Membaca Data: Banyak PHK Dibalik Angka Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5,12 Persen

Sukabumiupdate.com
Senin 18 Agu 2025, 06:00 WIB
Membaca Data: Banyak PHK Dibalik Angka Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5,12 Persen

Ilustrasi PHK. (Sumber: tim medsos)

SUKABUMIUPDATE.com - Data yang disajikan pemerintah tentang pertumbuhan ekonomi yang diklaim Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 5,12 persen pada kuartal II-2025 jadi perbincangan publik. Data ini tersaji dengan data lainnya, khususnya gelombang PHK atau pemutusan hubungan kerja yang juga tinggi di Indonesia.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Shinta Widjaja Kamdani menilai, kendati pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,12 persen pada kuartal II-2025, masih terdapat sejumlah tantangan bagi sektor padat karya.

“Jelas kami bersyukur bahwa bisa tumbuh 5,1 persen. Tapi memang masih banyak tantangan di kondisi riilnya,” kata Shinta di kantor Kementerian Investasi pada Rabu, 13 Agustus 2025 dilansir dari tempo.co.

Baca Juga: Fasilitas Proyek SUTT 150 kV di Simpenan Sukabumi Diduga Dibakar OTK, PLN Lapor Polisi

Misalnya aktivitas manufaktur yang diukur lewat angka Purchasing Managers' Index (PMI) yang masih mengalami kontraksi. Menurut dia, PMI manufaktur Indonesia berada di level kontraksi atau di bawah angka 50 selama empat bulan beruntun sejak April 2025. “Terutama kan kita lihat PHK yang terjadi lebih banyak di situ, di TPT (tekstil dan produk tekstil), pabrik-pabrik tutup. Jadi itu masih ada,” ujar bos Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) itu.

Di sisi lain, Shinta menyoroti angka realisasi investasi yang dilaporkan naik. Menurut dia, peningkatan investasi perlu dipastikan selaras dengan penciptaan lapangan kerja yang ada. Karena Indonesia menghadapi masalah PHK dan setiap tahun ada sekitar 2-3 juta pencari kerja baru yang masuk ke bursa kerja. Ini menunjukan adanya kesenjangan antara investasi dengan ketersediaan pekerjaan. “Nah ini mungkin masih ada gap-nya,” ujarnya.

Apabila kesenjangan dibiarkan, kata dia, pekerja bakal lebih banyak masuk ke sektor informal. BPS mencatat pada Februari 2025 proporsi pekerja informal naik jadi sekitar 86,58 juta orang atau 59,40 persen dari total penduduk bekerja. Karena itu, Kadin mendorong investasi yang masuk memberi dampak lebih besar lagi bagi pertumbuhan lapangan kerja.

Baca Juga: Veteran Perang Minta Pemkab Sukabumi Bangun Taman Makam Pahlawan

Sebelumnya, Center of Economic and Law Studies (Celios) bahkan meminta badan statistik Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengaudit data pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 yang dilaporkan BPS. Celios telah mengirimkan surat permohonan penyelidikan kepada lembaga statistik PPB yakni United Nations Statistics Division (UNSD) dan United Nations Statistical Commission.

Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mengatakan langkah tersebut mereka tempuh untuk menjaga kredibilitas data BPS. Lantaran, data tersebut selama ini digunakan untuk berbagai penelitian oleh lembaga akademik, analis perbankan, dunia usaha termasuk UMKM dan masyarakat secara umum.

Bhima mengklaim Celios sudah coba melihat kembali seluruh indikator yang disampaikan BPS, misalnya data industri manufaktur. BPS melaporkan lapangan usaha industri pengolahan tumbuh 5,68 persen pada kuartal kedua 2025. Padahal, menurut dia, di periode yang sama aktivitas manufaktur yang diukur lewat PMI tercatat mengalami kontraksi.

Baca Juga: Pusaka yang Hilang: Bukan di Lapdek atau Gedung Juang, Kisah Sang Merah Putih Pertama Berkibar di Sukabumi

Porsi manufaktur terhadap PDB juga rendah, yakni 18,67 persen dibanding triwulan ke-I 2025 yang sebesar 19,25 persen. Ini mengindikasikan deindustrialisasi prematur terus terjadi. Data PHK massal terus meningkat, dan industri padat karya terpukul oleh naiknya berbagai beban biaya. “Jadi, apa dasarnya industri manufaktur bisa tumbuh 5,68 persen year-on-year? Data yang tidak sinkron tentu harus dijawab dengan transparansi,” kata Bhima lewat keterangan resmi pada Jumat, 8 Agustus 2025.

