SUKABUMIUPDATE.com - Belakangan ini, publik ramai membicarakan berita viral dari seorang komika bernama Fito Ditapradja yang menyinggung gaya berpakaian Gubernur Dedi Mulyadi.
Fito membandingkan iket kepala khas Sunda yang dikenakan Dedi dengan bandana yang kerap dipakai oleh YouTuber Atta Halilintar. Pernyataan ini menuai reaksi keras karena dianggap merendahkan simbol budaya Sunda.
Iket kepala dalam budaya Sunda bukanlah sekadar hiasan, melainkan simbol identitas yang mengandung nilai-nilai historis dan filosofis. Iket kerap dikenakan dalam berbagai upacara adat maupun aktivitas sehari-hari sebagai bentuk penghormatan terhadap warisan leluhur.
Baca Juga: Viral Komika Ini Roasting Dedi Mulyadi: “Iket Kepala Kaya Atta, Mulyono Versi Sunda”
Pernyataan komika tersebut pun langsung mendapat respons dari komunitas Sunda, salah satunya melalui unggahan Instagram Arafi Anggara Wijaya Kusumah, yang mengungkapkan keberatannya terhadap penyamaan iket dengan bandana.
“Ada yang ngusik-ngusik masalah iket kepala kang Dedi Mulyadi, ada yang menyamakan dengan Bandana Atta Halilintar, cik kuring rada kausik iye komunitas Sunda ku ayana Komika anu ngomongkeun eta, jadi ulah disaruakeun jeung Bandana, karena kami sebagai komunitas iket sunda khususnya yang ada di garut merasa terganggu,” ujar @arafi_aasunda.
Lantas, apa sebenarnya makna dari iket Sunda?
Bagi masyarakat Sunda, penampilan tokoh-tokoh seperti Kabayan dan Cepot tentu sudah tahu, mereka dikenal dengan penutup kepala khas Sunda. Namun, tidak banyak orang di luar komunitas Sunda yang memahami makna mendalam dari iket tersebut.
Dihimpun dari laman Indonesia Kaya, iket kepala yang digunakan oleh Kabayan adalah Totopong, penutup kepala tradisional Sunda yang setara dengan blangkon di budaya Jawa atau udeng dalam budaya Bali.
Totopong sendiri terbuat dari kain yang biasanya bermotif batik bermotif Sunda dan berukuran sekitar 50x50 cm. Pemakainya akan mengikat kain tersebut di kepala dengan bentuk tertentu, yang masing-masing memiliki nama dan makna tersendiri.
Umumnya, ada tujuh bentuk utama totopong yaitu barambang semplak, parekos nangka, parekos jengkol, tutup liwet, lohen, porten, dan kole nyangsang. Setiap bentuk memiliki ciri khasnya masing-masing.
Totopong Iket Kepala Khas Sunda. | Wikipedia.com.
Iket sebagai penutup kepala memiliki makna yang lebih dalam dibandingkan tutup kepala pada umumnya. Proses pembuatannya menuntut keahlian, ketelitian, kesabaran, dan estetika rasa seni yang tinggi dari si pemakai.
Makna Filosofis dalam Lipatan dan Ikatan
Setiap lipatan dan ikatan pada iket mengandung filosofi yang erat kaitannya dengan profesi atau peran seseorang di masa lampau. Variasi bentuk iket bukanlah penanda kasta, jabatan, atau tingkatan sosial, melainkan menunjukkan jenis pekerjaan yang dijalankan oleh pemakainya.
Hal ini didasari oleh prinsip kesetaraan dalam budaya Sunda yang tidak mengenal sistem kasta, sebagaimana tercermin dalam nama “Padjajaran” yang berarti “sejajar” atau “kesejajaran”.
Ragam Fungsi Iket dalam Kehidupan Sehari-hari
Di masa lalu, iket Sunda tidak hanya berfungsi sebagai bagian dari busana tradisional, tetapi juga memiliki kegunaan praktis dalam kehidupan sehari-hari, antara lain:
- Menutup rambut
- Melindungi kepala
- Digunakan untuk melindungi diri
- Membantu membawa barang-barang
- Sebagai alas untuk salat (pengganti sajadah)
- Penanda status sosial laki-laki, tercermin dari bentuk dan jenis kain yang digunakan
- Sarana penghormatan terhadap figur penting seperti bangsawan, pejabat, atau tokoh agama.
Peran Iket dalam Konteks Modern
Seiring perkembangan zaman, fungsi iket pun meluas. Kini, iket digunakan sebagai:
- Identitas etnis masyarakat Sunda
- Atribut pelengkap busana adat
- Unsur penting dalam kostum tari tradisional dalam berbagai pertunjukan
Demikian sekilas mengenai keberagaman fungsi dan makna dari iket Sunda. Menariknya, meski suku Sunda hanya satu di antara banyak etnis di Indonesia, ia tetap menunjukkan kekayaan budaya yang luar biasa.
Sumber: Berbagai Sumber