SUKABUMIUPDATE.com - Pemandangan tak biasa terlihat di ruas jalan provinsi yang menghubungkan Surade dan Ujunggenteng, tepatnya di simpang tiga Kampung Cibungur, Desa Buniwangi, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi. Spanduk raksasa berukuran 4x3 meter menyita perhatian pengguna jalan.
Spanduk itu berisi kutipan Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Barat yang menyerukan penghentian sementara penerbitan izin pemanfaatan lahan di kawasan hutan dan perkebunan.
Pemasangan spanduk dilakukan oleh Forum Masyarakat Minajaya bersama Kelompok Nelayan Minajaya Bersatu (FMNMB) pada Jumat malam, 18 April 2025. Aksi ini merupakan bentuk perlawanan terhadap masifnya alih fungsi lahan pesisir menjadi tambak udang, khususnya di sekitar kawasan Pantai Minajaya.
SE Gubernur Jawa Barat Nomor 26/PM.05.02/PEREK tertanggal 19 Maret 2025 menjadi dasarnya. Edaran ini adalah tindak lanjut dari Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 11 Tahun 2025 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan yang secara tegas menghentikan sementara penerbitan perizinan berusaha dan non-berusaha terkait pemanfaatan lahan di kawasan hutan dan perkebunan.
Baca Juga: Kini Muncul Spanduk, Penolakan Proyek Tambak Udang di Minajaya Sukabumi Belum Berhenti
Pantai Minajaya sendiri berada dalam kawasan yang diatur Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jawa Barat dan menjadi bagian penting dari pengembangan UNESCO Global Geopark Ciletuh-Palabuhanratu. Masyarakat menilai alih fungsi lahan yang tidak terkendali mengancam ekosistem pesisir serta mengabaikan aspek tata ruang dan keberlanjutan.
"Melalui banner (spanduk) tersebut kami ingin menyuarakan bahwa masyarakat tidak tinggal diam. Kawasan ini penting secara ekologis dan masuk dalam kawasan geopark dunia. Kami menuntut pengendalian alih fungsi lahan yang berpihak pada keberlanjutan lingkungan serta kesejahteraan nelayan," kata Husna, perwakilan FMNMB.
Senada dengan itu, Denda, juga dari FMNMB, menyoroti pentingnya menjaga sistem karst aktif di Legok Iduh dan mata air Ciburial. “Banyak yang tidak tahu, di balik Legok Iduh dan mata air Ciburial terdapat sistem karst aktif yang menjadi jalur air bawah tanah. Jika tercemar limbah tambak, kerusakannya bersifat permanen,” ujarnya.
Ia menjelaskan, batuan kapur berongga di kawasan tersebut berfungsi sebagai penyimpan dan penyalur air alami yang mendukung kesuburan tanah dan kehidupan masyarakat pesisir. Jika rusak, bukan hanya air bersih yang hilang, tetapi juga ruang hidup dan penghidupan.
Forum ini menyerukan kepada pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat umum, untuk mematuhi isi surat edaran tersebut. Selama masa penghentian perizinan, hanya kegiatan yang berorientasi pada perlindungan lingkungan yang diperkenankan.
“Ini bukan sekadar masalah ekonomi, namun soal warisan bumi yang tak bisa diganti. Minajaya bukan zona industri, tapi zona konservasi, zona harapan, dan zona masa depan. Langkah simbolik ini diharapkan dapat menjadi pemantik kesadaran kolektif untuk menjaga kawasan pesisir Minajaya dari eksploitasi yang tidak berkelanjutan," kata Denda.