Direktur Kebijakan Fiskal Celios Media Wahyudi Askar menambahkan, jika terjadi tekanan institusional atau intervensi dalam penyusunan data oleh BPS, itu bertentangan dengan Fundamental Principles of Official Statistics yang diadopsi oleh Komisi Statistik PBB. Ia menjelaskan data BPS bukan hanya soal teknis, tetapi berdampak langsung terhadap kredibilitas internasional Indonesia dan kesejahteraan rakyat.

"Data ekonomi yang tidak akurat, khususnya jika pertumbuhan dilebih-lebihkan, dapat menyesatkan pengambilan kebijakan. Bayangkan, dengan data yang tidak akurat, Pemerintah bisa keliru menunda stimulus, subsidi, atau perlindungan sosial karena menganggap ekonomi baik-baik saja,” ujarnya.

Baca Juga: One Piece Warnai Kibar Sang SAKA di Dasar Laut Taman Bumi UNESCO Global Geopark Ciletuh Palabuhanratu

BPS Menjawab

Merespons keraguan terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 yang mencapai 5,12 persen, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menegaskan mereka mempunyai data yang jauh lebih lengkap.

“5,12 persen itu datanya kami guarantee-kan kami punya data yang jauh lebih lengkap,” katanya dalam agenda penandatanganan nota kesepahaman bersama Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman serta Injourney Grup di Gedung Sarinah, Jakarta, pada Kamis, 14 Agustus 2025.

BPS, kata dia, menghitung pertumbuhan ekonomi menggunakan 1.508 variabel. Sementara itu, analis hanya menggunakan sekitar 20 variabel. “Kami sudah cek, kalau yang analis market biasanya hanya menggunakan 20 variabel,” ujarnya.

Baca Juga: Dulu Pernah Kebanjiran, Potret Keseruan Lomba HUT ke-80 RI di Sungai Cisuda Harempoy Sukabumi

Dengan variabel yang lebih banyak, ia mengatakan publik seharusnya bisa menilai akurasi antara keduanya. “20 variabel dibandingkan dengan 1.508 yang kami miliki, tentunya kita bisa menentukan mana yang lebih akurat,” kata Amalia.

Kepala Kantor Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO) Hasan Nasbi juga merespons keraguan ini, dia menyebut ekonom yang meragukan data pertumbuhan ekonomi yang dirilis pemerintah sebesar 5,12 persen dikarenakan anggapan negatif.

Menurut Hasan, keresahan kemungkinan disebabkan framing atau pembingkaian. “Jadi pertumbuhan ekonomi kita positif, tapi ada yang melihatnya dengan cara yang tidak positif,” kata Hasan di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis, 7 Agustus 2025.

Baca Juga: Kado Kemerdekaan, 358 Napi Lapas Nyomplong Sukabumi Dapat Remisi: 8 Langsung Bebas

Hasan menegaskan pemerintah jujur dalam mengeluarkan data ekonomi. Ia mencontohkan Presiden Prabowo Subianto sudah menjabat presiden saat memasuki kuartal IV 2024. Saat itu, BPS di bawah Presiden Prabowo mengatakan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,02 persen.

Kemudian, pada kuartal I 2025 BPS mengumumkan pertumbuhan ekonomi turun menjadi 4,87 persen. “Turun, kan? Penurunan itu dikeluarkan oleh pemerintahan yang sama oleh BPS di bawah pemerintahan yang sama. (Kalau) turun, kita bilang turun,” ujarnya.

Hasan menilai saat ini banyak orang terpaku dengan konsumsi dan belanja pemerintah tanpa menerima data investasi. Misalnya, data yang dikeluarkan oleh Menteri Investasi bahwa investasi yang sudah terealisasi nilainya Rp 942,9 triliun atau hampir 50 persen dari target investasi tahun ini yang sebesar Rp 1.900 triliun.

Baca Juga: Kebakaran Rumah di Cimanggu Sukabumi, Lansia 70 Tahun Selamat dari Amukan Api

Kemudian, serapan lapangan kerja dari realisasi sampai Agustus ini berjumlah 1,25 juta tenaga kerja. “Jadi ada konsumsi, ada investasi, ada government. Di sektor lapangan usaha misalnya, sektor industri manufaktur kita tumbuh 5,6 persen. Investasi yang tadi ini tumbuh 6,99 persen,” ujarnya.

Sumber: Tempo

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini