Perlukah Apotek Rakyat Di Evaluasi Dalam Menanggapi Obat Palsu, Kadaluarsa, Dan Ilegal

Sukabumiupdate.com
Sabtu 24 Feb 2018, 16:47 WIB
Perlukah Apotek Rakyat Di Evaluasi Dalam Menanggapi Obat Palsu, Kadaluarsa, Dan Ilegal

SUKABUMIUPDATE.COM - Setelah dibuat resah, ternyata selama ini beredar vaksin palsu, masyarakat kembali khawatir atas pengungkapan obat-obatan palsu, kedaluwarsa dan ilegal.

Operasi gabungan Polda Metro Jaya dan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan DKI Jakarta bahkan menemukan ribuan jenis obat ilegal dan kedaluwarsa yang beredar di Pasar Pramuka dan Pasar Kramat Jati, Jakarta.

Kedua pasar tersebut selama ini dikenal sebagai pusat apotek rakyat yang menjual obat-obatan dengan harga lebih murah dan ketersediaan jenis obatnya lebih lengkap.

Keberadaan apotek rakyat berdasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 284/MENKES/SK/III/2007 tentang Apotek Rakyat yang dikeluarkan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari.

Menyusul penemuan obat-obatan palsu, kedaluwarsa dan ilegal di apotek rakyat, usulan untuk mencabut Permenkes tersebut mulai mengemuka.

Dinas Kesehatan DKI Jakarta mengusulkan pencabutan Permenkes tentang Apotek Rakyat karena terjadi banyak pelanggaran.

Laporan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) kepada Komisi IX DPR, untuk menindaklanjuti pengawasan apotek rakyat juga mengusulkan pencabutan Permenkes tersebut. Selain itu, BPOM juga mengusulkan agar perizinan pendirian apotek rakyat dimoratorium.

Kementerian Kesehatan sendiri telah menargetkan penghapusan apotek rakyat pada 2016 dengan menaikkan statusnya menjadi apotek atau menurunkan menjadi toko obat.

Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan Permenkes tentang Apotek Rakyat yang menjadi dasar apotek rakyat beroperasi memang perlu dievaluasi.

"Selama kebijakan itu merugikan masyarakat, tentu harus dievaluasi. Bila dinilai membahayakan tentu sangat mungkin dicabut," katanya.

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan pencabutan Permenkes sangat mungkin dilakukan, apalagi beberapa apotek rakyat terbukti memperjualbelikan obat ilegal dan kedaluwarsa. Hal itu tentu meresahkan masyarakat.

"Undang-undang saja bisa direvisi dan diganti, apalagi permenkes," ujar wakil rakyat dari daerah pemilihan Sumatera Utara II itu.

Selain pencabutan Permenkes, Saleh juga mendesak pengawasan, penyidikan dan operasi di lapangan terkait obat-obatan ilegal dilakukan secara lebih intensif.

Masyarakat tidak boleh dibiarkan pada kondisi resah dan khawatir. Saleh sendiri khawatir masih ada obat dan makanan palsu yang beredar. Belum lagi ada dugaan masih banyak makanan dan minuman yang beredar tanpa izin edar.

Namun, BPOM tentu tidak bisa bekerja sendiri dalam melakukan pengawasan, penyidikan dan operasi di lapangan. Perlu ada kerja sama yang sinergis dengan Kepolisian RI serta pelibatan masyarakat sebagai pengawas swakarsa.

Kebijakan Kontraproduktif Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyatakan dukungannya terhadap usulan pencabutan Permenkes tentang Apotek Rakyat karena menilai peraturan tersebut sebagai kebijakan regulasi yang kontraproduktif dengan melegalkan apotek rakyat beroperasi.

"Terbukti apotek rakyat menimbulkan masalah karena banyak obat ilegal dan palsu beredar dari apotek tersebut. Karena itu, YLKI mendesak Permenkes Apotek Rakyat dicabut karena menjadi sumber masalah bagi distribusi dan peredaran obat ilegal," katanya.

Menurut Tulus, bila masyarakat membeli obat sesuai dengan resep dokter di apotek, sangat mungkin akan terhindar dari jeratan obat palsu dan ilegal.

Tulus menyebut apotek rakyat sebagai apotek "abal-abal" karena tidak memiliki kriteria dan standar yang jelas. Mayoritas apotek rakyat juga tidak memiliki apoteker sebagaimana diatur dalam Permenkes Apotek Rakyat.

Padahal, secara regulasi, sebuah apotek harus ditunggui oleh seorang apoteker dan asisten apoteker. Namun, banyak apotek rakyat yang tidak memenuhi ketentuan itu.

