Ketika AI Jadi Seniman, Siapa yang Pegang Hak Cipta Gambar Generatif?

Sukabumiupdate.com
Jumat 22 Agu 2025, 18:30 WIB
Ketika AI Jadi Seniman, Siapa yang Pegang Hak Cipta Gambar Generatif?

Gambar AI saat ini menjadi siklus pertanyaan, apakah hak ciptanya dapat dipertanggung jawabkan? (Sumber : Prompting AI/ChatGpt).

SUKABUMIUPDATE.com – Buat Anda yang senang nermain-main dengan prompting, pasti merasakan dalam beberapa klik dan sebuah prompt untuk AI sudah mampu menghasilkan ilustrasi menakjubkan bak karya seniman profesional.

Namun, di balik kemudahan tersebut, terhampar luas area abu-abu yang membingungkan secara hukum. Pertanyaannya, siapakah sebenarnya pemilik dari gambar hasil generasi AI tersebut? 

Apakah Anda sebagai penulis prompt, developer AI, atau justru tidak ada satu pun yang memegang hak ciptanya? Pertanyaan ini bukan lagi sekadar teoritis, tetapi telah menjadi persoalan praktis dan urgensi bagi kreator digital di Indonesia.

Baca Juga: Mana AI yang Terbaik? DeepSeek Chat, Gemini, Grok, atau ChatGPT?

Akar dari kebingungan ini terletak pada prinsip dasar hukum hak cipta tradisional, yang menjadikan kreativitas manusia sebagai syarat mutlak. Undang-Undang Hak Cipta Indonesia, seperti banyak negara lainnya, melindungi karya yang merupakan ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, dan keahlian manusia.

Lantas, di mana posisi AI yang berperan sebagai alat canggih namun tidak memiliki status hukum sebagai manusia? Konflik inilah yang memicu ketidakpastian hukum (legal uncertainty) terkait status kepemilikan karya seni generatif.

Argumen terkuat bagi pengguna untuk mengklaim gambar AI terletak pada keahlian menulis prompt. Prompt yang detail, kreatif, dan penuh iterasi dapat dianggap sebagai bentuk ekspresi intelektual manusia.

Semakin besar intervensi dan arahan yang Anda berikan, mulai dari pemilihan model, gaya artistik, hingga proses editing pasca-generasi, semakin kuat klaim Anda bahwa gambar tersebut adalah perwujudan dari ide orisinal Anda. Dalam hal ini, AI diposisikan seperti kuas atau kamera canggih di tangan seorang seniman.

Lanskap hukumnya semakin kompleks karena setiap platform AI memiliki Terms of Service (ToS) atau Ketentuan Layanan yang berbeda-beda. Sebagian besar, seperti OpenAI (DALL-E 3), memberikan lisensi komersial kepada pengguna atas gambar yang mereka generate selama mematuhi aturan konten.

Namun, penting untuk dicatat bahwa ToS ini adalah perjanjian antara Anda dan platform, bukan pengakuan hak cipta secara hukum oleh negara. Karena itu, memahami ToS adalah langkah pertama yang krusial sebelum menggunakan gambar AI untuk tujuan komersial apa pun.

Di luar hukum, persoalan etika tak kalah penting

Banyak seniman tradisional merasa gaya dan karya mereka telah "dipelajari" tanpa izin oleh model AI, menimbulkan protes terhadap praktik pelatihan dataset yang seringkali tidak transparan. Di sinilah pentingnya praktik kejujuran intelektual.

Meskipun hukum mungkin belum mewajibkan, menyertakan pernyataan "Gambar dibuat dengan bantuan AI" adalah bentuk penghargaan terhadap proses kreatif dan transparansi kepada audiens, sekaligus melindungi diri dari tuduhan penipuan.

Lalu, bagaimana menggunakan gambar AI secara bertanggung jawab? Begini langkahnya:

  1. Selalu Baca ToS: Pahami hak dan kewajiban Anda pada platform yang digunakan.
  2. Tambahkan Nilai Manusiawi: Lakukan editing, komposisi ulang, atau kombinasikan dengan elemen lain untuk memperkuat klaim kreativitas Anda.
  3. Transparan: Selalu cantumkan sumber dengan jujur. Contoh: "Generated with DALL-E 3 by OpenAI."
  4. Hindari Plagiarisme Gaya: Waspadai membuat gambar yang terlalu meniru style artis tertentu yang masih aktif.

Pada akhirnya, regulasi hukum mengenai hak cipta gambar AI di Indonesia masih sangat tertinggal di belakang kecepatan teknologinya. Sampai ada kepastian hukum yang jelas, prinsip kehati-hatian dan etika harus menjadi panduan utama.

Anggaplah AI sebagai partner kolaborasi yang powerful, tetapi Anda tetap harus memegang kendali kreatif dan tanggung jawab atas output yang dipublikasikan. Dengan begitu, Anda tidak hanya melindungi diri secara hukum, tetapi juga berkontribusi membangun ekosistem AI yang sehat dan berintegritas bagi semua kreator.

Sumber: Berbagai Sumber

Penulis: Danang Hamid

 

Berita Terkait
Berita Terkini