SUKABUMIUPDATE.com - Sebuah video yang memperlihatkan aksi protes puluhan nelayan Palabuhanratu di SPBU 3443304 Jalan Kidang Kencana, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, viral di media sosial Minggu (6/7/2025). Mereka memprotes, karena tiba-tiba tidak bisa membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) menggunakan jerigen seperti biasanya.
Dalam rekaman berdurasi singkat yang beredar di grup pesan dan media sosial Facebook itu, tampak para nelayan mempertanyakan kebijakan SPBU yang menolak pengisian BBM ke dalam jerigen. Bahkan, perekam video menyebut bahwa para nelayan ngamuk karena jatah BBM mereka tak bisa diperoleh seperti sebelumnya.
"Para nelayan ngamuk karena pengisian BBM menggunakan jerigen ditolak. Nelayan kan biasanya dikasih jatah," ujar perekam video.
Baca Juga: Efek Rumah Kaca : Ketika Musik Menjadi Alat Perlawanan dan Ketidakadilan
Dalam rekaman itu juga terdengar suara seorang pria yang mengatakan, “Nelayan barang beli paling 10 liter. Isi dulu yang ada ini, tolong diisikan.” Mereka juga menegaskan membeli dengan jerigen untuk kebutuhan di laut, karena kebanyakan dari mereka adalah nelayan pagang.
Video ini langsung menyita perhatian warganet, terutama dari kalangan nelayan. Mereka khawatir distribusi BBM subsidi untuk kebutuhan melaut akan semakin sulit.
Saat dikonfirmasi sukabumiupdate.com pada Senin (7/7/2025), pengawas SPBU 3443304 Palabuhanratu, Acep Sudrajat, membenarkan adanya kejadian tersebut. Menurutnya, kejadian itu terjadi akibat adanya miskomunikasi soal jadwal pengisian BBM bagi nelayan.
Baca Juga: Isu Subsidi LPG Dipangkas, Disdagin: Belum Ada Informasi Resmi, HET di Sukabumi Stabil
"Memang betul, kemarin saya sedang libur hari Minggu dan mendapat informasi dari grup bahwa ada aksi dari nelayan. Mereka datang karena pengisian BBM dengan jerigen pagi hari tidak dilayani," kata Acep saat ditemui, Senin (7/7/2025).
Menurutnya, SPBU tidak melarang nelayan membeli BBM, melainkan mengatur waktu pelayanan agar tidak terjadi penumpukan dengan kendaraan umum.
"Kami alihkan waktu pengisian BBM untuk nelayan ke malam hari, sekitar pukul 19.00 sampai 22.00 WIB. Bukan tidak dilayani, tapi agar lebih tertib dan tidak bentrok dengan kendaraan umum seperti mobil dan motor," kata dua.
Baca Juga: Gempa Dangkal M5,1 di Laut Selatan Pangandaran, Simak Himbauan BMKG
Terkait tudingan bahwa pengecer mendapat prioritas, Acep membantah hal tersebut. Ia menegaskan, sebagian besar pengguna jeriken yang datang itu merupakan nelayan juga.
"Rata-rata yang pakai jeriken itu juga nelayan. Jadi bukan lebih diutamakan siapa-siapa, hanya waktunya yang diatur. Sayangnya, informasi soal pengalihan waktu ini belum tersampaikan dengan baik ke nelayan," ujarnya.
Acep juga mengakui ada kendala lain, yakni soal penggunaan barcode sebagai syarat pembelian BBM subsidi. Beberapa nelayan sudah membuat barcode, tapi tetap merasa tidak dilayani karena tidak tahu waktu pelayanan telah berubah.
Baca Juga: Perusahaan Penyalur Tenaga Kerja: Dugaan Korban TPPO Kamboja Sempat Pulang Ke Sukabumi
"Memang waktu itu belum ada koordinasi lebih lanjut dengan perwakilan nelayan, sehingga terjadi kesalahpahaman. Saat ini, manajer SPBU sedang melakukan rapat dengan pihak Tempat Pelelangan Ikan (TPI) untuk mencari solusi bersama," terangnya.
Acep berharap, ke depan komunikasi antara SPBU dan komunitas nelayan bisa ditingkatkan agar tak terjadi lagi persoalan serupa. Ia memastikan, selama nelayan membawa barcode sah dari Pertamina, mereka tetap akan dilayani. "Kami siapkan untuk nelayan. Selama ada barcode, semua akan tetap kami layani," tambahnya.