SUKABUMIUPDATE.com - Scott Sutfin-Glowski, seorang Principal Software Engineer Senior di Microsoft yang telah mengabdi selama 13 tahun, secara resmi mengundurkan diri pada 9 Oktober 2025 sebagai bentuk protes etis yang berani. Keputusannya didasari oleh penolakan terhadap keterlibatan Microsoft, khususnya melalui penjualan layanan cloud Azure, kepada militer Israel yang diduga terlibat dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan pengawasan massal di Gaza.
Melalui email yang ditujukan kepada ribuan rekan kerja, Sutfin-Glowski menyampaikan secara blak-blakan bahwa ia "tidak bisa lagi menerima peran perusahaannya dalam memungkinkan kekejaman terburuk di zamannya," mengutip laporan pers mengenai ratusan langganan Microsoft yang masih dipertahankan oleh militer Israel.
Pengunduran diri ini merupakan puncak eskalasi dari gelombang protes internal yang sudah berlangsung lebih dari setahun, digalang oleh kelompok karyawan seperti "No Azure for Apartheid." Meskipun Microsoft sempat memecat sejumlah karyawan yang protes dan menghentikan beberapa layanan ke unit intelijen tertentu, kontrak penjualan yang lebih luas tetap berjalan.
Baca Juga: DPR Geram ‘Debt Collector’ Makin Beringas, OJK Didesak Hapus Aturan Penggunaan Jasa Penagih Utang
Aksi Sutfin-Glowski menjadi simbol dilema mendalam yang dihadapi oleh para pekerja teknologi (tech) antara kepentingan bisnis perusahaan dan nilai kemanusiaan, menandai era baru di mana suara karyawan menjadi semakin kritis terhadap dampak geopolitik produk teknologi yang mereka kembangkan.
Rekonstruksi Ringkas Surat Pengunduran Diri Scott Sutfin-Glowski
Subjek: Pengunduran Diri – Minggu Terakhir di Microsoft
Kepada Rekan Kerja,
Setelah 13 tahun sebagai principal software engineer di Microsoft, saya mengundurkan diri karena penjualan layanan cloud seperti Azure kepada militer Israel, yang diduga mendukung pengawasan massal di Gaza (laporan Guardian, Agustus 2025; AP, Februari 2025). Eksekutif Microsoft menolak diskusi terbuka dan menutup saluran.
"Hari ini, gencatan senjata di Gaza berlaku setelah dua tahun genosida, tapi kekejaman, pelanggaran HAM, dan pendudukan terus berlanjut. Saya tidak bisa lagi memungkinkan kekejaman terburuk di zaman ini" (ilustrasi: Canva).
Analisis Dampak Pengunduran Diri Scott Sutfin-Glowski dari Microsoft
Pengunduran diri Scott Sutfin-Glowski pada 9 Oktober 2025 sebagai principal software engineer Azure di Microsoft menjadi katalis yang secara signifikan memperburuk ketegangan internal perusahaan terkait kontrak layanan cloud dengan militer Israel. Peristiwa ini terjadi di tengah demonstrasi "No Azure for Apartheid" di kampus Microsoft, memberikan validasi kuat bagi tuntutan 1.500 lebih anggota kelompok tersebut untuk memutus semua ikatan bisnis dengan Israel, terutama karena perusahaan telah memecat lima karyawan sebelumnya atas protes serupa.
Insiden ini berpotensi meningkatkan turnover karyawan, khususnya di divisi Azure yang kehilangan talenta senior seperti Sutfin-Glowski. Selain itu, penutupan saluran diskusi oleh eksekutif yang disoroti dalam surat pengunduran dirinya, berisiko memperlemah moral dan memicu brain drain di kalangan staf progresif, meskipun Microsoft sejauh ini memilih pendekatan yang defensif dan belum memberikan komentar resmi.
Baca Juga: Disdik Kabupaten Sukabumi Perketat Tertib Administrasi dan Pengelolaan Aset Sekolah
Di sisi lain, dampak pengunduran diri ini meluas ke ranah reputasi, publik, dan industri teknologi secara keseluruhan. Liputan media yang luas di berbagai outlet internasional menempatkan Microsoft dalam narasi negatif sebagai "pendukung" kekerasan pasca-gencatan senjata Gaza. Hal ini berpotensi meningkatkan tekanan eksternal, termasuk boikot oleh aktivis pro-Palestina dan tekanan dari investor ESG (Environmental, Social, Governance), meskipun dampak finansial langsung terhadap saham belum terlihat.
Secara lebih luas, kasus ini memperkuat tren protes etika di Big Tech mirip dengan yang terjadi di Google dan Amazon menyoroti peran teknologi AS dalam konflik geopolitik dan memaksa perdebatan mengenai "netralitas" perusahaan teknologi pada isu HAM global. Secara keseluruhan, dampak terbesar adalah simbolis, mengubah narasi di Microsoft dari "protes terisolasi" menjadi "krisis etika sistemik" yang berpotensi memaksa perusahaan untuk melakukan reformasi dan audit etis terhadap kontrak militernya.
(Dari berbagai sumber)