SUKABUIUPDATE.com - Bank Dunia mengejutkan publik dengan laporan terbarunya yang menyebutkan bahwa 60,3 persen penduduk Indonesia, atau sekitar 125 juta jiwa, masih tergolong miskin pada 2024. Pernyataan ini tertuang dalam Macro Poverty Outlook edisi April 2025 dan menimbulkan perdebatan, mengingat data resmi BPS justru menunjukkan penurunan angka kemiskinan dan pengangguran.
Laporan Bank Dunia menyoroti bahwa meskipun kemiskinan ekstrem dan tingkat pengangguran menurun, Indonesia masih menghadapi tantangan serius dalam penciptaan lapangan kerja yang berkualitas, terutama bagi kelas menengah. Akibatnya, banyak warga tetap berada dalam kelompok rentan yang sulit keluar dari jerat kemiskinan struktural.
Baca Juga: Persentase Penduduk Miskin di Kota Sukabumi Menurun, BAPPEDA Buka Datanya
Pertumbuhan Ekonomi Diproyeksi Melambat
Tak hanya soal kemiskinan, Bank Dunia juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ekonomi RI diperkirakan hanya tumbuh 4,7 persen pada 2025 turun dari prediksi sebelumnya yang mencapai 5 persen. Proyeksi untuk 2026 dan 2027 pun tidak jauh berbeda, yakni 4,8 persen dan 5 persen.
Bank Dunia menjelaskan bahwa ketidakpastian kebijakan, baik global maupun domestik, telah memicu arus keluar investasi portofolio dan menekan nilai tukar rupiah. Reformasi struktural dinilai mendesak agar Indonesia bisa memperkuat daya saing dan mengurangi kerentanan sosial.
IMF Juga Pangkas Proyeksi Pertumbuhan
Senada dengan Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF) juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,7 persen dalam World Economic Outlook April 2025. Sebelumnya, proyeksi IMF berada di angka 5,1 persen.
Meski demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tetap optimistis. Ia memperkirakan ekonomi Indonesia tetap bisa tumbuh hingga 5 persen pada 2025, dan menyebut bahwa kondisi Indonesia masih lebih baik dibanding beberapa negara tetangga, seperti Thailand, yang pertumbuhannya anjlok 1,1 persen lebih rendah.
Sri Mulyani menegaskan bahwa Indonesia telah naik status sebagai negara berpendapatan menengah ke atas sejak 2023, dan menargetkan menjadi negara berpendapatan tinggi pada 2045. Namun, untuk mencapainya, ekonomi harus tumbuh setidaknya 6 persen per tahun.
Baca Juga: Angka Penduduk Miskin di Kota Sukabumi 7.70 Persen, Ada 4 Strategi Penanganan
Target Ambisius Prabowo: Pertumbuhan 8 Persen
Di tengah bayang-bayang perlambatan ekonomi global, Presiden Prabowo Subianto justru mematok target ambisius: pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen selama masa pemerintahannya hingga 2029. Keyakinan ini disampaikannya dalam Musyawarah Nasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) pada 16 Januari 2025.
“Semakin saya mempelajari keadaan perekonomian kita, saya semakin merasa percaya diri, saya optimistis, saya yakin, kita akan mencapai, bahkan mungkin melebihi 8 persen pertumbuhan,” kata Prabowo seperti dikutip dari Antara.
Namun, ia juga menegaskan bahwa pencapaian target tersebut mensyaratkan efisiensi tinggi dalam tata kelola pemerintahan dan penggunaan anggaran. Ia menolak praktik pemborosan dan menginginkan perencanaan ekonomi berbasis logika serta perhitungan akurat.“Tidak mungkin ada organisasi yang bertahan kalau pengeluaran lebih besar dari pemasukan,” tegas Prabowo.
Baca Juga: Harga BBM hingga PHK Jadi Penyebab Naiknya Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia
Laporan Bank Dunia dan IMF menunjukkan bahwa meskipun Indonesia mencatatkan sejumlah kemajuan, tantangan struktural masih besar—mulai dari tingginya kelompok rentan miskin, lambatnya penciptaan lapangan kerja berkualitas, hingga risiko perlambatan ekonomi. Di sisi lain, pemerintah tetap menyuarakan optimisme, bahkan dengan target pertumbuhan yang tinggi. Kini, tantangan utama adalah menjembatani antara narasi dan realita dengan reformasi nyata, bukan sekadar wacana.
Sumber : Tempo.co