Disdik Jabar Jawab Kegelisahan Sekolah Swasta: Hanya 17 SMA/SMKN Terapkan Rombel 50 Siswa

Sukabumiupdate.com
Senin 11 Agu 2025, 18:57 WIB
Disdik Jabar Jawab Kegelisahan Sekolah Swasta: Hanya 17 SMA/SMKN Terapkan Rombel 50 Siswa

Suasana kegiatan belajar mengajar di SMA Sukabumi dengan jumlah siswa mencapai 50 orang per rombel, Jumat (25/7/2025). (Sumber Foto: SU/Turangga Anom)

SUKABUMIUPDATE.com – Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Jawa Barat, Purwanto, menyatakan kebijakan penambahan jumlah peserta didik per rombongan belajar (rombel) hingga maksimal 50 siswa hanya berlaku di 17 sekolah negeri, terdiri dari 16 SMA Negeri dan 1 SMK Negeri.

Di Jawa Barat sendiri terdapat 515 SMA Negeri dan 286 SMK Negeri. Purwanto mengakui, kebijakan yang tertuang dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025 tentang Petunjuk Teknis Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS) jenjang pendidikan menengah ini menuai protes sejumlah pihak, termasuk dari Pengurus Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Jawa Barat.

Menurut Purwanto, keberatan tersebut pada intinya menyoroti potensi sekolah swasta kehilangan siswa baru hingga terancam tutup, serta dugaan pelanggaran peraturan perundang-undangan.

“Kami memahami dinamika yang muncul sebagai respons terhadap kebijakan ini, termasuk keberatan dari beberapa pihak di antaranya dari Pengurus BMPS Wilayah Jawa Barat, pada pokoknya keberatan tersebut berisikan tentang adanya kekhawatiran sekolah swasta terancam tutup akibat tidak mendapatkan siswa baru dan kebijakan tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan,” ujar Purwanto dikutip dari rilis Humas Jabar, Senin (11/8/2025).

Baca Juga: Alasan BMPS Kota Sukabumi Gugat Kebijakan KDM Menambah Rombel Sekolah Negeri

Purwanto kemudian menekankan bahwa tujuan utama kebijakan ini adalah memastikan bahwa tidak ada anak Jawa Barat yang putus sekolah hanya karena tidak lolos seleksi SPMB atau terkendala biaya.

“Melalui kebijakan ini, Disdik Jabar telah melakukan pemetaan menyeluruh terhadap calon peserta didik yang belum tertampung. Penempatan dilakukan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan berkeadilan, serta memprioritaskan kesesuaian daya tampung dan keberlanjutan pendidikan,” tuturnya.

“Kami sangat menghargai kontribusi satuan pendidikan swasta dalam membangun ekosistem pendidikan di Jawa Barat. Justru dalam pelaksanaan kebijakan ini, sekolah swasta tetap menjadi bagian dari solusi-bukan dikesampingkan,” imbuhnya.

Lebih lanjut Purwanto menyebut kebijakan PAPS ini sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah daerah sesuai konstitusi sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 31 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran dan pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang."

Selain itu, telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang pada pokoknya mengamanatkan pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk memastikan tidak ada anak usia sekolah yang tertinggal dari akses pendidikan, baik karena keterbatasan ekonomi, bencana, maupun hambatan sosial lainnya.

Baca Juga: Pelajar Sukabumi Ungkap Suasana Belajar di Kelas dengan Rombel 50 Orang

Data dan Alasan Penambahan Rombel

Berdasarkan data Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah tahun 2025, angka putus sekolah jenjang SMA/SMK tahun 2023-2025 sejumlah 66.385 peserta didik dan data lulus SMP tidak melanjutkan ke SMA/SMK sejumlah 133.258 peserta didik, sehingga terdapat anak yang tidak bersekolah sejumlah 199.643 peserta didik.

Menurut Purwanto, jumlah lulusan SMP/MTs/sederajat tahun 2025 di Jabar sebanyak 834.734 siswa dan yang melakukan pendaftaran calon peserta didik baru di Provinsi Jawa Barat ke SMA/SMK negeri sebanyak 564.035 peserta didik, sehingga diperoleh jumlah siswa yang tidak mendaftar ke SMA/SMK negeri sejumlah 270.699 siswa.

“Terkait dengan kondisi SMA/SMK negeri di Jawa Barat tahun ajaran 2025/2026 hanya dapat menampung 306.345 peserta didik, atas dasar hal tersebut terdapat 257.690 calon peserta didik baru yang tidak dapat tertampung di SMA/SMK negeri, sehingga jika diakumulasikan terdapat 528.389 peserta didik. Adapun terdapat 20.808 peserta didik yang diterima di MA negeri, sehingga diperoleh data yang belum tertampung di SMA/SMK/MA negeri sejumlah 507.581 peserta didik dapat diterima di SMA/SMK swasta, MA, dan SKB/PKBM,” ucap Purwanto.

