Mengenal Tahapan Upacara Pernikahan Adat Sunda: Filosofi dan Maknanya

Sukabumiupdate.com
Jumat 09 Mei 2025, 16:06 WIB
Prosesi sungkeman kepada orang tua. (Foto: Instagram @blessingorganizer.id)

Prosesi sungkeman kepada orang tua. (Foto: Instagram @blessingorganizer.id)

SUKABUMIUPDATE.com - Upacara pernikahan tradisional di Indonesia selalu sarat akan simbol, nilai-nilai luhur, serta doa dan harapan baik. Salah satu yang masih lestari hingga kini adalah pernikahan adat Sunda, yang dikenal luas di wilayah Jawa Barat dan sekitarnya.

Prosesi pernikahan adat ini bukan hanya sekadar formalitas, melainkan wujud penghormatan terhadap tradisi leluhur serta bentuk penyatuan dua keluarga besar dengan filosofi yang kaya akan makna.

Setiap tahapan dalam pernikahan adat Sunda memiliki nilai budaya dan spiritual yang mendalam. Tujuannya tidak hanya untuk mengesahkan hubungan dua insan secara sosial dan agama, tetapi juga sebagai bentuk pembelajaran hidup, tanggung jawab, dan simbol kemandirian dalam membina rumah tangga.

Di balik keindahan kostum, musik, dan prosesi yang dijalankan, tersimpan doa agar pasangan memulai lembaran baru kehidupan dengan penuh berkah, cinta, dan keharmonisan.

Rangkaian pernikahan adat Sunda umumnya dimulai sejak beberapa hari sebelum akad nikah berlangsung. Namun pada hari H atau hari pelaksanaan inti, inilah beberapa prosesi utama yang dijalankan:

1. Mapag Pengantin

Prosesi ini menjadi pembuka dari rangkaian acara pada hari pernikahan. Kata mapag dalam bahasa Sunda berarti “menyambut”, sedangkan panganten berarti “pengantin”. Jadi secara harfiah, mapag penganten merupakan upacara penyambutan pengantin, khususnya pihak pria oleh keluarga pihak wanita.

Biasanya, penyambutan dilakukan secara meriah di kediaman mempelai wanita. Dalam suasana hangat dan penuh sukacita, rombongan pengantin pria disambut dengan tari-tarian tradisional khas Jawa Barat seperti tari Merak atau tari Jaipong, diiringi alunan gamelan Sunda. Acara ini bukan sekadar penyambutan fisik, melainkan simbol penerimaan keluarga pria ke dalam lingkungan keluarga besar wanita.

Di beberapa daerah, mapag pengantin juga menjadi momen simbolik bersatunya dua keluarga dalam satu ikatan kekeluargaan yang baru. Semangat gotong royong dan kekeluargaan sangat terasa dalam prosesi ini.

2. Seserahan

Seserahan merupakan salah satu bagian paling ikonik dalam tradisi pernikahan adat Sunda. Prosesi ini melibatkan penyerahan sejumlah barang dari pihak mempelai pria kepada mempelai wanita.

Barang-barang yang diberikan biasanya terdiri dari perlengkapan pribadi seperti pakaian, kosmetik, perlengkapan ibadah, makanan khas, dan sesekali disertai perhiasan.

Makna dari seserahan jauh melampaui nilai materi. Ia mencerminkan keseriusan dan komitmen pria dalam membina rumah tangga serta menunjukkan kesiapannya memenuhi kebutuhan istrinya kelak. Dalam nilai budaya Sunda, seserahan juga merupakan simbol kasih sayang, penghargaan, serta harapan bahwa rumah tangga mereka kelak akan sejahtera, harmonis, dan saling melengkapi.

Penataan barang seserahan juga menjadi bagian penting. Biasanya ditata dalam nampan atau kotak hiasan yang mencerminkan keindahan dan keselarasan. Prosesi ini sering kali menjadi momen yang ditunggu-tunggu oleh keluarga dan tamu undangan karena sarat estetika dan makna.

Baca Juga: 2 Cara Menghitung Tanggal Pernikahan Sunda, Agar Rumah Tangga Penuh Berkah

3. Akad Nikah

Akad nikah adalah inti dari seluruh rangkaian pernikahan, baik secara hukum agama maupun negara. Dalam adat Sunda, prosesi ini biasanya dilakukan di ruangan khusus yang telah disiapkan, dihadiri oleh keluarga inti, penghulu, serta para saksi.

Pada prosesi ini, mempelai pria mengucapkan ijab atau janji menikahi sang wanita dengan mas kawin tertentu, dan pengantin wanita menerimanya melalui ucapan kabul. Proses ini berlangsung khidmat dan sakral, mencerminkan pentingnya keseriusan dalam membentuk ikatan pernikahan yang sah di hadapan Tuhan dan masyarakat.

