SUKABUMIUPDATE.com - Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenham) Jawa Barat Hasbullah Fudail menyebut adanya dugaan aktor intelektual di balik kasus pembubaran retret pelajar Kristen dan perusakan vila di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jumat, 27 Juni 2025.
Hasbullah mengungkapkan hal itu setelah ke lokasi kejadian, menyusul instruksi dari Kementerian HAM. "Kami diminta langsung ke lapangan oleh Pak Mentri, saat itu bertepatan dengan peringatan Hari Bhayangkara sama Pak Kapolda dan Pak Gubernur. Kami segera menindaklanjuti untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di lapangan," ujarnya kepada sukabumiupdate.com pada Rabu (2/7/2025) di Mapolres Sukabumi.
Menurut Hasbullah, berdasarkan hasil penelusuran di lapangan, telah tercapai titik temu antara pihak korban dan keluarga tujuh tersangka perusakan. Ia menyampaikan, suasana pertemuan tersebut sangat emosional, bahkan membuat dirinya meneteskan air mata.
"Para pelaku bukan orang terorganisir. Mereka warga biasa, berpendidikan rendah, sebagian hanya pekerja serabutan, artinya tingkat pendidikan kita masih lemah, rata-rata SD. Ada yang istrinya sedang hamil, ada yang punya anak kecil. Mereka tidak memahami dampak dari tindakan spontan yang terjadi saat itu. Video viral yang tersebar memperkeruh situasi, tapi para pelaku sudah menyatakan penyesalan yang mendalam," kata dia.
Baca Juga: Polisi Tahan 7 Tersangka Pembubaran Retret di Sukabumi: Rusak Salib, Sepeda Motor, hingga Pagar
Hasbullah juga menekankan bahwa aktor intelektual yang menggerakkan massa harus menjadi fokus utama penegakan hukum. "Bagi kami, ketujuh tersangka ini hanyalah warga biasa yang spontan saja. Justru yang harus diproses adalah para provokatornya. Nama-nama mereka sudah mulai terungkap dari hasil dialog dengan para tersangka," jelasnya.
"Sampai hari ini kan aktor intelektual belum (ditangkap) oleh aparat penegak hukum, masih dicari. Kita berharap itu segera ditetapkan, supaya masyarakat tidak resah, provokaror, orang-orang intelektualnya ada," lanjut dia.
Ia menyoroti akar masalah ini adalah rendahnya pemahaman masyarakat tentang toleransi dan minimnya komunikasi antarpemangku kepentingan. "Masih banyak warga yang belum memahami pentingnya hidup berdampingan. Bahkan aparat desa saja tidak pernah tahu adanya kegiatan di tempat itu," ujar Hasbullah.
Menurutnya, peristiwa ini juga menjadi momentum edukasi agar aparat pemerintah desa lebih peka dan aktif dalam mengawasi dan berkomunikasi terkait kegiatan masyarakat.
"Kegiatan-kegiatan itu semacam pengajian tidak bisa juga kita katakan orang beribadah, cuma memang itu tempatnya di tengah masyarakat, tidak ada komunilasi. Tempat itu kan tertutup, dan haya orang-orang tertentu yang bisa masuk. Jangankan orang lain, desa saja tidak tahu, itu kan menjadi pertanyaan," kata dia.
Hasbullah mengapresiasi langkah kepolisian yang telah bertindak profesional dalam menangani kasus ini dan mencegah konflik lebih besar. "Polisi telah mengeliminasi potensi konflik dengan membawa para tersangka ke Palabuhanratu (Mapolres Sukabumi). Kami mendukung proses hukum, tapi yang lebih penting adalah terwujudnya perdamaian dan keadilan melalui pendekatan restoratif," tegasnya.
Baca Juga: Kapolres Sukabumi Dialog dengan Warga, Kades Minta Penangguhan Penahanan Tersangka Insiden Cidahu
Hasbullah berharap proses hukum tetap berjalan namun dengan memerhatikan aspek kemanusiaan. "Kami sudah meminta pendampingan advokat bagi para tersangka agar hak-hak mereka terpenuhi. Jika memungkinkan, kami dorong adanya penangguhan penahanan, restorative justice," ujarnya.
Sebelumnya polisi telah menahan ketujuh tersangka yang berinisial RN (merusak pagar dan mengangkat salib), UE (merusak pagar), EM (merusak pagar), MD (merusak sepeda motor), MSM (menurunkan dan merusak salib besar), H (merusak pagar dan merusak motor), dan EM (merusak pagar). Terbaru, kepala desa setempat meminta penangguhan penahanan.