pintu pada diskusi menarik tentang bagaimana inovasi kuliner Indonesia bisa menjadi simbol budaya populer yang dibanggakan.
Baca Juga: Viral Wanita Muda Dianiaya Mantan Suami di Cikembar Sukabumi
Google Doodle Cermin dari Budaya Global
Doodle tidak pernah sembarangan memilih objek untuk dirayakan. Ketika Google menyorot kopi susu gula aren, sebenarnya ia sedang menyampaikan tiga hal penting.
Pertama, tentang realitas lokal yang mengglobal. Kita tahu, Kopi adalah minuman universal, tetapi ketika dipadukan dengan susu dan gula aren, gula merah atau brown sugar yang merupakan gula dengan bahan khas Nusantara ini menjelma jadi sajian unik yang tetap punya identitas.
Kedua, minuman ini bukan sekadar tren sesaat, bisa jadi fenomena sebuah viralitas yang otentik, mulai dari kafe-kafe di Jakarta, warung di Yogyakarta, hingga coffee shop di Sydney dan Singapura, ternyata kopi susu gula aren hadir sebagai jembatan rasa antara budaya dan zaman.
Dan, yang ketiga adalah tentang kemungkinan bisa menjadi simbol generasi baru. Yakni milik generasi milenial dan Z. Mereka yang ingin minum kopi, tapi juga ingin cerita, ingin nostalgia dan novelty sekaligus. Doodle ini adalah standing ovation untuk inovasi tanpa meninggalkan akar.
Kopi Susu Gula Aren vs. Kopi Hitam, Dua Sisi Cerita yang Sama
Doodle boleh merayakan keseruan kopi susu gula aren, tapi bagi pecinta kopi sejati, ini juga momentum untuk mengapresiasi yang lebih dalam. Saya dan beberapa teman pernah berbincang soal ini, kopi susu gula aren adalah cerita tentang kebersamaan, sementara kopi hitam murni adalah soal ketulusan.
Di satu sisi, gula aren dan susu menyatukan rasa, membuat kopi jadi lebih inklusif, mudah dinikmati oleh siapa saja. Di sisi lain, secangkir kopi hitam, entah dari Gayo, Toraja, atau Java Preanger, Kintamani, Kerinci menawarkan pengalaman rasa yang jujur, bahkan kadang meditatif.
Doodle merayakan sisi fun-nya kopi, tapi kita tahu Indonesia punya lebih dari itu kedalaman rasa yang hanya dimiliki biji terbaik.
Dari Doodle ke Petualangan Rasa
Doodle ini bukan saja membuat orang tersenyum sesaat, tapi dampaknya bisa jauh lebih luas. Ia bisa menjadi pintu masuk menuju eksplorasi kopi Indonesia yang lebih kaya:
"Eh, kopi susu gula aren ini pakai biji kopi dari mana ya?" Pertanyaan itu bisa mengantar orang pada perjalanan ke kebun kopi Jawa Barat atau Sumatera.
"Kalau gula aren makin dicari, gimana dampaknya buat petani di pelosok?" Bisa jadi ini momentum bagi ekonomi lokal untuk tumbuh dari tren yang berakar pada budaya sendiri. Doodle bukan akhir, tapi awal dari cerita kopi Indonesia yang lebih besar.
Dari Cangkir ke Dunia
Hari ini, Google memberi panggung pada kopi susu gula aren. Tapi sebenarnya, ini adalah panggung bagi Indonesia. Kita bukan sekadar pengekspor biji kopi kita adalah pencipta rasa, pencetus tren**, dan penjaga warisan rasa yang kaya.
Jadi, nikmatilah segelas kopi susu gula aren siang ini. Entah di kafe kota atau di teras rumah sendiri. Tersenyumlah pada Doodle itu, dan ingat dalam setiap tegukan, ada tradisi, kreativitas, dan kebanggaan Indonesia yang sedang kita rayakan.
"Selamat menyesap kopi susu gula aren, minuman yang menyatukan tradisi, kreativitas, dan semangat Indonesia!" salam hangat dari mantan Barista.
Penulis: Danang Hamid