Di sisi lain, Tulus menilai peredaran obat-obatan ilegal di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari perilaku masyarakat dalam membeli obat. Masih banyak masyarakat yang "salah kaprah" dengan membeli obat di toko obat atau apotek tanpa resep dokter.

Padahal, kategori obat keras seharusnya hanya bisa dibeli dengan resep dokter, yang artinya hanya bisa dilakukan di apotek. Namun, masyarakat banyak yang melakukan "kopi resep dokter" dengan langsung membeli di toko obat atau apotek.

Celakanya, masih ada apotek yang dengan mudah melayani pembelian obat tanpa resep dokter, bahkan untuk jenis antibiotik sekalipun.

Jangan Disamaratakan Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dr Adang Bachtiar mengatakan jangan menyamaratakan apotek rakyat, hanya karena ada beberapa apotek rakyat yang kedapatan mengedarkan obat-obatan palsu dan ilegal.

"Kurang tepat kalau dalam sekelompok usaha ada yang salah, kemudian digebyah uyah atau disamaratakan, lalu seluruhnya ditutup," katanya.

Karena itu, Adang tidak setuju bila Permenkes tentang Apotek Rakyat dicabut hanya karena ada sebagian kecil apotek rakyat yang "nakal" dengan menjual obat-obatan palsu dan ilegal.

Menutup seluruh apotek rakyat hanya akan menguntungkan pengusaha besar, bahkan pemodal asing yang masuk ke "ruang kosong" yang selama ini ditempati apotek rakyat.

Menurut Adang, siapa pun berhak membuka usaha apa pun selagi memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan melalui peraturan yang dibuat pemerintah. Dia meyakini, masih lebih banyak apotek rakyat yang menjalankan usaha secara jujur sesuai aturan.

Pemerintah justru seharusnya memperluas akses para pelaku usaha apotek rakyat supaya bisa menjamin mutu dan keamanan obat yang mereka jual, bukan malah menyapu bersih seluruh apotek rakyat hanya gara-gara sebagian kecil berbuat "nakal".

Alih-alih mempermasalahkan apotek rakyat, Adang berpendapat evaluasi menyeluruh terhadap seluruh apotek dan fasilitas farmasi untuk mengantisipasi peredaran obat-obatan palsu dan ilegal harus dilakukan.

"Jangan hanya apotek rakyat saja yang dipermasalahkan. Apakah pemerintah sudah yakin apotek lainnya betul-betul menjual obat-obatan yang aman dan bermutu?" katanya Meskipun ditemukan obat-obatan palsu dan ilegal di apotek rakyat, tidak menutup kemungkinan apotek jenis lainnya tidak melakukan kesalahan serupa dengan menjual obat yang tidak bermutu dan tidak aman.

Siapa pun berhak membuka usaha selagi memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan melalui peraturan yang dibuat pemerintah. Karena itu, jangan menyamaratakan semua apotek rakyat menjual obat-obatan yang tidak aman dan tidak bermutu.

Adang justru berpendapat pelanggaran yang dilakukan beberapa apotek rakyat bermula dari pengawasan yang lemah terhadap seluruh jenis apotek dan fasilitas farmasi.

Setiap kebijakan memiliki tahapan perencanaan, penerapan, pemantauan dan evaluasi. Bila ada kesalahan atau pelanggaran terhadap sebuah kebijakan, maka perlu dilihat apakah ada kesalahan dalam pelaksanaan pentahapan tersebut.

Begitu pula dengan pengoperasian apotek rakyat, perlu dilihat apakah pentahapan tersebut sudah dilaksanakan secara optimal sembari melakukan sosialisasi, pelatihan dan peningkatan kapasitas pelaku usaha apotek rakyat.

"Pelaku usaha apotek rakyat perlu diberi kesadaran untuk menjaga mutu dan keamanan obat. Hal itu juga untuk kelangsungan usaha mereka sendiri. Kalau obatnya tidak aman dan tidak bermutu, pasti ditinggalkan konsumen. Kalau melanggar mutu dan keamanan obat, juga harus siap ditutup," tuturnya.

Selain itu, pengguna atau konsumen juga perlu ditingkatkan kapasitasnya untuk melakukan pengendalian. Sebagai pengguna langsung obat-obatan, maka mekanisme pengendalian melekat pada mereka.

"Kalau menemukan ada apotek yang tidak menjaga mutu dan keamanan obat-obatannya, maka harus ada mekanisme pelaporan yang mudah bagi konsumen," katanya.

Berita Terkini