SUKABUMIUPDATE.com - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sukabumi mencatat 283 pekerja mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) selama Januari hingga Mei 2025. Jumlah ini berasal dari 17 perusahaan yang melapor secara resmi.
Sementara itu, sepanjang 2024, jumlah pekerja yang terkena PHK mencapai 706 orang dari 20 perusahaan di Kabupaten Sukabumi, sehingga total 989 kasus. Data ini diperoleh berdasarkan laporan rutin perusahaan kepada Disnakertrans dan mencakup berbagai kategori PHK.
Kepala Bidang Hubungan Industrial (HI) Disnakertrans Kabupaten Sukabumi Tedi Kuswandi menjelaskan bahwa alasan terjadinya PHK sangat beragam. “Dari laporan yang kami terima, PHK terjadi karena berbagai faktor seperti habis masa kontrak, pengunduran diri, pelanggaran disiplin kerja (indisipliner), efisiensi perusahaan, hingga transformasi dan restrukturisasi perusahaan,” ujarnya kepada sukabumiupdate.com, Selasa (3/6/2025).
Ia menyebut masyarakat perlu memahami bahwa PHK tidak selalu berarti pemutusan kerja sepihak dari perusahaan. “PHK itu ada kategorinya. Tidak semua PHK berarti dipecat atau diberhentikan sepihak. Ada PHK yang terjadi karena kontrak kerja berakhir secara alami, ada pula karena keputusan pekerja sendiri yang mengundurkan diri. Bahkan restrukturisasi internal perusahaan pun bisa menyebabkan PHK dengan tetap mengikuti prosedur,” ujar Tedi.
Baca Juga: Hotel di Sukabumi Tahan Banting! Tak Ada PHK di Tengah Krisis Okupansi Jawa Barat
Disnakertrans Kabupaten Sukabumi menekankan pentingnya transparansi dan pelaporan dari perusahaan, sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak keliru dalam memahami dinamika hubungan industrial. “Kami terus mendorong perusahaan untuk melakukan PHK sesuai aturan ketenagakerjaan, dengan pendekatan yang mengedepankan musyawarah dan keadilan bagi kedua belah pihak,” katanya.
Dengan mencermati kasus-kasus PHK ini, Disnakertrans terus memperkuat peran dalam fasilitasi dialog antara pekerja dan pengusaha serta menyiapkan program pelatihan kerja dan pengembangan kompetensi bagi para pekerja yang terdampak. Ini dilakukan agar para mantan pekerja memiliki peluang untuk kembali terserap pasar kerja atau bahkan membuka usaha mandiri. (ADV)