SUKABUMIUPDATE.com – Sidang kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kembali digelar hari ini, Selasa (21/3). Saksi ahli yang dihadirkan oleh kuasa hukum kali ini adalah Guru Besar Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Rahayu Surtiati Hidayat.
Dalam keterangannya di depan hakim, Rahayu mengatakan bahwa kata "pakai", yang diucapkan Ahok di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, memiliki arti yang sama dengan "menggunakan".
"Kalau dijadikan bahasa Indonesia baku, Dibohongi menggunakan Surat Al-Maidah ayat 51 macam-macam. Ini kan (yang diucapkan Ahok) bahasa Indonesia dialek Betawi. Arti pakai sama dengan menggunakan," kata Rahayu saat menjadi saksi ahli linguistik di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (21/3).
Ketua majelis hakim Dwiarso Budi Santiarto meminta penegasan dari pernyataan Rahayu itu. "Arti kalimat ini, ada manusia yang membohongi memakai Al-Maidah?" kata dia. Rahayu membenarkannya.
Rahayu mengungkapkan, kata pakai memiliki arti keterangan alat. Surat Al-Maidah, kata dia, tidak berbohong karena merupakan ayat dalam kitab suci Al-Quran. Tetapi, dalam pidato Ahok, Al-Maidah hanya dijadikan alat untuk membohongi. Lain halnya jika Ahok menggunakan kata merujuk. "Berarti Al-Maidah menjadi sumber, bisa diartikan Al-Maidah berbohong. Tapi pembicara kan tidak menggunakan kata itu, tapi kata pakai," ucapnya.
Menurut Rahayu, penggalan kalimat pidato Ahok yang dipermasalahkan memiliki enam klausa. Pertama, klausa "Jadi jangan percaya sama orang". Klausa kedua, "Kan, bisa saja dalam hati kecil Bapak-Ibu enggak bisa pilih saya". Klausa ketiga, "Karena dibohongi pakai Surat Al-Maidah ayat 51 atau macam-macam gitu lho". Klausa keempat, "itu hak bapak ibu, ya".
Klausa kelima, kata Rahayu, adalah kalimat "Bapak-Ibu perasaan enggak bisa pilih nih". Dan klausa keenam, "takut masuk neraka dibodohin gitu ya". Menurut Rahayu, enam klausa tersebut saling berhubungan dengan klausa pertama sebagai induk kalimat. "Induk kalimatnya, jangan percaya sama orang," kata dia.
Rahayu meyakini klausa pertama adalah induk kalimat lantaran klausa-klausa berikutnya menjelaskan klausa pertama. Misalnya dalam klausa kedua yang berbunyi: Kan, bisa saja dalam hati kecil Bapak-Ibu enggak bisa pilih saya. "Itu menjelaskan mengapa mereka sebenarnya jangan percaya omongan orang apalagi dibohongi pakai Surat Al-Maidah 51. Jadi ini satu kesatuan," ujarnya.
Â
Sumber: Tempo