Biasanya, setelah ijab kabul selesai, dilanjutkan dengan penandatanganan dokumen pernikahan dan pembacaan doa oleh penghulu atau tokoh agama. Nuansa keagamaan sangat terasa pada momen ini sebagai simbol bahwa pernikahan bukan hanya perjanjian sosial, melainkan juga spiritual.

4. Sungkeman kepada Orang Tua

Sungkeman adalah salah satu prosesi paling menyentuh dan emosional dalam pernikahan adat Sunda. Dalam upacara ini, pasangan pengantin bersimpuh di hadapan orang tua masing-masing untuk menyampaikan permohonan maaf atas segala kesalahan mereka di masa lalu, sekaligus memohon doa restu untuk memulai hidup baru sebagai suami istri.

5. Huap Lingkung

Prosesi Huap Lingkung adalah salah satu tradisi khas dalam pernikahan adat Sunda yang sangat sarat makna. Secara harfiah, huap berarti “suap” dan lingkung berarti “lingkar” atau “mengelilingi.” Tradisi ini melambangkan awal kehidupan rumah tangga di mana suami dan istri saling berbagi, saling menyuapi, dan memulai kehidupan baru dalam kebersamaan.

Biasanya, hidangan disiapkan oleh pengantin perempuan sebagai bentuk simbolik bahwa sejak saat itu, ia akan mulai menjalankan peran sebagai istri, mengurus rumah tangga dan memenuhi kebutuhan suaminya. Namun sebelum menyuapi satu sama lain, orang tua dari kedua mempelai terlebih dahulu menyuapi anak-anaknya. Ini bermakna sebagai suapan terakhir orang tua kepada anak-anak mereka yang kini telah dewasa dan mandiri.

Prosesi ini menjadi sangat simbolis karena menyampaikan pesan bahwa setelah menikah, pasangan tersebut akan menjadi pihak yang bertanggung jawab penuh atas kehidupan mereka sendiri. Tak hanya secara fisik, tetapi juga emosional dan spiritual, mereka akan saling memberi, mendukung, dan berbagi suka duka kehidupan bersama.

6. Pabetot Bakakak Hayam

Upacara Pabetot Bakakak Hayam sering kali menjadi bagian yang paling unik dan dinanti-nanti dalam rangkaian pernikahan adat Sunda. Bakakak sendiri adalah ayam utuh yang telah dibumbui dan dibakar, sementara pabetot berarti “tarik-menarik.”

Dalam tradisi ini, kedua mempelai diberikan seekor ayam bakakak utuh yang telah dimasak, kemudian diminta untuk memegang bagian masing-masing dan menariknya bersamaan ke arah yang berlawanan. Ayam yang terbelah akan menentukan siapa yang mendapatkan bagian lebih besar.

Makna dari prosesi ini sangat dalam. Ia mengajarkan pasangan untuk saling bekerja sama dan berbagi dalam segala hal, termasuk rezeki. Siapa pun yang mendapat bagian lebih besar, memiliki tanggung jawab untuk berbagi dengan pasangannya, baik secara simbolis dengan memberikan potongan ayam, maupun secara nyata dalam kehidupan rumah tangga nanti.

Tradisi ini juga menjadi pengingat bahwa dalam rumah tangga tidak boleh ada perebutan berlebihan, melainkan harus ada kompromi dan saling memahami. Meskipun prosesi ini sering diselingi tawa dan keceriaan, pesan moral di baliknya sangat kuat tentang pentingnya berbagi dan toleransi dalam membina keluarga.

7. Saweran

Prosesi terakhir yang biasa dilakukan adalah Saweran, yaitu ritual melemparkan campuran beras, uang receh, dan bunga-bungaan ke arah kedua mempelai. Biasanya, pasangan pengantin duduk di bawah payung besar yang disebut payung agung, sementara para tamu, terutama dari kalangan keluarga, melakukan prosesi sawer ini.

Prosesi ini dipimpin oleh juru sawer, biasanya sepasang orang dewasa yang mewakili orang tua pengantin, yang akan melantunkan pupuh atau syair-syair nasihat dalam bahasa Sunda. Syair ini disampaikan dengan nada dan irama khusus yang memiliki nilai estetika tinggi, menjadikan saweran bukan hanya prosesi simbolik, tetapi juga pertunjukan budaya yang penuh makna.

Bahan-bahan yang dilemparkan beras, irisan kunyit, uang receh, permen, dan lipatan daun sirih. Semuanya merepresentasikan doa dan harapan agar kehidupan rumah tangga pasangan tersebut dipenuhi dengan kebahagiaan, kemakmuran, dan keberkahan.

Selain itu, prosesi ini mengingatkan bahwa dalam kehidupan rumah tangga, rezeki harus dibagikan, cinta harus ditebar, dan kebahagiaan harus dibagi bersama. Saweran menjadi simbol penutup yang penuh makna, meninggalkan kesan mendalam bagi pengantin dan seluruh tamu undangan.

Sumber: Berbagai Sumber

Penulis: Muhammad Syauqi Musyaffa, Mahasiswa Magang Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Sukabumi

Berita Terkait
Berita Terkini