SUKABUMIUPDATE.com – Sosok Raden Adipati Aria (R.A.A.) Toemenggoeng Soeria Danoeningrat tercatat sebagai salah satu bupati Sukabumi yang memiliki kedekatan kuat dengan masyarakat, khususnya di wilayah Sukabumi selatan atau Pajampangan. Ia menjabat sebagai Bupati Sukabumi kedua pada periode 1930–1942, serta kembali dipercaya mengemban jabatan sebagai bupati kelima pada 1947–1950.
Hal tersebut diungkapkan Agis Prayudi, pemerhati sejarah sekaligus pengembang kecerdasan buatan (AI) asal Ciracap, yang menelusuri jejak kepemimpinan Soeria Danoeningrat melalui arsip surat kabar Belanda dan catatan sejarah lokal.
“Berdasarkan Koran De Koerier edisi 4 September 1933, Bupati Soeria Danoeningrat dikenal sangat rajin melakukan kunjungan kerja ke pelosok Sukabumi selatan. Ia tercatat pernah mengunjungi Jampangkulon, Ciracap, Ciemas, bahkan sampai ke Desa Pasirpanjang, Kecamatan Ciracap,” ujar Agis kepada sukabumiupdate.com, Sabtu (13/12/2025).
Dalam salah satu kunjungannya ke Desa Pasirpanjang, Soeria Danoeningrat bahkan mengadakan pagelaran wayang golek sebagai bentuk perhatian terhadap seni dan budaya masyarakat setempat. Kisah kunjungan singkat ini juga telah dipublikasikan melalui akun Instagram komunitas Sejarah Jampang.
Baca Juga: Dari Aria Wangsa Reja ke Asep Japar: Deretan Bupati Sukabumi Sejak 1870
Tak hanya aktif turun ke lapangan, prosesi pelantikan R.A.A. Toemenggoeng Soeria Danoeningrat sebagai Bupati Soekaboemi pada masa kolonial juga tercatat berlangsung meriah. Berdasarkan arsip surat kabar Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indië tertanggal 22 Juni 1933, pengangkatannya didasarkan pada Keputusan Gubernur Jenderal yang terbit pada 31 Mei 1933.
Pelantikan resmi dilaksanakan di Soekaboemi pada 22 Juni 1933 pukul 11.00 WIB dan dipimpin langsung oleh Gubernur Jawa Barat (West Java) saat itu, C.A. Schnitzler. Prosesi diawali dengan pembacaan surat keputusan, dilanjutkan dengan pengambilan sumpah jabatan.
Dalam pidatonya, Gubernur C.A. Schnitzler menyampaikan kepercayaan penuh pemerintah kolonial kepada Soeria Danoeningrat. Menanggapi hal tersebut, Soeria Danoeningrat menyampaikan pidato yang mencerminkan rasa bangga sekaligus tanggung jawab besar yang diembannya sebagai pemimpin daerah.
“Saya senang diangkat, karena memberi saya hak istimewa untuk mengikuti jejak leluhur saya… dan karena melalui penunjukan ini saya telah mencapai tingkat tertinggi tangga sosial di dalam pemerintahan pribumi,” demikian salah satu penggalan pidato Soeria Danoeningrat sebagaimana dicatat dalam arsip surat kabar Belanda.
Dalam pidato tersebut, ia juga menyebutkan bahwa Kabupaten Sukabumi saat itu memiliki luas sekitar 421.709 hektare dengan jumlah penduduk kurang lebih 700 ribu jiwa, sebuah tanggung jawab besar yang ia mohonkan kekuatan kepada Tuhan untuk menjalaninya dengan baik.
Baca Juga: Ibunya Berdarah Tionghoa, Mengenal Bupati Pertama Sukabumi, R.A.A Soeria Natabrata
Berasal dari Bangsawan dan Pelestari Budaya
Agis Prayudi menambahkan bahwa Soeria Danoeningrat berasal dari garis keturunan bangsawan yang panjang, bahkan masih memiliki hubungan keluarga dengan bupati pertama Sukabumi, R.A.A Soeria Natabrata.
“Menariknya, bupati pertama Sukabumi ternyata merupakan paman dari bupati kedua. Soeria Danoeningrat sendiri dikenal sebagai tokoh yang melestarikan seni dan budaya. Ia bahkan disebut mahir menari tayub,” jelasnya.
R.A.A. Toemenggoeng Soeria Danoeningrat wafat di Bandung pada 9 Desember 1975 dan dimakamkan di Makam Gunung Puyuh, Sumedang. Jejak pengabdiannya hingga kini masih dikenang sebagai simbol pemimpin yang dekat dengan rakyat serta peduli terhadap seni dan budaya lokal Sukabumi.





