SUKABUMIUPDATE.com – Dugaan mafia tanah dalam pengadaan lahan Masjid Raya Al-Jabbar di Kecamatan Gedebage, Kota Bandung, terus bergulir. Kasus ini tidak hanya ditangani di ranah perdata, tetapi juga telah masuk ke ranah pidana umum, sebagaimana diungkapkan oleh Deden Achadiyat, mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sukabumi sekaligus pemilik lahan.
Deden menyatakan bahwa laporan pidana telah ia ajukan sejak 21 Januari 2024, namun hingga kini masih dalam tahap penyelidikan.
“Sampai saat ini saya baru menerima empat kali Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) terkait laporan saya itu, terakhir di tanggal 30 Desember 2024. Sampai sekarang belum ada SP2HP lagi dan itu akan saya minta kembali secara resmi kepada Polrestabes Bandung karena setelah hampir dua tahun kasus ini informasinya masih dalam proses penyelidikan,” ujar Deden kepada sukabumiupdate.com, Kamis (14/8/2025).
Baca Juga: Puluhan Miliar! Warga Sukabumi Ungkap Dugaan Mafia Tanah di Balik Proyek Masjid Raya Al-Jabbar
Menurut Deden, laporan tersebut ditujukan kepada Hj. M dan adik kandungnya, Y, yang diduga memalsukan surat kuasa. Surat tersebut awalnya diberikan kepada Y untuk mengurus tanah girik, namun diduga disalahgunakan untuk mengubah adendum perjanjian pada 2016.
“Dalam hal ini terlapornya itu saudari Hj. M dan Y yang diduga mereka membuat adendum pengikatan jual beli di bawah tangan di mana isinya dapat merubah fungsi PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) yang sebenarnya,” kata Deden.
“Nah menurut saya dalam hal ini mereka diduga telah memalsukan surat kuasa yang sebelumnya saya berikan kepada Y yang sebetulnya diperuntukkan untuk mengurus tanah girik, bukan untuk merubah adendum 2016,” tambahnya.
Meski melibatkan keluarga, Deden awalnya berharap masalah ini dapat diselesaikan secara musyawarah. Namun, ia menilai pihak terlapor tidak menunjukkan itikad baik.
“Ya harapan saya sebetulnya bisa diselesaikan secara musyawarah mufakat, namun terlapor ini tidak pernah mau ketemu dengan saya dan tidak ada itikad baik, jadi mau tidak mau ya perkara ini tetap berlanjut,” ujarnya.
Baca Juga: Cedera Otak, CT Scan Ungkap Kondisi Medis Remaja Korban Amuk Massa di Cikidang Sukabumi
Gugatan Perdata Masih Berproses
Di sisi perdata, Deden menjelaskan bahwa gugatan pertamanya di Pengadilan Negeri (PN) Bandung telah mencapai tahap ketiga, tetapi akhirnya dicabut. Ia kemudian mengajukan gugatan baru dengan menambahkan Gubernur Jawa Barat dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bandung sebagai tergugat.
“Saat itu sudah dimediasi namun para tergugat ini tidak mau menyelesaikan secara musyawarah dan kompensasi. Akhirnya saat itu pas mau ke sidang gugatan saya cabut karena saya akan menyertakan gugatan baru dengan tergugat baru yaitu Gubernur karena tanah yang dalam prosesnya diduga ada kecurangan saat ini kepemilikannya sudah menjadi milik Pemprov Jabar, kemudian BPN karena dia sebagai panitia yang membuat berita acara pelepasan hak,” jelasnya.
Perkara Perdata itu teregister di nomor 328/Pdt.G/2025/PN Bdg dengan jenis perkara berupa perbuatan melawan hukum.
Diberitakan sebelumnya, Masjid Raya Al-Jabbar, sempat menjadi sorotan karena meninggalkan utang ratusan miliar pasca-kepemimpinan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Kini, perhatian tertuju pada dugaan mafia tanah dalam pengadaan lahan seluas 21 hektare pada 2016, yang menelan anggaran Rp430 miliar.
Deden Achadiyat, mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Sukabumi, mengaku memiliki tanah sekitar 3 hektare di lokasi tersebut, terdiri dari 19.670 meter persegi bersertifikat atas namanya dan 8.893 meter persegi berstatus tanah girik (ditulis sebelumnya tanah adat). Kedua tanah tersebut merupakan warisan orang tuanya yang belum dibagi kepada delapan ahli waris.
“Ternyata pada pelaksanaannya, baik tahap persiapan maupun tahap pelaksanaan pengadaan tanah, ditemukan indikasi dugaan konflik kepentingan panitia pengadaan tanah dan permainan calo/makelar/spekulan tanah sehingga pelaksanaan di lapangan menyimpang dari UU Nomor 2 Tahun 2012 dan aturan lainnya,” kata Deden kepada sukabumiupdate.com, Sabtu (21/6/2025).
Dugaan praktik percaloan atau mafia tanah terjadi ketika seseorang berinisial Hj M berniat membeli 3 hektare tanahnya seharga Rp 1,5 juta per meter persegi. Ini terjadi sebelum adanya informasi pembangunan Masjid Raya Al-Jabbar pada 2017. Transaksi pun disepakati dengan cara pembayaran berangsur atau tiga kali bayar dengan total Rp 42 miliar.
Proses transaksi dengan Hj M dilakukan adik Deden yang disebut meminjam semua berkas tanah kepada Deden dengan niat akan menjual sebagian tanah waris miliknya. “Proses transaksi itu dibayar bertahap sebanyak tiga kali, terakhir 29 Juli 2016, dan ternyata tidak dibayar lunas kewajibannya oleh Hj M. Dia baru membayar uang muka Rp 2 miliar serta angsuran pertama Rp 8 miliar. Jadi saat itu baru dibayar Rp 10 miliar dari total Rp 42 miliar,” kata dia.