Tiga Dekade Mengajar, Guru Honorer Sukabumi Ini Bertahan dengan Rp350 Ribu per 3 Bulan

Sukabumiupdate.com
Sabtu 05 Jul 2025, 10:59 WIB
Tiga Dekade Mengajar, Guru Honorer Sukabumi Ini Bertahan dengan Rp350 Ribu per 3 Bulan

Saryono saat mengajar di MIS Tegalpanjang Desa Sidamulya Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi. (Sumber Foto: Istimewa)

SUKABUMIUPDATE.com - Di tengah pagi yang masih berkabut di Kampung Jaringao, Desa Pangumbahan, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, langkah Saryono (55) telah lebih dulu membelah udara dingin. Dengan sepeda motor Supra X 125 bekas, ia menempuh perjalanan sekitar tujuh kilometer menuju Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Tegalpanjang, Desa Sidamulya, Kecamatan Ciemas.

Bukan jarak yang dekat. Jalanan menuju sekolah itu sebagian rusak, bergelombang, dan ada yang masih berupa tanah merah. Namun Saryono tetap mengayuh semangatnya, setiap hari, seperti yang sudah ia lakukan sejak 1992.

“Saya mulai ngajar di sini waktu umur saya masih 22 tahun, dengan honor Rp 10 ribu,” ujar Saryono kepada sukabumiupdate.com, Sabtu (5/7/2025), mengenang awal mula pengabdiannya. Saat itu, sekolah tempat ia mengajar bahkan belum punya lantai, hanya beralaskan tanah.

Kini, bangunan sekolah sudah lebih layak. Tapi nasib guru honorer sepertinya masih sama, terpinggirkan. Saryono, yang mengajar pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di kelas 5, masih menerima honor Rp 350 ribu per bulan, itu pun hanya cair setiap tiga bulan sekali. Artinya, ia harus menunggu tiga bulan untuk menerima Rp 1.050.000.

“Saya beli motor ini dari hasil nabung bertahun-tahun dari honor itu,” ucapnya sambil tersenyum kecil, menunjuk motornya yang setiap hari menemaninya bekerja dan menghabiskan sekitar satu liter bensin untuk sekali jalan pergi-pulang.

Baca Juga: KDM Bantu Guru Honorer Asal Sukabumi Empan Supandi Rp100 Juta untuk Bangun Rumah

Baca Juga: Polisi Tetapkan Tersangka Kedelapan Kasus Cidahu Sukabumi, Ini Perannya

Saryono tinggal bersama istri keduanya yang dinikahinya pada 2021. Dari pernikahan pertama yang berakhir cerai pada 2012, ia memiliki seorang putri berusia 25 tahun yang berhasil ia sekolahkan hingga meraih gelar sarjana (S1). Dua anak sambung laki-lakinya kini bekerja sebagai sopir dan karyawan restoran, dengan penghasilan yang cukup untuk kebutuhan masing-masing.

“Alhamdulillah, walau saya cuma guru honorer, anak bisa kuliah,” katanya, matanya berbinar. Tak ada nada penyesalan, meski kehidupannya masih jauh dari kata sejahtera.

Saryono adalah lulusan pendidikan Islam, bergelar S.Pd.I. Ia sudah berkali-kali mencoba mengikuti seleksi guru PNS atau PPPK. Semua berkas ia lengkapi. Ia pun pernah mengikuti tes tahap awal. Namun setelah itu, tak ada kabar. Tak ada panggilan lanjutan. Ia mengaku kecewa, tapi tak ingin larut dalam rasa putus asa.

“Kadang saya mikir, apa mungkin karena saya dari madrasah swasta jadi dipandang sebelah mata? Tapi saya tetap semangat, karena niat saya dari awal memang untuk ngajar, untuk berbagi ilmu,” ujarnya pelan.

"Selain mengajar, paling bertani dan istri jualan gado-gado, bantu kebutuhan sehari-hari," ungkapnya.

Meski tubuhnya mulai renta dan penghasilan tak seberapa, semangat Saryono tak pernah padam. Di balik senyum tenangnya, ada perjuangan panjang dan keikhlasan yang luar biasa. Ia bukan hanya guru bagi murid-muridnya, tapi juga simbol kesetiaan pada profesi, dan pada mimpi sederhana agar ilmu terus mengalir, meski dari seorang guru yang hampir tak pernah disebut namanya di podium penghargaan.

"Beliau pengajar yang setia dan sabar," tambah Kepala Sekolah MIS Tegalpanjang, Ade Sohari kepada sukabumiupdate.com.

Kisah Saryono adalah potret kecil dari ribuan guru honorer di Indonesia yang masih berjuang dalam ketidakpastian.

"Sudah saatnya negara benar-benar hadir untuk mereka yang selama ini setia mendidik anak bangsa," pungkas Ade.

Berita Terkait
Berita Terkini