SUKABUMIUPDATE.com - Tingginya angka putus sekolah di wilayah Kecamatan Tegalbuleud, tepatnya di tiga kampung yang berada di Desa Nangela, menjadi perhatian serius Dinas Pendidikan atau Disdik Kabupaten Sukabumi.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi, Eka Nandang Nugraha, mengungkapkan bahwa salah satu kendala utama yang menyebabkan anak-anak lulusan SD enggan melanjutkan pendidikan di wilayah tersebut adalah dampak dari buruknya kondisi infrastruktur jalan.
“Dari informasi yang kami terima, kalau warga atau anak-anak di Kampung Bojongwaru 1, Bojongwaru 2, dan Selaeurih harus menempuh jarak sekitar 6 kilometer menuju jalan aspal terdekat di Kampung Cimahpar, Desa Bangbayang, untuk menuju ke SMP atau sederajat yang terdekat. Sedangkan kondisi jalan rusak berat, apalagi kalau hujan, sangat sulit dilintasi kendaraan,” jelas Eka kepada sukabumiupdate.com, Jumat (9/5/2025).
Menurut Eka, pemerintah memang memiliki alternatif layanan pendidikan seperti SMP Terbuka, sekolah satu atap (Satap), atau Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Namun, ia menekankan perlunya pemetaan menyeluruh sebelum menerapkan solusi tersebut.
“Solusi utama tetap pada perbaikan infrastruktur jalan. Itu menjadi kewenangan Dinas Pekerjaan Umum. Kalau akses jalan sudah baik, anak-anak bisa menjangkau SMP atau MTs di Kalibunder maupun Sagaranten dengan lebih mudah. Mereka bisa pulang pergi tanpa hambatan berarti,” katanya.
Baca Juga: Hardiknas 2025 di Sukabumi, Kadisdik Ajak Guru Tingkatkan Kualitas Pendidikan
Eka juga mengungkapkan bahwa saat ini SDN Bojongwaru telah digabung dengan SDN Malangbong dan SDN Caringin karena jumlah siswa yang terus menurun. Ia menilai kondisi ini semakin menguatkan urgensi perbaikan jalan demi mendukung akses pendidikan dan mobilitas warga secara umum di wilayah tersebut.
“Kami ingin memastikan bahwa tidak ada anak yang kehilangan haknya untuk melanjutkan pendidikan hanya karena akses jalan yang tidak memadai,” tegas Eka.
Disdik Kabupaten Sukabumi melalui kepala sekolah dan pengawas, lanjut Eka, terus berupaya memberikan pemahaman kepada masyarakat agar tetap mendorong anak-anak mereka untuk melanjutkan sekolah.
"Kami lewat kepala sekolah, dan pengawas berupaya memberikan pemahaman kepada warga, untuk berupaya melanjutkan sekolah anak anaknya," pungkasnya.
Penjelasan Dinas PU dan Usulan Perbaikan
Kepala Bagian Tata Usaha UPTD PU Wilayah Sagaranten, Ami Amelia, membenarkan bahwa ruas jalan tersebut merupakan jalan kabupaten. Saat ini tengah dilakukan percepatan usulan perbaikan.
"Benar, itu jalan kabupaten, ruas Cibugel–Bangbayang dengan panjang 24 kilometer. Dari total panjang itu, yang dalam kondisi bagus hanya sekitar 8 kilometer, sementara 16 kilometer mengalami kerusakan berat," ujar Ami Amelia saat dikonfirmasi sukabumiupdate.com, Minggu (27/04/2025).
Ami menjelaskan, sudah ada pengusulan perbaikan jalan tersebut, bahkan dilakukan setiap tahun. "Di ruas itu juga terdapat tiga jembatan gantung yang kondisinya rusak, salah satunya bahkan tergerus banjir Sungai Cigugur. Ada tiga Jembatan; jembatan Cigugur, jembatan Cicurug, serta jembatan Cilantung," tambahnya.
Sebelumnya diberitakan, Ketua RT Bojongwaru, Bubun (40 tahun), mengungkapkan bahwa kerusakan jalan sepanjang sekitar 6 kilometer itu mengakibatkan anak-anak di tiga kampung, yakni Bojongwaru 1, Bojongwaru 2, dan Selaeurih, kesulitan melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP atau MTs.
Masalahnya, tidak ada sekolah lanjutan untuk tamatan SD sederajat di wilayah Desa Nangela. "Setelah lulus dari SDN Bojongwaru, anak-anak harus melanjutkan sekolah ke SMP atau MTs di wilayah Kecamatan Kalibunder, Sagaranten, atau ke Desa Bangbayang. Namun akses jalan menuju kesana sangat sulit, jalan nya berlumpur saat hujan, bebatuan rusak parah dan tidak bisa dilalui kendaraan biasa," ujar Bubun kepada sukabumiupdate.com, Senin (28/4/2025).
Menurut Bubun, sepeda motor yang digunakan warga untuk melintasi jalan tersebut harus dimodifikasi khusus (dikenal dengan istilah "engkreg"). Kondisi ini, lanjutnya membuat banyak anak terpaksa mondok atau kost di dekat sekolahnya, dan tidak semua keluarga mampu untuk membiayai kebutuhan tersebut.
"Banyak orangtua yang tak mampu, akhirnya memilih tidak melanjutkan sekolah untuk anak-anak mereka. Karena butuh biaya tambahan untuk kost atau mondok. Disini masih banyak yang ekonomi bawah, petani kecil," tambah Bubun.
"Seperti anak saya, sekarang mondok di pondok pesantren di Kalibunder. Dia ingin lanjut ke SLTA, tapi tentu harus kost lagi, dan biayanya tidak sedikit," keluhnya.
Bubun ungkap data terbaru. "Di Kampung Bojongwaru saja sekarang ada sekitar tujuh anak usia SMP yang saat ini terpaksa tak melanjutkan pendidikan. Rata-rata, hanya satu atau dua anak saja tiap tahun yang bisa melanjutkan sekolah, itu pun mondok di pesantren," ujarnya.