Purwanto memaparkan bahwa berdasarkan data yang dimiliki, rata-rata siswa diterima di SMA/SMK/MA Swasta dari tahun ajaran 2021 sampai dengan 2024 sejumlah 413.883 siswa dan jumlah terbanyak yaitu pada tahun ajaran 2021 berjumlah 438.847 siswa, sehingga Pemda Provinsi Jabar mengantisipasi terjadinya potensi penambahan anak yang tidak bersekolah dengan menerbitkan kebijakan PAPS jenjang Pendidikan Menengah.

“Melalui kebijakan PAPS tersebut, dilaksanakan penambahan anggota rombel sebanyak-banyaknya 50 peserta didik per rombel dengan jumlah tambahan daya tampung sejumlah 113.126 peserta didik sehingga total daya tampung (SPMB dan PAPS) berjumlah 436.350 peserta didik,” kata Purwanto.

“Namun hasil penerimaan peserta didik pada program PAPS hanya diperoleh yang diterima sejumlah 46.233 peserta didik, sehingga total peserta didik yang diterima (SPMB dan PAPS) berjumlah 352.578 peserta didik, atau masih terdapat 461.348 peserta didik yang dapat diterima di SMA/SMK swasta, MA, dan SKB/PKBM, lebih besar dari rerata jumlah peserta didik baru yang diterima di SMA/SMK swasta pada tahun sebelumnya. Hal ini dilaksanakan berdasarkan hasil konsultasi dengan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI beserta jajaran,” tambahnya.

Purwanto menyatakan bahwa Pemda Provinsi Jabar membuka ruang dialog konstruktif dengan seluruh pemangku kepentingan, termasuk BMPS, untuk merumuskan langkah kolaboratif dalam mencegah anak putus sekolah dan menjaga keberlangsungan satuan pendidikan swasta.

“Salah satu langkah yang telah dilaksanakan oleh Pemda Provinsi Jabar untuk meningkatkan aksesibilitas peserta didik adalah memberikan Hibah Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) bagi SMA/SMK/SLB Swasta,” tegasnya.

Sebagai bentuk komitmen terhadap transparansi dan pengawasan penggunaan anggaran pendidikan, Pemda Provinsi Jabar juga akan melakukan pengawasan menyeluruh terhadap pelaksanaan dan pemanfaatan BPMU. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa seluruh bantuan yang diberikan kepada satuan pendidikan digunakan secara tepat sasaran, efisien, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta sebagai bentuk evaluasi terhadap keberhasilan program dalam meningkatkan akses dan kualitas pendidikan menengah.

“Kebijakan ini sebagai bentuk perlindungan terhadap hak anak di daerah Provinsi Jabar untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan setara. Pemda Provinsi Jabar berharap kepada pemangku kepentingan di bidang pendidikan dan masyarakat mendukung kebijakan ini untuk keberhasilan pembentukan generasi berkarakter panca waluya,” ucap Purwanto.

Baca Juga: Respons Disdik Jabar soal Aturan Penyediaan Alat Kontrasepsi untuk Pelajar

Siap Hadapi Gugatan

Menanggapi gugatan forum kepala sekolah swasta ke PTUN, Purwanto yakin kebijakan ini tidak melanggar aturan karena berpihak pada kepentingan masyarakat. Pemprov Jabar telah menurunkan tim Biro Hukum dan HAM Setda Jabar serta tim advokasi hukum untuk menghadapi gugatan tersebut.

Kepala Biro Hukum dan HAM Setda Jabar, Yogi Gautama Jaelani, menyatakan pemerintah siap menghadapi proses hukum.

"Kami pemerintah siap untuk mediasi dan sebagainya. Insya Allah, hukum memihak kepada pemerintah. Karena, secara hukum sama sekali tidak ada hal yang dilanggar, baik secara filosofis, sosiologis, dan yuridis," jelasnya.

Perwakilan Tim Advokasi Pemprov Jabar, Jutek Bongso pun mengajak masyarakat untuk mendukung pemerintah. "Mari kita berpikir secara logis demi kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat bahwa ini hal baik. Pak Gubernur ingin menyelesaikan anak yang putus sekolah, yang tidak terlayani dan pemerintah ingin membuktikan hadir. Kok, digugat?" tuturnya.

"Kalau (anggaplah) pemerintah dinyatakan kalah dan harus mencabut (kebijakan), bagaimana dengan nasib anak-anak yang putus sekolah? Apakah ini harus dikorbankan? Namun, silakan saja, walaupun itu hak setiap warga negara untuk melakukan gugatan, tetapi gugatan itu kan harus logis, harus punya dasar yang kuat. Kami pun sudah mengkaji, tidak ada satu pun yang dilanggar. Justru kalau Pak Gubernur tidak menerbitkan program ini, potensi anak putus sekolah akan bertambah setiap tahunnya," tegasnya.

Ia berharap, dengan penjelasan tersebut, pihak yang menggugat ke PTUN dapat mempertimbangkan kembali untuk mencabut (gugatan) demi kebaikan anak-anak yang terancam putus sekolah.

Berita Terkait
Berita Terkini