Bertaruh Nyawa di Atas Rakit Bambu, Pelajar Sukabumi Hadapi Sulitnya Akses Akibat Jembatan Putus

Sukabumiupdate.com
Jumat 11 Jul 2025, 11:23 WIB
Bertaruh Nyawa di Atas Rakit Bambu, Pelajar Sukabumi Hadapi Sulitnya Akses Akibat Jembatan Putus

Tangkapan layar rekaman video pelajar menaiki rakit melintasi Sungai Cikaso di wilayah selatan Kabupaten Sukabumi. | Foto: Istimewa

SUKABUMIUPDATE.com - Sungai Cikaso yang melintasi wilayah selatan Kabupaten Sukabumi menelan korban. Bukan berupa nyawa, melainkan harapan dan rasa aman. Jembatan gantung sepanjang 75 meter yang menghubungkan dua desa, yakni Bantarpanjang, Kecamatan Jampangtengah, dan Sirnasari, Kecamatan Pabuaran, ambruk diterjang banjir pada akhir 2024.

Sejak saat itu, kehidupan warga di kedua desa berubah drastis. Akses utama bagi masyarakat, terutama anak-anak sekolah dasar, menengah, hingga atas, terputus. Mereka terpaksa bertaruh nyawa menyeberangi Sungai Cikaso menggunakan rakit bambu buatan penduduk sekitar.

“Setiap hari anak-anak harus menyeberang pakai rakit. Kami khawatir, apalagi arus sungai Cikaso kadang deras dan tidak bisa diprediksi. Tapi tidak ada pilihan lain,” ungkap Lina Yuliana, Ketua BPD Bantarpanjang kepada sukabumiupdate.com pada Jumat (11/7/2025).

Baca Juga: Retakan Mengintai: Langkah Panjang Relokasi Warga Terdampak Pergerakan Tanah di Karikil Sukabumi

Menurut Lina, jembatan yang hancur itu dibangun pada 2024 melalui dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari PT Telkom Indonesia (Persero) bekerja sama dengan Kodim. Jembatan dengan material besi dan kawat tersebut menjadi penghubung vital antarkampung, tidak hanya untuk pendidikan, namun juga aktivitas pertanian, ekonomi, dan sosial warga.

“Kami sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak, dari Pemdes Sirnasari, BPBD, kecamatan, sampai Yayasan Sehati. Tapi belum ada solusi konkret untuk pembangunan kembali,” ujarnya.

Dampak paling terasa dialami oleh anak-anak sekolah, khususnya di SDN Bantarpanjang yang berada di Kampung Pamoyanan.

Hal senada diungkapkan Camat Pabuaran, Ikhsan Mukhlis Sani. Ia menyebut, selain akses ke SD di Bantarpanjang, juga akses ke MTs dan MI di Desa Sirnasari, Kecamatan Pabuaran. “Memang benar, jembatan putus saat banjir besar Desember lalu (akhir 2024). Dampaknya sangat dirasakan masyarakat dua kecamatan,” ujar dia.

"Tercatat ada enam siswa sekolah dasar dari Kampung Tegal Sangar, Desa Sirnasari, yang setiap hari harus menyebrangi sungai untuk belajar di SDN Bantarpanjang, Kecamatan Jampangtengah. Kami sudah melaporkan kejadian itu," kata Ikhsan.

Kini, warga hanya bisa berharap ada tindak lanjut dari pemerintah atau pihak swasta untuk membangun kembali jembatan. Meski rakit bambu disediakan secara swadaya dan tanpa pungutan biaya, semua menyadari solusi ini hanya sementara dan berisiko tinggi.

Di tengah derasnya arus Sungai Cikaso, semangat anak-anak untuk tetap sekolah adalah simbol ketangguhan dan harapan.

Berita Terkait
Berita Terkini