SUKABUMIUPDATE.com - Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, menyampaikan komitmen tegas pemerintah dalam menindaklanjuti pelanggaran pengelolaan sampah berbasis open dumping (metode pengelolaan sampah yang menempatkan sampah pada suatu lokasi tanpa perlakuan khusus atau penutupan dengan tanah).
Hal ini disampaikan Menteri LH saat meresmikan fasilitas RDF di TPSA Cimenteng, Desa Sukamulya, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi, Kamis (31/7/2025).
“Atas seizin Bapak Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dan dukungan politik dari DPR RI, terutama Komisi 12, kami mengaktifkan kembali penegakan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008,” ujar Hanif.
Baca Juga: RDF Cimenteng Diresmikan, Solusi Penanganan Sampah di Sukabumi
Ia menegaskan bahwa pengelolaan sampah secara open dumping mestinya dihentikan sejak tiga tahun setelah undang-undang diterapkan. Namun kenyataannya, hampir seluruh kabupaten/kota masih melakukannya.
“Kami telah memberikan surat paksaan pemerintah kepada bupati, wali kota, dan beberapa gubernur. Mereka diberi waktu enam bulan untuk mengakhiri praktik ini,” katanya.
Bila tidak dipatuhi, maka pemerintah akan memberikan sanksi administratif hingga pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 114 UU Nomor 32 Tahun 2009.
Fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) di TPSA Cimenteng, Kabupaten Sukabumi, juga diapresiasi oleh Hanif, sebagai langkah strategis dalam menyelesaikan persoalan sampah secara berkelanjutan.
“Kabupaten Sukabumi telah melakukan transformasi yang luar biasa. Ini menjadi salah satu role model dalam pengelolaan sampah nasional,” kata Hanif.
Ia menyebut kolaborasi antara pemerintah daerah dan PT Semen Jawa menjadi contoh nyata sinergi yang menghasilkan dampak besar.
Baca Juga: Usut Perusakan Hutan Lereng Gunung Salak, Menteri LHK: Bukan Hanya di Sukabumi
Presiden Direktur PT Semen Jawa, menurut Hanif, telah menyampaikan komitmen untuk mengonversi hingga 30 persen kebutuhan batu bara menjadi RDF. "Ini langkah penting di tengah upaya menyelesaikan sampah secara kolektif," katanya.
Hanif menegaskan bahwa teknologi RDF menjadi solusi paling logis dan terjangkau untuk pengelolaan sampah di Indonesia, terutama di kota-kota menengah.
“Biaya pengolahan RDF hanya sekitar Rp300 ribu per ton. Bandingkan dengan Waste-to-Energy (WtE) yang bisa mencapai hampir Rp1 juta per ton,” jelasnya.
Hanif juga menggarisbawahi pentingnya memilah sampah dari hulu. "Teknologi paling modern dalam pengelolaan sampah adalah memilahnya. Negara-negara seperti Denmark, Kopenhagen butuh waktu puluhan tahun untuk membiasakan masyarakatnya memilah sampah rumah tangga," ujarnya.
Hanif juga menyoroti kesalahan beberapa kepala daerah yang membangun TPA megah tanpa memperhatikan substansi pengelolaan sampah.
Baca Juga: Pemicu dan Cerita Santri: Kebakaran Ponpes Al-Kahfi Jampangkulon Sukabumi
"Masalahnya bukan di TPA, tapi pada pengelolaan sampah dari hulu hingga tengah. TPA hanya untuk residu," tegasnya. Ia mengingatkan bahwa Presiden telah mengarahkan dalam RPJMN 2025 agar penyelesaian sampah nasional tuntas pada 2029.
Hanif juga menegaskan bahwa pemerintah akan melakukan pendekatan administratif terhadap kepala daerah yang tidak menjalankan transformasi dari open dumping ke sanitary landfill atau RDF